Hampir jam sembilan malam dan Rindu baru selesai perform di blue cafe. Kembali mengganti blus dengan kaos lengkap dengan jaket. Duduk di salah satu kursi meja cafe yang ada di bagian depan. Fokus dengan ponsel dan tidak menemukan chat atau panggilan dari sepupunya. Bisa-bisanya tidak merasa bersalah sudah membawa motor dan menyusahkan ia untuk berangkat kerja.
“Hah.” Menghela pelan sambil menatap ke jalan raya di depan, lagi-lagi harus menggunakan ojek online. Padahal perjalanannya akan lebih murah kalau membawa motor sendiri.
“Belum pulang?” tanya rekan Rindu.
“Nunggu jemputan.”
“Oh, dijemput siapa? Pacar?”
“Tukang ojek,” sahut Rindu lalu terkekeh.
“Makanya jangan jomblo, biar ada yang antar jemput,” ejek Rizal rekan Rindu mengisi acara di cafe tersebut.
“Dih, emang fungsi pacar apaan? Kok mirip sama tukang ojek.”
“Mirip-mirip lah. Gue duluan ya. Jangan kelamaan nongkrong disitu, nanti ditawar sama sugar daddy.”
“Ih, rese,” pekik Rindu dan Rizal hanya melambaikan tangan.
Fokus kembali pada ponsel melihat sudah sampai mana ojek yang dia pesan. Berbarengan dengan pesan masuk. Wajah Rindu tersenyum mendapatkan tugas baru minggu ini. Mengisi acara pesta di sebuah hotel.
“Lumayan,” gumam Rindu. Terdengar bunyi klakson, ia pun menoleh.
“Mbak Rindu?” tanya pengendara motor dengan helm dan jaket berwarna hijau.
“Iya, pak.” Gegas ia Rindu menghampiri, menerima helm dan naik ke atas motor. “Jangan ngebut ya pak, takut jatuh. Saya belum nikah.”
“Siap, mbak.”
Tiba di rumah, kediaman Pakde Yanto tampak sepi. Pagar sudah tertutup rapat begitu pula dengan pintu depan. Biasanya jam segini, pakde masih berada di beranda menikmati rokok dan segelas kopi.
“Makasih ya pak,” ucap Rindu setelah menyerahkan helm lalu membuka pintu pagar dan kembali menutup rapat.
Tidak melihat motornya, membuat ia berdecak kesal. Benar-benar minta dihajar sepupunya itu. Mengucap salam sambil mengetuk pintu, tidak lama pintu terbuka. Bude Sari berdiri di sana, menarik tangannya untuk segera masuk kembali menutup pintu.
“Kenapa --”
“Sudah, jangan banyak tanya,” sela Bude. “Sebelum tidur jangan lupa beresin dapur, cucian piring masih numpuk.”
Rindu hanya menghela pelan dan menjawab iya.
“Maman kemana, motorku nggak ada di depan.“
“Masih sama Maman, nginep di rumah temannya,” sahut Buda. Sepertinya hendak kembali ke kamar.
“Tapi besok aku mau pake.”
“Besok pagi dia pulang, berisik aja kamu. Aku yang minta dia jangan pulang, tadi sore ada debt collector nagih hutang.”
“Hutang yang mana lagi?”
“Udahlah, nggak usah banyak tanya. Jangan berisik, pakdemu kurang sehat.”
Bukan pertama kali, keluarga itu harus berurusan dengan debt collector, rentenir atau pinjaman bank. Jualan Yanto belakangan ini sepi, sedangkan modal semakin tipis. Gaya hidup Sari kadang berlebihan, tidak melihat isi kantong. Maman, anak mereka satu-satunya menganggur tidak jelas dan setiap hari minta uang. Dimodali buka usaha bengkel dan buka warung, hanya menyisakan hutang untuk modal usaha. Nyatanya tidak menghasilkan dan tutup begitu saja.
***
“Iya, bentar.” Rindu beranjak malas dari bantal dan selimutnya. Merasa masih ngantuk dan lelah, tapi sudah dibangunkan dengan ketukan pintu. Membuka pintu lalu menguap. “Apa lagi bude, ini masih pagi.”
