Perburuan Pertama (?)

...----------------...

...----------------...

Langit masih gelap kebiruan. Embun turun pelan. Suara api unggun yang nyaris padam jadi satu-satunya pengisi sunyi.

Wazeng terbangun lebih dulu. Matanya terbuka perlahan, dan yang pertama dia lihat adalah langit gelap yang sebentar lagi akan berubah menjadi pagi.

Vogaz sudah duduk bersila tak jauh, belati di tangannya diputar pelan. Matanya tidak menatap Wazeng, tapi ia tahu, sahabatnya juga belum tidur nyenyak. "Lu kebangun juga ya."

"Lu juga." Wazeng menghela napas, mengeluarkan sedikit uap akibat suhu dingin.

Sunyi sebentar. Lalu Eimi menggeliat kecil dari dalam jubah yg menyelimuti dirinya, ia perlahan terduduk dengan rambutnya yang berantakan, tapi wajahnya tetap menggemaskan "Hoooaammm... udah pagi...? ....5 jam lagi ya..." suaranya pelan sambil menguap

Eimi kemudian jatuh ke bawah jubah dan nyender ke pangkuan Wazeng tanpa sadar

"Sepertinya hanya dia tertidur nyenyak." ucap Wazeng pada dirinya sendiri sambil membelai lembut rambut Eimi.

Vogaz menatap Wazeng dengan ekpresi jijik "Hah? Lu ngesimp? Gimana kalo sebenarnya itu cuma karakter dia, dan player aslinya om om ugly bastard..."

Wazeng menggeleng masih mengelus rambut Eimi "Ayolah bro... Di dunia nyata gue gak bisa ginian..."

"Lagian, di brosur panduan tertulis; player akan dikirim sesuai dengan gender dan tinggi badan dari dunia nyata, apabila player memilih gender yang berlawanan saat bermain online, maka item item yang bersangkutan akan di ubah sesuai gender." Wazeng berkata pelan agar Eimi tak terbangun

"Tch, Terserahlah, yang penting jangan ngesimp dalam party itu terlihat aneh... apalagi dia baru." Vogaz mendekat lalu berjongkok di depan Eimi, membelakangi api unggun yang telah padam.

Vogaz mencoba membangunkan Eimi dengan menggoyangkan bahunya "kita akan melakukan perburuan dungeon untuk leveling di dungeon Level 35 jadi kau harus bersiap, karena level dungeon ini lebih tinggi daripada levelmu."

Eimi masih setengah sadar, tapi mulai duduk dan membuka matanya yang terasa sangat berat. Eimi senyum lembut ke arah Wazeng, sambil mengelus pipinya dengan matanya yg masih tertutup "Kalau kamu kenapa kenapa di dungeon nanti, bakal aku ciumin sampe sadar lagi ya~?, hehee~" dia perlahan jatuh lagi ke pangkuannya dan lanjut tidur sebentar. Sebuah candaan yg seharusnya hanya numpang lewat, namun dalam telinga Wazeng, hal itu terdengar seperti sebuah pengakuan. Mungkin karena dia terlalu lama sendirian.

Vogaz menatap Wazeng yang cengar cengir dengan tatapan aneh "Apalah ni orang..." Vogaz segera berdiri, melupakan candaan kecil Eimi "Zeng, lu tau tujuan utama kita kan...? Tapi sebelum ke sana, gua mau kita juga mengikuti alurnya. Jangan langsung ke Molthar, anggaplah kita tak bertujuan kesana."

Vogaz kemudian duduk bersila di bawah pohon sambil menyilangkan tangan di dada "...hari ini kita akan masuk dungeon dengan level 35. Tapi kita harus tetap serius... ini juga adalah pertama kalinya kita bertarung secara realtime..." dia berhenti sejenak untuk mengalihkan pandangannya "...yang kemarin gak usah di hitung." gumamnya tak jelas.

Wazeng masih membelai rambut Eimi, tatapannya tetap lembut menikmati keimutan gadis di pangkuannya "Aman, kalau kita kerja sama kayak main game online, kita pasti bisa. Toh cuma ngehalu doang."

"Yah, tapi untuk sekarang bangunkan dulu si kebo itu."

