SI PEMBUAT ONAR

Sunarti menyincing daster yang dikenakannya, berjalan cepat menuju rumah juragan Darman untuk mendiskusikan hal penting pada orang terkaya didesa Sukodadi, tetangga desa Sukorejo yang memiliki jarak 15 kg dari desanya, setelah turun dari sepeda onta yang tadi dia naiki bersama anak pertamanya, Cipung.

Jalan menuju kerumah juragan Darma sangat terjal dan licin sehingga Sunarti terpaksa turun dari sepeda karena takut tergelincir sementara anaknya berjalan dibelakangnya sambil menuntun sepeda, tak berani menaikinya karena takut terpleset dan jatuh ke jurang.

Melihat rumah bata yang sangat besar dengan lantai keramik putih yang mengkilat dan halaman luas didepannya dan beberapa truk tampak berjejer rapi disamping rumah, Sunarti tersenyum lebar.

Diapun mempercepat langkah kakinya, berlari kecil agar bisa cepat sampai didepan rumah juragan Darma.

Tok tok tok...

“Assalamualaiakum...juragan Darma!”, teriaknya nyaring.

Tak mendapat sambutan, Sunarti kembali mengetuk pintu dan mengucap salam setelah tiga ketukan pintu pertamanya tak mendapat respon.

Mendengar suara kaki mendekat kepintu dan tak lama kemudian muncullah wanita paruh baya menggunakan kerudung besar menatapnya penuh tanya. “Akang nggak ada dirumah!”, jawabnya ketus.

Semua orang sangat tahu jika istri juragan Darma, yang lebih tua lima tahun dari pria tersebut sangat pencemburu. Melihat Sunarti datang mencari suaminya, tentu dia merasa sangat tidak senang.

“Ada perlu apa mencari akang?”, tanyanya lagi dengan tajam melihat Sunarti tak bergeming dari tempatnya.

Sunarti menekan rasa tak senangnya atas sikap Aminah terhadapnya karena dia memiliki misi penting untuk dijalani.

“Jika juragan Darma tak ada, sama ibu juga tak apa”, ucap Sunarti dengan suara dibuat selembut mungkin dalam bertutur kata.

Melihat jika tampaknya Sunarti memiliki kabar penting, Aminah pun mempersilahkannya masuk.

“Cepat katakan ada perlu apa? Awas saja jika yang kamu bawa bukan kabar penting”, ucapnya penuh peringatan.

Tak ingin membuang waktu, Sunarti pun segera mengemukakan maksud tujuannya datang.

“ Apakah anak ibu, den Joko masih ingin memiliki seorang anak. Kebetulan keponakan saya baru lahir. Kondisi keluarganya sangat miskin sehingga dia tak memiliki banyak dana untuk mengurusnya. Anaknya perempuan, gemuk dan cantik. Yang paling penting dia memiliki weton Minggu pon”, ucap Sunarti menjelaskan.

Aminah yang mendengar jika bayi itu perempuan, wajahnya sedikit masam. Tapi ketika mendengar jika bayi itu memiliki weton minggu pon, wajah masamnya menghilang dengan cepat, seperti membalik buku dan langsung tersenyum cerah.

“Minggu Pon! Apa benar dia memiliki weton sebagus itu?”, tanya Aminah tak percaya.

Melihat antuisme Aminah, Sunarti pun segera mengangguk cepat, tak melewatkan kesempatan baik ini.

“Benar bu! Jika den Joko memiliki anak ini, saya yakin rejeki keluarga kecilnya akan terus mengalir seperti air sungai”, ujar Sunarti hiperbola.

Semua orang sangat tahu, siapapun yang memiliki weton ini, memiliki keberuntungan sepanjang hidupnya, namu  sayangnya hanya sedikit orang yang bisa beruntung memilikinya.

Melihat keseriuasan ucapan Sunarti, maka Aminahpun tak melewatkan kesempatan baik ini.

“Berapa yang saudaramu inginkan untuk melepaskan anak itu”, tanya Aminah bersemangat.

Sunarti ragu-ragu menunjukkan satu jari telunjuknya kepada Aminah.

“Seratus ribu?”, tanya Aminah.

Melihat Sunarti menggelengkan kepala dengan cepat, Aminah pun merubah uacapannya. “Satu juta! Baik, begitu bayi itu kamu bawa, aku akan memberimu uang satu juta”, ucap Aminah cepat, takut Sunarti akan berubah pikiran.

Sunarti yang merasa jika tujuannya telah tercapai, segera pamit undur diri karena malam semakin larut.

Di era tahun 80 an, penerangan sangat minim. Hanya orang kaya saja yang bisa menggunakan lampu petromax hingga rumahnya menjadi terang sementara untuk masyarakat miskin hanya menggunakan lampu teplok yang diisi minyak tanah, itupun hanya beberapa biji dalam satu rumah.

Apalagi jalan umum, warga hanya mengandalkan sinar rembulan untuk menerangi jalan mereka, sehingga perjalanan malam hari sangat riskan bahaya.

“Ayo Pung, kita kembali”, ujar Sunarti menepuk pundak sang anak yang sedang melamun diteras rumah juragan Darma.

Keduanya naik sepeda unta dengan perlahan agar terhindar dari kecelakaan yang bisa merengut nyawa mereka.

Apalagi posisi rumah juragan Darma ini dekat jurang, sehingga kewaspadaan diri perlu ditingkatkan beberapa kali dibandingkan ketika mereka berada dijalan umum yang normal.

Sepanjang perjalanan, senyum diwajah Sunarti tak pernah luntur membayangkan uang dua juta berada ditangannya.

Cipung yang mendengar percakapan ibunya dan Aminah berusaha untuk menyampaikan pendapatannya. “Aku rasa, paklik Sunardi tak akan mau memberikan anaknya kepada juragan Darma karena bagaimanapun dia dan istrinya sudah sangat lama menginginkan anak perempuan”.

Apa yang anak sulungnya ucapkan, membuat senyum lebar diwajah Sunarti langsung menghilang.

“Kamu anak kecil, nggak usah ikut campur! Ini urusan orang tua! Awas saja kalau kamu sampai cerita kemana-mana mengenai masalah ini, aku hajar kamu hingga tak bisa berjalan lagi!”, ancam Sunarti galak, membuat Cipungpun langsung terdiam tak berani lagi untuk berkomentar.

Sunarti sangat tahu jika adik dan istrinya tak mungkin mau memberikan anaknya kepada juragan Darma. Dia juga tak bodoh untuk meminta langsung kepada mereka.

Tak bisa diambil secara baik-baik maka diapun memutuskan untuk mengambil jalan pintas dengan menculik bayi perempuan itu.

Dimasa depan, adik keduanya itu pasti akan sangat berterimakasih kepadanya karena telah meringankan satu beban hidupnya.

Dengan kondisi ekonomi yang sulit seperti keluarga adik keduanya, membesarkan satu bayi lagi, sangatlah tak mudah, jadi Sunarti menganggap jika tindakannya ini juga cukup baik karena secara tidak langsung akan mengurangi beban keluarga adik keduanya itu.

Didalam rumah Supardi, Tari yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya setelah dia melihat kilasan kejadian buruk yang sebentar lagi akan menimpanya.

“Sial! Kakak pelempuan ayah ini sangat buruk dan kejam. Tengah malam nanti, dia belniat menculikku untuk dijual ke jualagan Darma sehalga satu juta. Dasar biadab!”, ucapnya penuh amarah.

Seluruh anggota yang tengah berkumpul di ruang tamu sambil menemani kedua anak mereka belajar, sangat terkejut mendengar suara hati Tari.

“Ahhh! Kenapa aku telahir sebagai bayi! Bagaimana aku mempelingatkan kelualgaku agal wanita kejam itu tak belhasil menculikku!”, Tari merasa frustasi dan terus mengoceh dalam hati merasa jika system sangat tak bertanggung jawab, membiarkannya sendiri dan terlahir sebagai bayi.

Bukan hanya belum bisa bicara, dia juga tak bisa bergerak bebas dengan kedua tangan dan kaki pendeknya yang hanya bisa menendang dan memukul angin, membuat rasa frusatsi dalam diri Tari semakin besar.

Dengan wajah penuh keputus asaan, Tari berharap kedua orang tuanya bisa menjaganya denga baik dan dia juga berharap, takdir berada dipihaknya sehingga hal buruk yang direncanakan untuknya tak akan terjadi.

Seluruh anggota keluarga yang mendengar keluhan hati Tari, hanya bisa terdiam dan mulai menyusun rencana dalam hati.

Meski mereka masih belum sepenuhnya yakin dengan ucapan Tari, mereka tetap akan melindungi permata hati keluarga dan tak akan membiarkan satu orangpun menyakitinya.

Tari tak menyangka jika hanya dalam waktu singkat, posisinya didalam hati keluarganya sudah sangat tinggi.

Bahkan ketiga kakaknya berencana akan berjaga bergiliran nanti malam, agar keamanan sang adik bisa terjaga.

“Mas, bagaimana kalau kita pasang jebakan di pintu depan dan belakang. Juga dibawah jendela karena aku rasa, budhe pasti akan melewati jalur itu nanti malam”, ucap Aan berbisik pada Gito.

Mendengar ide brilian adiknya, Gitopun menganggukkan kepala. “Cepat selesaikan pr mu. Pada saat bapak dan ibu masuk kedalam kamar, kita bergerak”, balasnya berbisik dengan pelan.

Narto yang tak tahu apa yang kedua kakaknya bicarakan, sudah memiliki rencana sendiri dalam hatinya agar bidhenya yang jahat dan rakus itu mendapatkan pelajaran.

Terpopuler

Comments

Mirabel

Mirabel

sy lahir tahun 75 .emang masa itu masa sulit ,rumah gedek makan cuma nasi gaplek lauk gesek .lampu juga lampu teplek .kalo mau tidur harus mati .makanya tidur gelap" an cuma ada sinar dari luar lewat lobang gedek

2025-08-05

2

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

daerah mana tu ya tahun 80an belum ada listrik...tp kalau tahun 70 an iya belum ada listrik...wahhh
jahat banget ya tu orang katanya mau meringankan padahal dia mau uang tuk sendiri...
hayu anak2 buat budhemu kelimpungan...bair nyahok

2025-08-19

1

sahabat pena

sahabat pena

ayo atur stategi bikin jebakan. enak aja adek imut, dari masa depan masa mau di Culik 🤣🤣💪lanjut kak

