Sebuah Keputusan

...----------------...

Langit gelap malam berawan tanpa bulan. Angin dingin membawa aroma tanah basah dan darah kering. Langkah kaki Wazeng dan Vogaz menjejak tanah lembut hutan. Vogaz menggendong Hazuki yang pingsan dengan wajah pucat dan napas pendek. Sementara Wazeng menggendong tubuh Eimi yang kelelahan di punggungnya.

Di depan, tenda darurat mereka menjadi satu-satunya tempat hidup yang tersisa dalam dunia yang dingin ini. Tak besar tapi cukup.

Vogaz menurunkan Hazuki perlahan di atas kumpulan rerumputan di sisi kiri tenda, menyelimutinya dengan kain usang dari inventori. Sementara Wazeng membaringkan Eimi di seberang, menarik jubah sampai leher Eimi agar dia tak kedinginan.

Wazeng menatap sebentar pada api unggun kecil di luar yang mulai menyala lagi. Semuanya terasa lambat. Sunyi. Dan berat.

"Menurutmu... dia akan bertahan?" tanya Vogaz sambil tetap menatap Hazuki dengan kasihan.

Wazeng mengalihkan pandanganya pada Hazuki yang tertidur dengan wajah pucat "Tubuhnya akan pulih. Tapi jiwanya..." ia bergenti sejenak "...tergantung apa yang dia putuskan saat bangun nanti."

"Kalau dia ingin pergi, apa kamu akan izinkan?" tanya Vogaz pelan.

"Kalau dia pergi karena ingin lari, aku akan menahannya," jawab Wazeng dengan tegas "Tapi, kalau dia pergi untuk melanjutkan perjalanan... kita akan akan berada di sisinya. Dan kalau dia ingin tinggal... kita jaga dia.".

Angin berhembus perlahan masuk ke sela tenda. Daun-daun kering meluncur masuk seperti menyampaikan pesan alam.

Merasakan itu, Hazuki pun mulai bergerak pelan. Napasnya masih berat, wajahnya yang sempat pucat kini mulai ada rona kemerahan.

Vogaz merasa sedikit lega melihat itu, dia pun menyentuh dahi Hazuki dengan lembut untuk mengecek suhu tubuhnya "Beristirahatlah. Besok... kalau kau masih ingin bertarung kami akan bertarung di sisimu. Tapi kalau tidak... setidaknya kau tidak sendiri." bisik Vogaz pelan, sebelum akhirnya dia dan Wazeng berjalan keluar.

...----------------...

Vogaz duduk bersandar pada batang pohon besar, meluruskan kaki ke depan dengan belati di pangkuannya, menyilangkan tangan di dada. Tatapannya tertuju di dalam tenda. Wazeng duduk di seberangnya, menatap langit gelap yang mulai memperlihatkan satu dua bintang di balik sela-sela dedaunan.

"Gadis itu... bukan lemah," gumam Vogaz "dia hanya kehilangan sesuatu yang terlalu besar dalam waktu yang cepat."

"Zeng..."

Mata Wazeng menoleh sedikit, ia tak menjawab hanya diam menunggu lanjutan dari Vogaz

"Setelah semua yang kita lihat di dungeon tadi... Kalau sistem itu ternyata bukanlah sebuah bug, tapi benar-benar kebohongan yang menjebak..." Ia berhenti sejenak. Matanya tertuju lurus ke arah Wazeng di depan, tatapannya menajam "...Apa kau akan melawannya?" tanyanya serius.

Wazeng terdiam. Ia segera menatap Vogaz dengan cepat, angin hutan yang dingin disekitar bertiup kencang, membuat bara api unggun semakin menyala terang, suara percikan api yang meletik di udara terdengar lebih nyaring.

Wazeng menghela napas pendek "Game seharusnya adil. Kalau kau kalah, itu karena kau lemah, kalau kau mati, itu karena kau gagal. Tapi itu harus jujur." Ia mengepalkan tangannya "Tapi yang terjadi di sana bukan soal kalah... Itu jebakan. Sistemnya menutup mata. Dan... membiarkan para player masuk ke kandang pembantaian tanpa peringatan!"

"Jadi, kau akan melawannya?" Vogaz bertanya sekali lagi.

Wazeng terdiam, ia perlahan melepaskan kepalan tangannya. Kata kata itu seperti menusuk dirinya.

Detik demi detik berlalu dengan kesunyian hutan malam. Setelah menemukan jawaban, Wazeng mengambil napas panjang "Mungkin... tidak." jawabnya ragu.

Kesunyian kembali. Lalu Wazeng melanjutkan dengan tegas penuh percaya diri "Kalau sistem ini hidup... maka kita bisa mengubahnya tanpa harus melawannya."

Vogaz terkekeh "Itu pasti akan sangat sulit tapi, tak ada salahnya mencoba..." ia kemudian mendongak untuk melihat langit malam yang sudah bersih dari kepulan awan hitam, bulan pun mulai menunjukan wujudnya yg bersinar lembut.