...----------------...

...----------------...

...[Kemarin]...

Pada sore hari dengan langit memerah— setelah Eimi masuk tim, mereka bertiga pun memulai perjalanan ke arah hutan untuk menaikan level, juga untuk beradaptasi. Di sana mereka menemui sarang tenda goblin.

Wazeng mengangkat setengah kepalan tangannya "Musuh," Semua pun berhenti dan bersembunyi di balik semak "Bagaimana, mau lawan?"

ketiganya menatap satu sama lain lalu memberikan anggukan setuju. "Sip, Gaz lu yg kiri, gw kanan. Eimi berikan buff pada kami. Dan jangan hancurkan tendanya, kita akan bermalam disini."

Dengan percaya diri Vogaz melangkah keluar— menampakan diri pada goblin secara terang terangan. Wazeng dan Eimi yang melihat itu hanya terdiam walau diri mereka penuh pertanyaan "Hah?!"

Sebelum beraksi lebih jauh, beberapa goblin mulai berlari menyerang Vogaz dengan gada mereka. Vogaz segera menarik belatinya namun, setelah dia mencoba meluncur dia malah kepleset dan menimpa satu goblin di depan— menyundul, goblin itu pun mati. "Lah?" heran Eimi.

...[Enemy Defeated]...

"Sepertinya mereka bukan tipe musuh yg sulit di kalahkan." gumam Wazeng sambil sedikit tertawa. Ia kemudian ikut keluar dari persembunyian lalu melempar dua belatinya dengan lemparan loyo ke arah goblin yg tersisa dan langsung mengalahkan mereka.

...[Enemy Defeated]...

...[Enemy Defeated]...

Mereka pun menghabiskan malam di hutan pada tenda goblin itu.

...----------------...

...----------------...

1 jam kemudian. Waktu berlalu dengan cepat, matahari telah menampakkan diri sepenuhnya.

"Kita seharusnya jalan satu jam lalu. Dungeon akan dihabisi oleh player lain." Vogaz mengeluh.

"Dungeon bisa nanti. Tapi ini..." Wazeng membelai lembut pipi Eimi sekali lagi, lalu tersenyum "...tak selalu datang dua kali"

Kepala Eimi sedikit bergerak. Alisnya berkerut pelan. Matanya mulai terbuka perlahan, refleks menahan cahaya pagi. Eimi kemudian membeku sesaat melihat wajah Wazeng "...k-kau..."

Wazeng tersenyum hangat "Selamat pagi."

Wajah Eimi memerah, ia pun terduduk cepat "A...aku ketiduran!? Kenapa nggak bangunin aku!?"

Wazeng hanya tertawa kecil, namun sebelum ia berkata kata— Vogaz berdiri dan menepuk tangan untuk mengalihkan perhatian mereka "Baiklah, saatnya melakukan perburuan pertama..."

Eimi perlahan berdiri, merenggangkan badan dan menuju tenda kecil mereka untuk mengambil perlengkapannya di ikuti oleh Wazeng.

...----------------...

Mereka berjalan keluar hutan menuju Utara Ravathen, mencari Dungeon kosong yang belum di taklukan player lain.

Langkah kaki menyusuri tanah lembap. Suara ranting kecil patah, daun basah tergeser. Kabut sudah mulai meredah, menyisakan cahaya matahari yang menari di sela pepohonan.

Eimi berjalan setengah langkah di belakang Wazeng dan Vogaz. Wajahnya masih merah muda sejak insiden 'pangkuan pagi' tadi, dia belum bicara banyak. Tangannya sibuk dengan tongkat sihirnya, seperti mengalihkan pikiran.

...----------------...

Akhirnya mereka tiba pada satu dungeon dengan ukiran level 35 pada tembok batu gerbang dungeon tersebut. Tak ada kata, tak ada suara... Mereka hanya menatap satu sama lain dan mengangguk tanda bahwa mereka siap.

...----------------...

Eimi memegang tongkat sihirnya dengan gemetar dan mereka berjalan masuk. Eimi di tengah, Wazeng di kiri dan Vogaz di kanan. Mereka berjalan makin dalam, makin gelap, dan semakin terasa aura tak wajar.

