Wajah Asli

Dua bulan berlalu bagai badai tak berujung bagi Luna. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, kini terasa seperti medan perang. Uang bulanan dari Rafi, yang sejak dulu tidak cukup, kini bagai setetes air di gurun pasir. Setiap kekurangan, setiap celah pengeluaran, selalu ditutupi oleh uang pribadi Luna. Obat-obatan Bu Endah yang terus-menerus harus dibeli, kebutuhan dapur yang tak ada habisnya, semua itu menguras tabungannya perlahan namun pasti.

"Bu, Luna mau ke pasar beli beras lagi ya. Yang di rumah sudah habis," ujar Luna suatu pagi, mencoba bicara dengan nada setenang mungkin.

Bu Endah, yang sedang asyik menonton televisi, hanya melirik sekilas. "Loh, kemarin kan baru beli? Masa sudah habis lagi? Jangan terlalu boros lah, kasihan yang nyari uang jauh-jauh."

Hati Luna mencelos. Ia mengepalkan tangan, menahan emosi yang bergejolak. "Tapi, Bu, itu kan dipakai juga untuk makan, untuk kebutuhan sehari-hari. Belum lagi obat Ibu..."

"Sudahlah, kamu ini boros sekali. Kenapa nggak belanja bulanan aja sih?" potong Bu Endah, kembali fokus ke layar televisi.

Luna hanya bisa menghela napas panjang. Rasanya percuma berdebat. Mertuanya seolah menutup mata dan telinga terhadap semua pengorbanan finansialnya. Mereka hanya melihat angka besar yang dikirim Rafi, tanpa pernah peduli berapa banyak yang harus Luna tambahkan dari kantongnya sendiri.

Penderitaan Luna semakin bertambah dengan sikap Rafi yang mulai menjauh. Pria itu, yang dulu tak pernah absen menghubunginya setiap hari, kini bisa dihitung jari berapa kali ia menelepon dalam seminggu. Pesan singkat pun jarang dibalas. Luna merasa sendirian, terperangkap dalam sangkar emas yang perlahan menghimpitnya.

Dalam kegelapan yang menyelimuti harinya, Naura, sang sahabat, adalah satu-satunya harapan. Luna sering pergi keluar rumah, mencari pelarian dari semua tekanan. Di sebuah kafe kecil di sudut kota, ia akan menumpahkan semua keluh kesahnya.

"Naura, aku sudah tidak tahan lagi," keluh Luna suatu sore, air matanya menetes. "Aku merasa seperti bank berjalan. Rafi juga, dia berubah. Dia jarang menghubungiku sekarang."

Naura menggenggam tangan Luna erat. "Sabar, Lun. Aku tahu ini berat. Tapi kamu harus kuat."

"Kuat sampai kapan? Sampai uangku habis? Mereka tidak pernah melihat pengorbananku, Ra. Mereka hanya tahu uang dari Rafi, mereka kira aku nggak punya uang hanya karena aku nggak kerja pake baju kantoran. Tapi kamu tau kan kerjaan ku apa. Bahkan gaji Rafi itu nggak ada separuhnya dari gajiku.," suara Luna bergetar karena amarah yang sudah tidak bisa dikendalikan.

"Aku tahu. Tapi kamu tidak sendiri, Lun. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku, ya," hibur Naura, matanya penuh empati.

Pertemuan dengan Naura selalu menjadi penawar sejenak. Namun, saat kembali ke rumah, Luna harus kembali menghadapi realitas pahit. Cibiran dan sindiran dari mertuanya sudah menjadi makanan sehari-hari.

"Baru pulang, Nak? Asyik sekali keluar rumah, sampai lupa kalau di rumah ada pekerjaan yang belum selesai," sindir Bu Endah suatu malam, saat Luna baru saja masuk pintu.

Luna hanya bisa menunduk, tak ingin memperpanjang masalah. Ia mencoba menelan semua cibiran itu, berharap suatu hari semuanya akan berakhir

Tiga bulan berlalu, dan rumah keluarga Rafi berubah menjadi neraka bagi Luna. Sikap manis yang dulu diperlihatkan mertuanya di awal pernikahan kini luntur, menampakkan wajah asli mereka yang semena-mena. Mereka sering mengungkit-ungkit masalah uang, seolah-olah Luna adalah parasit yang hanya menguras harta Rafi.

Puncaknya terjadi suatu siang. Luna baru saja pulang dari apotek, setelah membeli obat rutin Bu Endah dengan uang pribadinya. Ia meletakkan kantong obat itu di meja makan.

"Bu, ini obatnya sudah aku beli, diminum sampai habis ya, " kata Luna, mencoba bersikap biasa.

Bu Endah mengambil kantong obat itu, lalu menatap Luna dengan pandangan menyelidik. "Mahal sekali ya obat ini? Apakah harganya memang segini? atau kamu memanipulasi nya? "

Kesabaran Luna sudah di ambang batas. Kata-kata itu, yang telah ia dengar berulang kali, kini terasa seperti pisau yang menghujam hatinya. Ia sudah menahan diri terlalu lama.

"Ibu! Kenapa Ibu selalu mengungkit-ungkit uang Rafi?! Ibu tidak tahu berapa banyak uang yang sudah ku keluarkan untuk menutupi semua ini?!" Luna membentak, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.

Bu Endah terkejut, matanya membulat. Ia tak menyangka Luna akan membentaknya. "Berani sekali kamu membentak Ibu?! Kamu ini menantu macam apa?!"

"Menantu macam apa Ibu bilang?! Lalu Ibu mertua macam apa yang tidak pernah menghargai pengorbanan menantunya sendiri?! Ibu pikir saya tidak punya uang?! Ibu pikir saya tidak punya kehidupan?! Saya sudah capek, Bu! Capek sekali selalu mendapatkan cibiran dari ibu. !" Luna tak bisa lagi menahan tangisnya. Air mata yang selama ini ia tahan, kini mengalir deras.

Bu Endah berdiri, wajahnya merah padam. "Kurang ajar! Kamu menganggap kami menyusahkan?!"

"Terserah Ibu mau anggap apa! Saya akan buktikan, siapa yang sebenarnya mengeluarkan uang lebih banyak di rumah ini! Selama ini apa ibu tau berapa rafi memberi uang padaku, lima juta,hanya lima juta. " Dengan langkah gemetar, Luna meraih tasnya dan berlari keluar rumah. Kemarahannya telah mencapai titik didih. Ia harus menunjukkan bukti, bukti nyata dari semua pengorbanannya. Tujuannya satu: bank. Ia akan mencetak rekening koran pribadinya.

Dengan langkah tergesa-gesa dan hati yang berdegup kencang, Luna menuju bank. Ia membutuhkan bukti nyata untuk membungkam mulut mertuanya. Setelah proses yang terasa sangat lama, akhirnya rekening koran tercetak. Luna menatap angka-angka di sana, angka-angka yang menceritakan kisahnya selama beberapa bulan terakhir. Saldo yang terus berkurang, menandakan pengeluaran yang tak henti-hentinya.

Saat ia melangkah keluar dari bank, ponselnya berdering. Nama "Naura" tertera di layar.

"Halo, Lun? Kamu baik-baik saja? Suara kamu tadi di telepon..." Naura terdengar khawatir.

"Aku tidak baik-baik saja, Nau. Aku membentak Ibu mertuaku. Aku sudah tidak tahan lagi," jawab Luna, suaranya masih bergetar. "Aku sedang dalam perjalanan pulang. Aku baru saja mencetak rekening koran. Mereka harus tahu kebenarannya."

"Oke, hati-hati ya, Lun. Kalau ada apa-apa, telepon aku lagi," kata Naura.

Luna mengakhiri panggilan dan melanjutkan perjalanan pulang. Pikirannya dipenuhi dengan skenario perdebatan yang akan terjadi. Ia siap menghadapi apa pun. Dengan rekening koran di tangan, ia merasa memiliki senjata.

Setibanya di depan rumah, Luna menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia membuka gerbang dan melangkah masuk. Namun, pemandangan yang menyambutnya membuat langkahnya terhenti. Di ruang tamu, ia melihat sosok yang sangat ia kenal, sosok yang sudah lama ia rindukan, namun juga sosok yang telah menyakitinya. Rafi.

Tapi Rafi tidak sendiri. Di sampingnya, duduk seorang wanita cantik dengan senyum manis di bibirnya, dan sebuah koper besar tergeletak di lantai. Mata Luna melebar. Dunia seolah berhenti berputar. Apa yang terjadi?

Terpopuler

Comments

Rahma Inayah

Rahma Inayah

dasr suami penghianat sdh di tolg mlh tdk tau trm kasih .bwk gundik pulng kerumh.lbh baik pish luna dr pada hdp bagai neraka.lg pula km msh peramwan blm di jebol rafi gk rugi

2025-07-27

1

Mefiani

Mefiani

ya..bawa madu pulange tpi tenang aja Lun,dengan ini kamu bisa terus terang dan minta ketegasan dan kejelasan..senangat Luna...kamu wanita kuat..

2025-07-26

1

BunDa TuTi 0910

BunDa TuTi 0910

Luna salah kamu juga, kenapa ga berterus terang aja, lama2 kesel juga kan....

2025-07-28

1

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan dan Perpisahan
2 Operasi
3 Muak
4 Wajah Asli
5 Istri Baru
6 Tidak Ingin Terpuruk
7 Acuh
8 Rahasia Luna
9 Pergi
10 Kebebasan
11 Menjemput Luna
12 Tanpa Luna
13 Berkas Perceraian.
14 Pertemuan Tak Terduga
15 Permintaan Reza
16 Sidang Pertama
17 Pertemuan
18 Pukulan Telak Di Ruang Rapat
19 Fitnah Yang Di Tebar
20 Penyesalan Yang Terlambat
21 Tantangan
22 Angin Malam
23 Rencana Dan Kejutan.
24 Kekalahan Saras
25 Kebenaran Yang Baru Diketahui
26 Mulai Terbuka
27 Makan Malam
28 Ungkapan Perasaan
29 Misi Dimulai
30 Pulang Ke Rumah
31 Perasaan Yang Terbalas
32 Mario
33 Rencana Arya
34 Persiapan Ulang Tahun
35 Ulang Tahun Luna
36 Kejutan
37 Kebahagiaan Dan Penyesalan
38 Langkah Awal
39 Pak Umar
40 Rencana Luna
41 Mengusir Saras
42 Bertemu Luna
43 Siapa Yang Bersama Saras?
44 Sebuah Informasi
45 Pengganggu
46 Tekad Luna
47 Perubahan Rencana
48 Saling Serang
49 Kehancuran Wirawan
50 Berlian Dan Batu Kerikil
51 Pelangi Setelah Badai
52 Persiapan Pernikahan
53 Pernikahan
54 Malam Pertama
55 Kebahagiaan Dan Kabar Duka
56 Kehidupan Baru
57 Firasat
58 Perdebatan
59 Ngidam
60 Keisengan Bumil
61 Pernyataan Tak Terduga
62 Kegalauan Hati Dewi
63 Harapan Yang Hancur
64 Kecemburuan Luna
65 Kamarahan Arya
66 Konsekuensi
67 Belanja
68 Sesuatu Yang Terlupakan
69 Mencari Dewi
70 Memperbaiki Hubungan
71 Kelegaan Hati Rafi
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Pernikahan dan Perpisahan
2
Operasi
3
Muak
4
Wajah Asli
5
Istri Baru
6
Tidak Ingin Terpuruk
7
Acuh
8
Rahasia Luna
9
Pergi
10
Kebebasan
11
Menjemput Luna
12
Tanpa Luna
13
Berkas Perceraian.
14
Pertemuan Tak Terduga
15
Permintaan Reza
16
Sidang Pertama
17
Pertemuan
18
Pukulan Telak Di Ruang Rapat
19
Fitnah Yang Di Tebar
20
Penyesalan Yang Terlambat
21
Tantangan
22
Angin Malam
23
Rencana Dan Kejutan.
24
Kekalahan Saras
25
Kebenaran Yang Baru Diketahui
26
Mulai Terbuka
27
Makan Malam
28
Ungkapan Perasaan
29
Misi Dimulai
30
Pulang Ke Rumah
31
Perasaan Yang Terbalas
32
Mario
33
Rencana Arya
34
Persiapan Ulang Tahun
35
Ulang Tahun Luna
36
Kejutan
37
Kebahagiaan Dan Penyesalan
38
Langkah Awal
39
Pak Umar
40
Rencana Luna
41
Mengusir Saras
42
Bertemu Luna
43
Siapa Yang Bersama Saras?
44
Sebuah Informasi
45
Pengganggu
46
Tekad Luna
47
Perubahan Rencana
48
Saling Serang
49
Kehancuran Wirawan
50
Berlian Dan Batu Kerikil
51
Pelangi Setelah Badai
52
Persiapan Pernikahan
53
Pernikahan
54
Malam Pertama
55
Kebahagiaan Dan Kabar Duka
56
Kehidupan Baru
57
Firasat
58
Perdebatan
59
Ngidam
60
Keisengan Bumil
61
Pernyataan Tak Terduga
62
Kegalauan Hati Dewi
63
Harapan Yang Hancur
64
Kecemburuan Luna
65
Kamarahan Arya
66
Konsekuensi
67
Belanja
68
Sesuatu Yang Terlupakan
69
Mencari Dewi
70
Memperbaiki Hubungan
71
Kelegaan Hati Rafi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!