2025-07-19

3

lihat semua
Episodes
1 MENJADI BAYI
2 SUARA HATI TERDENGAR
3 SI PEMBUAT ONAR
4 DI PUKULI
5 JADI KAMBING HITAM
6 SEDIH
7 TERHINDAR DARI BAHAYA
8 CEKCOK
9 MEMBERI RESEP
10 MULAI BERJUALAN
11 MUNCUL PESAING
12 INOVASI TIADA HENTI
13 SEMAKIN MEMBAIK
14 MEMBANGUN RUMAH PRODUKSI
15 MENJELANG SELAPAN
16 TASYAKURAN
17 MASUK DALAM JEBAKAN
18 KERACUNAN MASSAL
19 PENANGKAPAN
20 PERGI KE KOTA
21 BERTEMU KELUARGA SRIKANDI
22 BERTEMU KELUARGA
23 GEGER
24 MENANGKAP PEZINA
25 SANKSI SOSIAL
26 MENGAMANKAN ASET
27 MENGAMBIL SEMUANYA
28 PANIK
29 SKEMA JAHAT
30 NGAMUK
31 SYOK
32 PERLINDUNGAN
33 EKSEKUSI
34 OPERASI SENYAP
35 PERGI KERUMAH NENEK
36 MEMBELI TOKO
37 BELUM KAPOK JUGA
38 CURIGA
39 SOWAN KERUMAH KYAI JAMAL
40 IDE BARU
41 JADI INCARAN
42 TURUN TANGAN
43 PERSIAPAN MEMBUKA TOKO
44 UJI COBA
45 FAKTA YANG MENGEJUTKAN
46 MELAHAP GOSIP
47 NYEKAR
48 FIRASAT
49 SEHARI SEBELUM HARI H
50 MENEMUKAN JEJAK
51 HARI H
52 PENJELASAN MANDALA
53 SUKSES
54 SKANDAL TERKUAK
55 MENINDAK TEGAS PARA PENGKHIANAT
56 PEMBERSIHAN
57 SIKAT HABIS PENGKHIANAT
58 TERPURUK
59 MENATA ULANG
60 MEMPERLUAS USAHA
61 PINDAH RUMAH
62 MUSUH BARU
63 KALANG KABUT
64 MEMANAS
65 FITNAH
66 TERUNGKAP
67 GELAP MATA
68 KENA BATUNYA
69 BAB 69
70 PEMBALASAN MANDOR HANIF
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
Episodes

Updated 79 Episodes

1
MENJADI BAYI
2
SUARA HATI TERDENGAR
3
SI PEMBUAT ONAR
4
DI PUKULI
5
JADI KAMBING HITAM
6
SEDIH
7
TERHINDAR DARI BAHAYA
8
CEKCOK
9
MEMBERI RESEP
10
MULAI BERJUALAN
11
MUNCUL PESAING
12
INOVASI TIADA HENTI
13
SEMAKIN MEMBAIK
14
MEMBANGUN RUMAH PRODUKSI
15
MENJELANG SELAPAN
16
TASYAKURAN
17
MASUK DALAM JEBAKAN
18
KERACUNAN MASSAL
19
PENANGKAPAN
20
PERGI KE KOTA
21
BERTEMU KELUARGA SRIKANDI
22
BERTEMU KELUARGA
23
GEGER
24
MENANGKAP PEZINA
25
SANKSI SOSIAL
26
MENGAMANKAN ASET
27
MENGAMBIL SEMUANYA
28
PANIK
29
SKEMA JAHAT
30
NGAMUK
31
SYOK
32
PERLINDUNGAN
33
EKSEKUSI
34
OPERASI SENYAP
35
PERGI KERUMAH NENEK
36
MEMBELI TOKO
37
BELUM KAPOK JUGA
38
CURIGA
39
SOWAN KERUMAH KYAI JAMAL
40
IDE BARU
41
JADI INCARAN
42
TURUN TANGAN
43
PERSIAPAN MEMBUKA TOKO
44
UJI COBA
45
FAKTA YANG MENGEJUTKAN
46
MELAHAP GOSIP
47
NYEKAR
48
FIRASAT
49
SEHARI SEBELUM HARI H
50
MENEMUKAN JEJAK
51
HARI H
52
PENJELASAN MANDALA
53
SUKSES
54
SKANDAL TERKUAK
55
MENINDAK TEGAS PARA PENGKHIANAT
56
PEMBERSIHAN
57
SIKAT HABIS PENGKHIANAT
58
TERPURUK
59
MENATA ULANG
60
MEMPERLUAS USAHA
61
PINDAH RUMAH
62
MUSUH BARU
63
KALANG KABUT
64
MEMANAS
65
FITNAH
66
TERUNGKAP
67
GELAP MATA
68
KENA BATUNYA
69
BAB 69
70
PEMBALASAN MANDOR HANIF
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!