“Nah, kan, benar!” ucap hati Aditya begitu melihat sosok wanita yag bernama Nadia itu.
Jauh-jauh dia datang demi menuruti permintaan sang ibu dari Bandung sampai ke Semarang hanya untuk menemui anak perempuan bi Ijah yang Hannah bilang gadis itu geulis pisan.
Namun, bagi Aditya itu sebuah kesialan.
Bukan tidak geulis di mata Aditya, tetapi dia punya tipe wanitanya sendiri. Perempuan yang ini gendut, 3 kali lipat dari berat badannya, dengan rambut yang terurai panjang lurus seperti baru di-smoothing sebatas bahunya.
Dia terus berdiri di sampingnya, merangkul lengan sejak Aditya datang dan sejak pertama kali mereka berkenalan.
“A' Adi--it...” rengeknya mendesah manja. Aditya meringis geli.
“I ... iya, iya.” Aditya geli sendiri dengan perempuan yang melendot padanya. Ia berusaha melepaskan, tetapi tenaga perempuan itu powerful, jika boleh berkata Aditya pikir perempuan ini mirip seperti sosok Yeti si makhluk salju yang berbadan besar itu.
“Nad, sini. Jangan begitu sama A Adit,” ujar bi Ijah.
"Abis A Aditnya ganteng banget, Bu. Nad kan suka," timpal perempuan itu yang melepaskan rangkulan di lengan Aditya gara-gara ibunya menariknya untuk berdiri di sebelahnya.
Aditya menghela napas lega. Akhirnya dapat terlepas dari jeratan si Yeti.
Sampai dia duduk, dan menarik lengan kemejanya yang naik akibat terlalu lama dirangkul.
“Bu Hannah, sampai jauh-jauh ke sini. Terima kasih sudah berkenan datang, Bu. Mari-mari, silakan duduk.” Bahkan hubungan mantan majikan dan pembantu itu sudah erat, bukan seperti hubungan mantan majikan dan asistennya. Mereka lebih mirip sepasang bestie.
“Lah, sekali-kali gak papa. Bi Ijah apa kabarnya sudah sehat? Lama gak ketemu.” Hannah menyapa pasalnya sudah sekitar 6 bulan ini Ijah sudah tidak kerja lagi padanya setelah berpuluh tahun mengabdi karena kondisi kesehatan bi Ijah yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja sehingga ia berhenti menjadi asisten rumah tangga di kediaman bu Hannah.
Aditya pun memandangi sosok bi Ijah yang dia kenal baik sebagai pengasuh sekaligus asisten Hannah bahkan sejak dirinya kecil, dia pun ingat dulu penah digendongnya semasa kecil.
Wanita itu terlihat semakin sehat dan bugar daripada kali terakhir dia lihat sosoknya yang kurus kering dan sering sakit-sakitan.
“Sehat, Bu. Alhamdulillah. Ya, ada anak-anak yang ngurus saya di rumah. Nadia juga sudah pulang, dia pandai merawat saya dan pekerjaan rumah saya semakin terbantu,” ujar bi Ijah seraya mengusap punggung perempuan yang duduk di sisinya.
Sontak mata Aditya menatap perempuan yang duduk di samping bi Ijah, menudukkan kepala mada perempan itu yang sejak tadi menatapnya tanpa henti sambil senyum-senyum sendiri.
“Iya, A Adit? Kenapa natap saya terus?” kata perempuan itu berlenggok centil seperti ulat keket yang Adit pikir dia sosok Nadia yang ada di foto ponsel Hannah.
“Eh, ya. Bu Hannah dan A' Adit ada keperluan apa mampir ke mari, jauh-jauh tanpa ngasih kabar, kan saya belum siap-siap, duh, Ibu. Maaf,” Bi Ijah pun tidak enak hati karena belum menyiapkan jamuan apapun untuk menyambut kedatangan mereka.
“Dek, sana kamu bilang...” kata Bi Ijah memerintahkan anak perempuan di sampingnya, tetapi lekas ditahan oleh Hannah.
“Hush, gak usah repot-repot. Kami datang ke sini bermaksud untuk melam—“
“Mah,” cegah Aditya seraya menggeleng-gelengkan kepala. Dia menggenggam tangan ibunya untuk tidak melanjutkan kalimatnya.
Dia sudah tidak bisa membayangkan lebih jauh lagi pada hubungan yang akan terjalin antara dia dan sosok Nadia, dia benar-benar tidak tahan untuk duduk berlama-lama di sini.
Isyarat Aditya yang mengajak ibunya pulang, tetapi tidak digubrisnya.
Hannah menyingkirkan tangan putranya yang menggenggamnya. “Ini, Bi. Aditya, dia mau ...”
“Mah! ... no,” kata Aditya menggeleng pada ibunya.
“Dia mau ketemu Nadia. Katanya ingin kenalan lagi, soalnya sudah begitu rindu,” ucap Hannah membuat Aditya melotot tidak percaya. Laki-laki itu langsung menutup wajahnya.
Dia kembali membayangkan wajah perempuan di depannya dengan pusing, dia yang selalu tersenyum padanya sembari menggulung rambutnya yang menjuntai ke dada.
Bi ijah yang nampak kebingunan, tetapi lekas paham. “Oh, ya. Nadia ada di dalam. Nad, tolong panggilkan Mbakmu, Nadia.” Perintah bi Ijah.
Alis Aditya berkerut-kerut, kalau yang bi ijah katakan jika Nadia ada di dalam, lalu sosok ini siapa? Nadianya ada dua? Tidak masuk di akal. Ujarnya bertanya-tanya dalam hati, dia geleng-geleng kepala sendiri. Aditya memijat kepalanya yang pening.
Nadia mana yang hendak mama kenalkan padaku?
Perempuan itu kembali setelah melaksanakan perintah ibunya. “Bu, itu Mbak Nadianya."
Seseorang menyusul di belakangnya, tetapi tidak begitu Aditya perhatian yang sudah terlajur lelah dengan kejadian hari ini. Dia memijat kedua pelipisnya. Capek di perjalanan, tambah dibuat capek juga setelah sampai.
"Ibu. Iya, Bu? Ada apa panggil Nadia, Bu?”
Suara halus itu, Aditya mengangkat kepalanya setelah suara mendayu-dayu seorang perempuan mengalihkan fokusnya, dia yang keluar dari balik tirai membuatnya mendelik tidak berkedip.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ayu
hehee kirain yg Endut nyambut kedatangan Aditya tuh si Nadianya ... eh taunya adeknya
2025-07-22
1
Akasia Rembulan
nah kan..
2025-07-21
1