Ayla menghabiskan sisa jam kerja menganalisis log sistem lebih dalam. Ia tidak hanya menemukan IP eksternal, tapi juga pola akses yang mencurigakan beberapa kali percobaan login gagal dari IP tersebut sebelum berhasil, dan aktivitas yang terjadi di luar jam kerja normal, bahkan di hari libur.
Ini bukan bug biasa, ini adalah upaya penyusupan yang disengaja atau setidaknya, manipulasi data.
"Rani, kamu yakin ini bukan kesalahan kita?" Laras bertanya lagi, suaranya penuh keraguan. "Kalau Bima tahu kita menemukan ini, dia bisa marah besar."
"Justru itu," Ayla tersenyum tipis, senyum yang tak pernah Laras lihat di wajah Rani yang asli. "Kita akan memberinya kesempatan untuk marah."
Rencana Ayla sederhana, namun membutuhkan keberanian.
Ia tidak akan langsung melaporkan temuan ini ke Bima, ia akan menunggu. Menunggu saat yang tepat, di depan "penonton" yang tepat.
Keesokan paginya, suasana di divisi magang terasa lebih tegang. Bima terlihat mondar-mandir dengan wajah masam. Ia memanggil beberapa magang satu per satu ke mejanya, menginterogasi mereka tentang bug sistem. Laras gemetar setiap kali Bima memanggil nama.
Ayla tetap tenang, fokus pada pekerjaannya, seolah tidak ada yang terjadi. Ia tahu Bima akan datang kepadanya cepat atau lambat. Dan benar saja.
"Rani! Ikut saya ke ruang rapat kecil!" Suara Bima menggelegar, membuat beberapa karyawan menoleh.
Ayla bangkit, memberikan tatapan meyakinkan pada Laras yang menatapnya cemas. "Jangan khawatir," bisiknya tanpa suara.
Di ruang rapat kecil yang sama seperti kemarin, Bima sudah duduk dengan tangan terlipat di dada, ekspresi angkuh di wajahnya. Hanya ada mereka berdua. Tidak ada saksi. Ini bukan skenario yang Ayla inginkan
"Jadi, Rani," Bima memulai, suaranya rendah dan mengancam. "Laporanmu tentang bug itu. Apakah ada hal yang kau sembunyikan?"
Ayla menatap Bima lurus. "Saya tidak menyembunyikan apa pun, Pak Bima. Saya hanya melakukan analisis mendalam seperti yang Bapak ajarkan." Ia menekankan kata analisis dengan nada datar.
Bima mendengus. "Omong kosong! Kau hanya mencari alasan! Kau pikir aku tidak tahu kau mencoba mengalihkan perhatian dari kesalahanmu?"
Ayla tersenyum dalam hati. “Kena kau Bima,”
"Saya punya bukti, Pak," kata Ayla tenang. "Log sistem menunjukkan aktivitas mencurigakan ini. Dan saya tidak sendiri yang melihatnya."
Bima tertawa sinis. "Siapa? Laras? Dia sama bodohnya denganmu! Jangan coba-coba memutarbalikkan fakta, Rani. Aku sudah memutuskan. Kau... akan kupecat jika kau tidak bisa memberikan penjelasan yang masuk akal."
Ayla tahu ini adalah puncaknya. Ia harus melancarkan umpan terakhirnya.
"Baik, Pak Bima," kata Ayla, suaranya tiba-tiba berubah lebih keras, cukup keras untuk didengar jika ada yang lewat di luar ruangan. "Jika Bapak tidak percaya pada analisis saya, bagaimana jika kita minta Kepala Divisi R&D, Pak Arjuna untuk memeriksa log ini? Saya yakin beliau akan melihat pola yang sama. Beliau bahkan sudah mengisyaratkan hal itu kemarin."
Ekspresi Bima langsung berubah. Wajahnya yang angkuh mendadak pucat. Ia menatap Ayla dengan mata melebar, antara terkejut dan marah. “Mengapa Arjuna? Dan bagaimana kau tahu Arjuna sudah mengisyaratkan sesuatu?”
Di luar ruang rapat, seorang pria dengan kemeja gelap yang rapi kebetulan lewat. Langkahnya terhenti sejenak, tertarik oleh suara yang agak meninggi dari dalam.
Arjuna, mendengar nama dan jabatannya disebut. Matanya yang tajam melirik ke arah pintu ruang rapat yang sedikit terbuka.
Bima bangkit dari kursinya, ekspresinya campur aduk.
"Kau... kau berani mengancamku, Rani?" desisnya.
Ayla menatapnya tanpa gentar. "Saya hanya mencari kebenaran, Pak Bima. Dan saya yakin, Pak Arjuna juga akan mengatakan hal yang sama seperti saya katakan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments