Bab 5

"Sebagai seorang lelaki, kau bahkan tak bisa menepati janjimu. Apakah sejak kecil kau tidak pernah diajarkan untuk menjadi lelaki yang bertanggung jawab? Ayahmu pernah diselamatkan oleh ayah gadis itu. Dan karena ayahmulah gadis itu harus kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang mencintainya."

"Dua tahun...," lanjut Vincent, nadanya semakin dingin. "Dua tahun kalian bertunangan, dan sekarang kau tega bicara seperti itu di saat gadis itu koma?"

Jacky menahan napas, bahunya bergetar pelan. Ia tidak berani menjawab.

Samantha, yang sejak tadi menatap cucunya dengan iba, akhirnya bersuara menenangkan.

"Bagaimana kalau kita ke rumah sakit dan menjenguknya? Mungkin saja keluarganya membutuhkan bantuan... biaya dan kebutuhan lainnya."

Jacky menghela napas dalam, menahan rasa sesak di dadanya.

"Soal biaya dan kebutuhan... aku akan bertanggung jawab, Nek. Keluarganya juga menolak membayar pengobatannya."

"Keluarga Lee selama ini memang sangat egois," sela Anita dengan suara dingin. "Hanya ayah Valentina yang baik. Malang sekali nasib Valentina..."

Vincent menoleh pada Anita, menatap kakaknya tajam dengan senyum sinis yang nyaris tak terlihat.

"Dan tambah malang... karena menjadi tunangan anakmu," sindirnya datar.

Wajah Anita langsung menunduk malu mendengar ucapan adiknya itu.

Suasana ruangan membeku dalam diam. Hanya terdengar detak jam dinding yang seolah menambah tekanan di udara.

"Besok kita akan pergi ke rumah sakit," ujarnya tegas, menatap lurus ke arah Jacky dan Anita. "Mengenai pernikahan... dibatalkan saja."

Perkataan itu seperti petir di siang bolong. Samantha dan Anita menatap Vincent dengan mata membesar, terkejut.

"Vincent, bukankah kau yang melarang pembatalan pernikahan ini sebelumnya? Kenapa sekarang malah menyetujuinya?" tanya Anita cepat, suaranya bergetar menahan panik.

Vincent menoleh pelan, menatap kakaknya dengan tatapan yang begitu tajam hingga Anita menunduk tanpa sadar.

"Lihatlah putramu," ucapnya pelan namun tegas. "Tunangannya baru koma, dan dia sudah berniat memutuskan pernikahan. Bagaimana nanti nasib anak orang itu? Menikah bukan hanya tentang perjanjian atau balas budi. Pernikahan harus dilandasi perasaan dan tanggung jawab."

Ia melirik tajam ke arah Jacky, yang langsung menunduk semakin dalam.

"Putramu selama ini hanya suka berfoya-foya. Apakah dia bisa membahagiakan gadis itu?"

Tak ada yang berani menjawab. Samantha hanya menghela napas panjang, sementara Anita menunduk dalam, Jacky berdiri kaku dengan mata kosong.

Vincent menatap mereka semua dalam diam sebelum akhirnya berbalik, melangkah pergi meninggalkan ruangan dengan aura dingin dan wibawa yang menekan.

Hospital Guang Zhou

Suasana rumah sakit itu dipenuhi suara langkah kaki, roda kursi pasien, dan panggilan nama dokter dari pengeras suara. Udara dingin khas AC rumah sakit terasa menembus jas hitam yang dikenakan Vincent.

Dengan wajah serius dan sorot mata tajam, Vincent melangkah masuk melewati lobby utama. Tatapannya lurus ke depan, tak sedikit pun menoleh ke kanan atau kiri meskipun beberapa perawat menatapnya penuh rasa kagum bercampur takut.

Sepatu kulit hitamnya menimbulkan suara berat di atas lantai marmer putih saat ia melintasi koridor panjang.

Tak lama kemudian, ia berhenti di depan salah satu kamar pasien. Vincent menatap pintu itu dengan raut wajah datar sebelum akhirnya memutar kenop dan mendorongnya perlahan.

Saat pintu terbuka, aroma cairan disinfektan langsung memenuhi hidungnya. Matanya tertuju pada ranjang putih di tengah ruangan, di mana seorang gadis terbaring tak sadarkan diri.

Valentine.

Gadis itu terlihat pucat, kepalanya dibalut perban putih dengan beberapa bercak darah yang mulai mengering. Hidungnya dipasang selang oksigen, dan di tangannya tertancap jarum infus. Monitor detak jantung di samping ranjang menunjukkan garis hijau yang naik turun pelan, menandakan hidupnya masih berdenyut lemah.

Vincent melangkah mendekat. Ia berdiri tepat di samping ranjang, menatap gadis itu dengan sorot mata yang sulit diartikan.

"Apa yang terjadi padamu, Valentine..." gumamnya pelan, suaranya berat menahan emosi.

"Kau bukan gadis yang ceroboh. Kalau aku tahu ada pelaku di balik semua ini...," matanya menajam, rahangnya mengeras menahan amarah, "aku tidak akan melepaskannya."

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Seorang pria berpenampilan rapi, dengan jas abu-abu dan dasi hitam, melangkah masuk dengan cepat.

"Tuan," sapa pria itu dengan suara hormat. Dialah Willy, asisten pribadi Vincent yang selalu mengikutinya ke mana pun.

Vincent menoleh pelan, menatapnya tajam.

"Willy, selidiki penyebab kecelakaan ini," perintahnya dingin. "Cari sampai dapat mobil yang menabraknya. Aku ingin nama, alamat, dan semua tentang pelakunya di mejaku sebelum malam ini."

Wajah Willy menegang mendengar nada tajam tuannya. Ia menunduk cepat.

"Baik, Tuan," jawabnya singkat sebelum berbalik meninggalkan ruangan dengan langkah cepat.

Vincent menatap Valentine lama, napasnya berat. Pandangannya lalu beralih ke meja kecil di samping ranjang. Di sana, tergeletak sebuah ponsel dengan casing berwarna pastel yang sudah retak di sudutnya.

Terpopuler

Comments

Bu Kus

Bu Kus

bener cari tahu kebenaran

2025-07-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!