"Ini mungkin terdengar kejam tapi... diantara tim lama Hazuki, sepertinya hanya Hazuki-lah yang terkuat." gumam Vogaz sambil membuka Tab hologram, menunjuk ikon '+' dalam tim mereka lalu matanya melirik ke arah Wazeng.

Wazeng tertawa pelan seolah mengerti dengan maksud Vogaz, ia memandang ke dalam tenda, pandangannya jatuh ke wajah Hazuki yang tertidur "Dia kehilangan seluruh timnya jadi ini mungkin kesempatan kita. Dan besok... dia harus bangun dan memilih: percaya atau menyerah." senyum kecil terlihat dari ujung bibirnya.

...----------------...

Wazeng mulai merenggangkan tubuh dan membaringkan tubuhnya di bawah pohon, beralaskan tanah kering "Tidurlah, besok akan menjadi penentu kemajuan tim kita, Kage no Hikari." ujarnya sebelum menutup mata.

Vogaz menutup jalan masuk tenda dengan kain lalu kembali ke pohonya, melakukan perenggangan singkat seperti meluruskan kaki kemudian menguap mengantuk, tidurnya tetap bersandar pada pohon dengan dua tangan menyilang di dada.

Api unggun yang tadi menyala kini hanya meninggalkan bara redup dan asap yang menjulang tinggi ke langit malam. Dengan bersinarkan bulan, malam mereka pun berakhir.

...----------------...

...----------------...

...----------------...

Cahaya pagi menyapa membuat burung burung mulai beterbangan dengan kicauan cantiknya. Setetes embun yang masih menggantung di ujung dedaunan perlahan mulai terjatuh membasahi pipi Wazeng, membuat matanya terbuka pelan, tangannya reflek menahan cahaya matahari yang silau.

Di dalam tenda, Eimi bangun lebih dulu. Ia duduk diam di sudut dengan rambut berantakan dan mata mengantuk. Matanya memandangi Hazuki yang masih terbaring nyenyak dalam tidurnya.

Wazeng membuka tenda dari luar dengan pelan-pelan dan hanya memberi isyarat pada Eimi untuk keluar sebentar. Sebelum keluar, Eimi memberikan mantra penyembuhan singkat pada Hazuki. Eimi kemudian beranjak keluar dalam diam.

Merasakan efek itu Hazuki pun mulai membuka matanya perlahan. Pandangannya masih kabur, ia bahkan tak sadar ada Wazeng di depan "...aku... masih hidup?" lirihnya dengan napas lemah. Hazuki mencoba duduk sambil memegangi kepala—merasa pusing.

Wazeng menahannya untuk tetap berbaring "Ya. Kau masih di sini. Bagaimana keadaan tubuhmu?" sapa Wazeng dengan lembut, kemudian duduk bersila di sampingnya. "Tadi aku sadar Eimi sempat memberikanmu penyembuhan lagi, sepertinya dia sangat peduli pada kamu."

Hazuki terdiam beberapa detik dia terlihat terkejut, lalu membalikkan badannya arah kain tenda membelakangi Wazeng "...Kenapa kau tidak biarkan aku mati saja waktu itu?" suaranya seperti masih menahan sedih akibat mulai teringat dengan kejadian kemarin.

"Karena kalau kau mati... siapa yang akan mengingat nama teman-temanmu?" jawab Wazeng tegas.

Wazeng kemudian melanjutkan "Dunia ini... mungkin menghapus mereka. Tapi bukan ingatan kita. Dan itulah sebabnya kau harus bertahan sebagai satu-satunya saksi kalau mereka pernah ada di dunia ini."

Hazuki menggigit bibir, air matanya kembali menggenang. Hazuki mengepalkan kain panjang yang menyelimuti dirinya dalam malam. Bahunya bergetar pelan. Air mata mulai menetes tanpa disadari.

Wazeng menarik napas sejenak. Suaranya sedikit lebih tegas "Langsung ke intinya, aku Wazeng. Kami sedang dalam pencarian 12 Fragment Beast. Sebuah misi yang diumumkan secara publik melalui inbox mail game... Kami butuh empat orang untuk berpartisipasi. Saat ini sudah ada aku, Vogaz dan Eimi... Jadi kami butuh satu orang lagi."

Hazuki perlahan menoleh ke arahnya. Matanya masih merah, tapi ada sedikit cahaya yang mulai kembali.

Wazeng melanjutkan "Bukan cuma untuk kekuatan. Tapi untuk keseimbangan jiwa... Kami bisa jadi keluarga baru untukmu... kalau kau bersedia membuka sedikit ruang di hatimu."

...----------------...

Sunyi. Hanya kicauan burung pagi serta ada suara hembusan angin yang masuk melalui celah tenda.

...----------------...

...----------------...

Wazeng menatap langsung ke mata Hazuki. Bukan memaksa, tapi tulus.

Hazuki mulai menjawab dengan suaranya yang bergetar lemah "Aku... tidak tahu apakah aku pantas... Aku gagal menjaga mereka... Bagaimana bisa aku menjaga kalian?"

Wazeng senyum tipis, melihat kesempatan "Kau tidak harus menjaga kami... Kau hanya perlu berjalan bersama kami."

Air mata Hazuki akhirnya jatuh membasahi pipi. Tapi kali adalah air mata dari seseorang yang mungkin mulai percaya bahwa luka tak selamanya membusuk. Dia harus maju walau tanpa mereka.

Hazuki perlahan mengangkat tubuhnya untuk duduk, rambutnya yang merah pucat mulai terurai "...kalau kalian tidak keberatan dengan orang seburuk aku... aku akan ikut."

Wazeng sedikit tersenyum, ia kemudian membuka Tab hologram dan melakukan invite tim pada Hazuki.

Hazuki tersenyum lemah, mendapati pemberitahuan ajakan tim pada tab hologramnya.

...(INVITE TEAM FROM WAZENG)...

...[ACCEPT/REJECT]...

Jari Hazuki nyaris bergerak menyentuh tombol 'ACCEPT' namun tiba-tiba—

...[SYSTEM NOTICE]...

...𝙰𝚗𝚍𝚊 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚒𝚗𝚒 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚊𝚗𝚐𝚐𝚘𝚝𝚊 "𝙴𝙽𝚁𝚈𝚄 𝚃𝙴𝙰𝙼!" 𝚄𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚋𝚎𝚛𝚐𝚊𝚋𝚞𝚗𝚐 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚃𝚒𝚖 𝚕𝚊𝚒𝚗, 𝙰𝚗𝚍𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊𝚕𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚒𝚖 𝙰𝚗𝚍𝚊 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚒𝚗𝚒....

...𝙺𝚎𝚕𝚞𝚊𝚛 𝚍𝚊𝚛𝚒 "𝙴𝙽𝚁𝚈𝚄 𝚃𝙴𝙰𝙼!"? ...

...(𝙰𝚔𝚜𝚒 𝚒𝚗𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚒𝚏𝚊𝚝 𝚙𝚎𝚛𝚖𝚊𝚗𝚎𝚗!)...

...[Y] / [N]...

"Eh..." napas Hazuki tercekat, matanya melotot kecil dengan tangan yang mulai gemetar. Layar biru itu memantulkan wajahnya sendiri— mata yang sudah berkaca-kaca, bibir yang menggigit pelan.

"Bersifat... permanen...?" bisiknya pelan hampir tak terdengar.

Selang beberapa detik, air mata Hazuki jatuh lagi. Tapi kali ini bukan karena kelemahan. Melainkan karena keputusan. Karena perpisahan yang perlu dilakukan.

...----------------...

Tangannya bergerak, jelas, tegas, menekan [Y]–keluar dari Enryu Team

...[SYSTEM]...

...𝙰𝚗𝚍𝚊 𝚔𝚎𝚕𝚞𝚊𝚛 𝚍𝚊𝚛𝚒 "𝙴𝚗𝚛𝚢𝚞 𝚃𝚎𝚊𝚖!"...

...𝚂𝚎𝚖𝚞𝚊 𝙻𝚘𝚐, 𝙲𝚑𝚊𝚝, 𝚙𝚎𝚛𝚝𝚎𝚖𝚙𝚞𝚛𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚛𝚝𝚊 𝚙𝚛𝚘𝚐𝚛𝚎𝚜𝚜 𝚝𝚒𝚖 𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑 𝚍𝚒𝚑𝚊𝚙𝚞𝚜....

...----------------...

...[SYSTEM]...

...𝚊𝚗𝚍𝚊 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚊𝚗𝚐𝚐𝚘𝚝𝚊 𝚍𝚊𝚛𝚒: 𝚔𝚊𝚐𝚎 𝚗𝚘 𝚑𝚒𝚔𝚊𝚛𝚒...

Hazuki menatap layar itu. Napasnya berat. Tangan masih gemetar. Tapi bibirnya untuk pertama kalinya sejak hari itu, melengkung membentuk senyum kecil.

Hazuki berbisik pelan pada dirinya sendiri "...Terima kasih, Enryu... Terima kasih kakak... Sekarang... aku akan melangkah."

Wazeng perlahan berdiri menepuk pundak Hazuki dengan pelan "Kalau begitu... Selamat datang di Kage no Hikari, Hazuki!"

Di luar tenda, Eimi dan Vogaz yang diam-diam mendengar dari luar, saling pandang, lalu tersenyum kecil.

...----------------...

Di langit, seekor burung putih melintas perlahan. Seolah langit pun ikut menyaksikan bergabungnya satu jiwa baru dalam tim yang tak akan pernah sama lagi.

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...TIM KAGE NO HIKARI (4/4)...

...Wazeng...

...Vogaz...

...Eimi...

...Hazuki...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...Requirement to participate in Fragment Beast Quest : Team [4/4] ✅...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

Terpopuler

Comments

Machan

Machan

ayo lebih semangat lagi

2025-08-23

1

Machan

Machan

waah, jadi keluarga baru. ikut terharu aku

2025-08-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!