Pagi hari di kamar asing itu terasa seperti hantaman palu godam bagi Ayla. Bukan, bukan lagi Ayla, sekarang ia adalah Rani.
Rasa perih di pipi masih ada, sisa air mata yang bukan miliknya. Tumpukan cup kopi dan bekas obat tidur di samping tempat tidur menjadi pengingat pahit kondisi mental Rani yang asli. "Jadi, ini kehidupan 'anak magang bodoh' yang kubaca," gumam Ayla, suaranya kini masih terasa asing di telinganya.
Panik sempat mendominasi, namun kebiasaannya sebagai customer service entry level yang terbiasa mengatasi kekacauan dan berpikir logis segera mengambil alih. Rani yang asli mungkin histeris, tapi Ayla yang sinis mulai menganalisis.
Dia memindai kamar berukuran kecil, perabotan minimalis, seragam kerja tergantung rapi di gantungan. Apartemen magang? Pasti itu. Dia teringat deskripsi singkat di Algoritma Hati Sang CEO tentang akomodasi sederhana untuk karyawan tingkat rendah.
Dengan tubuh Rani yang masih terasa asing, Ayla memaksa dirinya bergerak. Membuka lemari, menemukan setelan kerja lain, dan mencoba membedakan mana yang bersih. Dia butuh mandi, mencari cara ke kantor, dan entah bagaimana caranya, bertahan hidup.
Dia menemukan ponsel Rani. Layarnya menyala, menampilkan berbagai aplikasi yang tak ia kenal. Namun, ada satu ikon yang familiar Google Maps.
Tanpa ragu, Ayla membuka aplikasi itu. Ia mencari "Karsa" dan menemukan rute dari lokasi apartemen Rani. Peta digital itu menunjukkan rute kereta dan beberapa kali transit. Ayla menarik napas dalam. Ini akan jadi tantangan.
Perjalanan ke Karsa adalah neraka kedua. Ayla tak mengenali jalanan, rambu, atau bahkan tata letak stasiun kereta. Ia terus menunduk pada layar ponsel, mengikuti setiap arahan suara Google Maps yang monoton.
Matanya memindai setiap papan penunjuk arah, setiap keramaian, mencoba mencocokkan dengan peta digital di tangannya. Ia mengikuti arus manusia berseragam, mencoba berbaur, sesekali tersandung karena terlalu fokus pada layar.
Memasuki lobi Karsa adalah kejutan lainnya. Lobi megah dengan layar-layar interaktif raksasa yang menampilkan data-data yang terlihat kompleks entah apa lah itu, dan logo Karsa yang modern memancar di dinding marmer. Disini, Ayla merasa semakin kecil dan tidak pada tempatnya.
"Rani! Cepat, kita sudah terlambat!" sebuah suara cempreng mengagetkannya.
Ayla menoleh, seorang gadis dengan seragam magang yang sama, berambut sebahu dan ekspresi lelah, melambai panik di ambang pintu lift.
Laras, nama itu langsung melintas di benak Ayla, sesuai dengan ingatan samar di novel tentang teman magang Rani yang mudah ditekan.
Ayla merasakan sedikit kelegaan.
Setidaknya, ada wajah yang dapat ia kenali meskipun hanya dari membaca.
"Maaf," Ayla membalas, suaranya masih agak kaku. Ia bergegas masuk lift.
Di dalam lift, Laras tak henti menggerutu tentang tumpukan pekerjaan dan senior mereka. Bima, manajer proyek yang dikenal kejam. "Bima pasti akan marah besar kalau kita terlambat lagi," bisik Laras, melirik Ayla dengan cemas.
Ayla hanya mengangguk-angguk, otaknya bekerja keras menyerap setiap informasi baru. Bima, manajer proyek. Ia merupakan penyebab pemecatan Rani.
Ingatan itu membuatnya bergidik. Ini bukan hanya cerita, ini adalah hidup barunya, dan ia harus bisa mengubahnya.
Mereka tiba di lantai divisi. Suasana kantor Karsa yang riuh, penuh suara ketikan keyboard, bisikan telepon, dan deru server. Ayla mengikuti Laras ke deretan meja kubikel magang. Layar komputer di depannya menyala, menampilkan interface asing penuh kode dan diagram. Ayla melirik Laras yang sudah sibuk menekan keyboard dengan kecepatan kilat.
"Itu laporan bug dari sistem validasi jaringan. Aku baru menyelesaikannya," kata Laras, menunjuk layar Ayla. "Kamu bisa cek revisinya, nanti kita kirim ke Bima."
Ayla menelan ludah. Bug? Validasi jaringan? Otaknya yang terbiasa dengan "paket hilang" atau "resi salah" mendadak blank. Ini adalah dunia yang sama sekali berbeda. Namun, saat ia mulai melihat struktur laporan dan pola error yang ditunjukkan Laras, naluri analitisnya sebagai customer service mulai bekerja.
"Jadi... ini seperti mencari tahu di mana paket nyasar, tapi ini di dalam kode?" gumam Ayla pelan.
Laras menatapnya bingung. "Maksudmu, melacak anomali? Ya, kurang lebih begitu. Kenapa?"
Ayla menggeleng. Tidak, dia tidak bisa menunjukkan betapa bodohnya dia dalam hal teknis. Tapi dia bisa belajar, dia bisa menganalisis. Ini hanya sistem lain yang rusak, pikirnya. Dan dia, Ayla ahli dalam mencari plot hole dalam sistem yang rusak. Termasuk yang ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments