Kamar pasien.
Lampu putih menyinari ruangan yang steril. Suara alat monitor detak jantung berdetak lambat dan teratur. Di atas ranjang, Valentine terbaring lemah, selang infus terpasang di tangan, dan alat bantu pernapasan menutupi wajahnya. Tubuhnya nyaris tak bergerak—sunyi, seolah lenyap dari dunia.
Sandra, ibunya, berdiri di sisi ranjang dengan tangan bersedekap. Wajahnya terlihat lelah dan frustrasi. Matanya memandangi tubuh anak gadisnya tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat.
Akhirnya ia bergumam dengan suara rendah tapi tajam, "Kenapa dia begitu lalai... apa yang dia pikirkan? Tidak bisakah dia membuat kita tenang walau sekali saja..."
Di belakangnya, Arnold, kakak lelaki Valentine, hanya mengangkat bahu.
"Ma, dia sedang koma. Sekarang siapa yang akan merawatnya di sini? Aku tidak bisa. Aku harus kerja, aku ada tanggungan."
Katty, istrinya, berdiri di sebelahnya sambil menggenggam tas kecil. Ia menyambung cepat tanpa rasa bersalah.
"Aku juga tidak bisa. Rumah butuh diurus. Anak-anak siapa yang urus kalau aku jaga dia di sini?"
Jacky, yang berdiri di dekat pintu, menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia menyimak percakapan itu dengan wajah datar, lalu melontarkan pertanyaan dengan nada datar.
"Kalian ini keluarganya... kenapa malah saling tolak merawatnya? Masa aku yang harus menjaganya? Tidak masuk akal, kan?"
Ketiganya menoleh bersamaan ke arahnya.
"Kau itu calon suaminya!" jawab mereka serentak, dengan nada setengah memaksa.
Jacky mendengus pelan, melipat tangan di depan dada.
"Tapi kami belum menikah. Lagi pula... lihat kondisinya sekarang. Siapa juga yang mau menikahinya?" katanya pelan, tetapi cukup untuk membuat suasana jadi dingin.
Suasana kamar mendadak sunyi. Hanya suara mesin medis yang terdengar.
Arnold melangkah maju, nadanya mulai meninggi.
"Kau ini benar-benar tidak punya hati, Jacky! Adikku sudah dua tahun pacaran denganmu. Sekarang dia koma, malah kau mau lepas tangan begitu saja?".
"Dan kalian? Kalian juga sama saja Selama ini, niat kalian cuma satu—uang. Karena keluarga kami kaya. Jadi kalian mengira kalian bisa ambil keuntungan dariku."
Jacky kemudian beranjak dari kamar itu.
"Dia tidak sudi merawat Valentine, tidak mungkin kita yang melakukannya," gerutu Arnold sambil menggeser kursi dan duduk dengan malas.
"Asalkan Valentine membayar kita setelah sadar, maka aku akan merawatnya dengan baik," ucap Katty.
"Dia cuma karyawan biasa. Gaji bulanan pas-pasan. Berapa banyak yang dia bisa bayar? Lebih baik kita abaikan saja," gumamnya
Di koridor rumah sakit yang dingin, Jacky berhenti sejenak, menatap langit-langit, lalu menghembuskan napas.
"Keluarga miskin dan serakah..." bisiknya. "Lebih baik gadis itu tidak bangun sama sekali."
Ponselnya bergetar di saku. Ia mengangkat tanpa banyak ekspresi.
"Halo, Ma?"
Suara seorang wanita yang lembut tapi berwibawa terdengar dari seberang.
"Pamanmu akan pulang malam ini. Kita makan bersama. Jangan terlambat."
"Iya, aku tahu, Ma," jawab Jacky singkat, lalu menutup panggilan. Ia memandang kosong ke depan.
"Malam ini juga aku harus beri tahu Mama dan Nenek... pernikahan ini harus dibatalkan." Suaranya lirih tapi mantap.
---
Mansion keluarga besar Zhao.
Langit senja mulai meredup ketika Jacky tiba di rumah keluarga besarnya—sebuah mansion bergaya klasik yang berdiri kokoh di tengah area elit kota. Pelayan membukakan pintu, dan aroma teh hangat menyambutnya.
Di ruang utama, ibunya Anita sedang duduk di sofa, ditemani neneknya, Samantha, wanita tua yang masih terlihat anggun dan tajam matanya meski usianya sudah lanjut.
"Jacky, pamanmu pulang malam ini untuk urusan penting," ujar Anita sambil meneguk tehnya pelan. "Kau harus tunjukkan sisi terbaikmu. Jangan sampai membuat pamanmu kecewa."
Jacky duduk dengan tenang. Senyum tipis terbit di bibirnya, tapi matanya kosong.
"Ma, Paman selalu dingin. Aku tidak yakin bisa membuat dia luluh."
Anita tertawa kecil. "Dia memang dingin, tapi bukan karena dia kejam. Itu caranya melindungi keluarga. Sejak masih muda dia sudah memegang kendali bisnis. Waktu kakekmu meninggal, dia langsung jadi kepala keluarga. Sampai sekarang, semua urusan keluarga ini di tangannya."
Ia menatap Jacky dalam-dalam. "Kau harus belajar darinya, Jacky. Biar bisa meringankan bebannya. Keluarga kita butuh penerus yang kuat dan cerdas."
Samantha, sang nenek, ikut bersuara. Meski lembut, ucapannya membawa wibawa.
"Jacky, setelah kau menikah, kau harus lebih dewasa. Jangan kecewakan Valentine. Dia gadis yang baik dan tulus."
Jacky mengangguk pelan. "Nenek, aku tahu."
Tapi dalam hati, pikirannya berkata lain.
"Maaf, Nek, aku tidak akan menikahinya."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah pintu utama.
Pelan tapi pasti, mantap dan penuh tekanan.
Seorang pria melangkah masuk ke dalam ruang tamu itu.
Tubuhnya tegap, dibalut setelan hitam yang rapi dan berkelas. Rambutnya tersisir rapi ke belakang, dan wajah tampannya tampak dingin—nyaris tak berperasaan.
Tatapannya tajam. Sikapnya kaku tapi mengintimidasi.
Vincent Zhao.
Paman dari Jacky.
Dan… pria yang telah merenggut kesucian Valentine Lee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Bu Kus
oo teryata paman nya Jak to yang rebut paksa kesucian falen
2025-07-22
2