“Pagi, matamu. Lihat keluar, udah terang gini. Itu cucian harusnya udah beres dijemur, kamu malah asyik tidur.”
Tidak ingin mendengar ocehan, Rindu gegas ke belakang. Menatap keranjang pakaian kotor yang sudah penuh, belum lagi pakaian kotor di kamarnya. Sedang berkutat dengan cucian, bude Sari membuat teh panas sepertinya untuk pakde.
“Maman sudah pulang, bude?”
“Belum.”
“Jam berapa, aku mau pake motornya.”
“Kamu telpon lah, gitu aja pake nanya,” cetus Sari lalu meninggalkan dapur.
“Astaga, sabar Rindu, sabar. Semua akan indah pada waktunya, meski nggak tahu kapan indah itu datang,” gumam Rindu melanjutkan urusannya dengan cucian kotor.
Hampir pukul sepuluh, Rindu baru saja mandi. Rambutnya pun masih terlilit handuk kecil. Ia memeriksa berkas yang akan dibawa untuk melamar kerja. Ada pameran property dan Rindu akan melamar menjadi SPG. Meski hanya satu minggu, tapi honornya lumayan.
Berpakaian putih hitam lengkap dengan heels rambut dicepol rapi. Beruntung saat ia hendak berangkat, sepupunya pulang. Setidaknya uang aman tidak harus keluar untuk bayar ojek.
“Ya ampun, Maman,” pekik Rindu saat melihat level isi bahan bakar yang sudah mengedip. “Lo pake kemana aja sampe habis bensin.”
“Tinggal isi lagi, gitu aja kok repot.”
“Ya repot lah, gue yang bayar lo yang habisin.” Gegas Rindu memakai jaket dan helm lalu menaiki motor melihat Bude Sari datang, bisa-bisa diceramahi lagi karena hitung-hitungan hanya karena masalah bensin.
Lebih dari satu jam, akhirnya hampir sampai tujuan. Motor Rindu memasuki area gedung perusahaan property. Setelah memarkirkan motornya, Rindu sempat menuju toilet untuk memastikan lagi penampilannya masih rapi dan wangi.
Bertanya pada resepsionis dan diarahkan ke lantai tempat seleksi SPG untuk pameran. Di dalam lift ada beberapa orang, sudah pasti karyawan perusahaan itu.
“Pak Arya mau pesta lagi, anak sulungnya nikah.”
“Bukan Mas Mada, ‘kan?”
“Mas Mada, Bapak.”
“Lebih enak panggil Mas aja. Ganteng banget sih Mas Mada, agak mirip Ibu Sarah ya. dia udah punya calon belum ya, pengen daftar deh.”
“Yeay, aku juga mau.”
“Kalian ini ngehalu aja.”
Rindu hanya mendengarkan para wanita itu berbincang. Ia teringat pria bernama Mada yang ia kenal di cafe, kemarin sore.
‘Nama Mada pasaran juga ya,’ batin Rindu.
Lift terhenti di lantai tujuannya.
“Permisi,” ucap Rindu saat pintu terbuka.
Ruangan tempat seleksi ternyata sudah agak ramai. Lebih dari dua puluh orang berpakaian putih hitam menunggu di dalam ruangan. Di depan ada tiga meja petugas seleksi. Rindu menyerahkan map berisi portofolio pekerjaannya selama ini. Sudah sering menjadi SPG selain menyanyi di cafe dan acara pesta.
“Ini diisi dulu,” titah petugas. “Kalau sudah tumpuk di sebelah sini. dan tunggu di sana.”
Rindu meletakan formulir yang sudah diisi serta map yang dia bawa, meletakan di tempat yang sudah disiapkan lalu duduk di kursi bergabung dengan peserta lain. Agak ragu dia lolos atau tidak, melihat peserta lain begitu cantik bahkan dengan full make up. Sebagian malah menggunakan rok yang cukup pendek.
“Bimantara property,” ucap Rindu membaca spanduk yang terpasang di depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Felycia R. Fernandez
ternyata ketemu boss Mada ...
😆😆😆😆
2025-07-21
0
Sleepyhead
Emang gua pembokat
2025-07-21
0