Dungeon itu sunyi, terlalu sunyi langit langit dungeon meneteskan air sedikit demi sedikit. Di dinding batu terdapat goresan cakar monster atau mungkin goresan dari senjata seseorang. Terdapat juga banyak bangkai monster yang terbunuh dengan brutal. Tidak ada drop item, tidak ada player lain.

"Monster segini dibantai. Pasti sudah ada yang masuk duluan..." ujar Vogaz, matanya melirik kiri kanan untuk mengamati.

Eimi berdiri di tengah lorong, merasa takut dengan hawa mengerikan "kalau sudah ada yang masuk, kenapa kita juga ikut MASUK!? Harusnya kita mencari dungeon lain...Bukankah reward dan lootingan nya sudah diambil duluan?!" suaranya meninggi sedikit kesal, padahal alasan mereka seperti ini marena ulahnya sendiri.

"Hm?" Vogaz menoleh sedikit dengan tatapan aneh "Itu karena kau bangun kesiangan...jadinya kita tel—!"

"A—AAAAHHHHHH!!!"

Tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari kedalaman dungeon dan itu suara perempuan.

Tanpa aba-aba, Wazeng langsung lari duluan menuju arah suara. Vogaz menyusul, Eimi pun ikut berlari menyusul dari belakang sambil menyiapkan sihir pelindung. Lorong semakin sempit. Aura musuh terasa berat dan saat mereka sampai di ujung ruangan itu...

Seorang gadis duduk bersimpuh lemah. Armor-nya sobek sebagian. Di sekelilingnya, tiga tubuh player lain membeku oleh kekuatan sihir yang luar biasa.

"...aku bilang jangan masuk... aku bilang jangan nyerang dulu..." Gadis itu berbisik pada dirinya sendiri, suaranya nyaris hilang

Gadis itu perlahan melirik pada Wazeng, Vogaz dan Eimi di tengah gerbang, sebagian helai rambut merahnya menempel pada wajahnya. Matanya kosong, nafasnya terengah engah, ekspresinya hancur. Seakan dunianya berhenti berputar, tangannya berdarah, tapi dia tidak menangis.

Wazeng mendekat perlahan. Matanya mengamati gadis itu dan 3 player yang tersungkur. Tab hologram ketiga player di samping gadis itu di tersensor, bukan tanda tanya.

Mata Wazeng menyapu ruangan boss yang luas menyadari boss itu belum muncul kembali. Tapi ruangan ini... adalah neraka.

Eimi berlari dan berlutut dekat gadis itu sambil memberikan efek healing "Hey, kami akan membantumu. Tenanglah."

Vogaz menatap tubuh-tubuh di sekitar dengan ekpresi terkejut untuk pertama kalinya "Mereka kena AoE serangan si boss, ya?"

Gadis itu tidak menjawab. Tapi matanya naik, dan menatap langsung ke Wazeng. Wajahnya tak sanggup lagi berekspresi. Tapi dalam matanya, ada rasa hancur "Kalian bukan mereka. Jangan ikut ikut aku. Pergi!" suaranya serak.

Wazeng berdiri tegak, membelakangi gadis itu untuk melindunginya "...nggak." bantah Wazeng dengan tegas.

Dia menoleh ke belakang, tatapannya tajam. Tapi tidak menghakimi "Kamu masih hidup. Itu sudah cukup bagi kami untuk bertarung."

Gadis itu terdiam lalu perlahan berdiri, meski tubuhnya gemetar. Namun Eimi menahannya untuk tetap duduk "Aku..." Suaranya mulai meninggi, tersedu sedu "aku bisa lawan boss itu kalau mereka dengerin aku! Aku bilang tunggu sinyal! Tapi mereka... mereka—!"

Dia menarik napas panjang, lalu menunduk "...jadi, jangan bilang kalian akan selamat. Karena aku... gak bisa jamin."

Eimi perlahan menggeser rambut gadis itu dari wajahnya "Kami gak butuh jaminan. Kami cuma perlu partner yang mau bertarung bareng."

Vogaz berdiri di sebelah Wazeng, membelakangi Eimi dan gadis ketakutan itu "Kalau kamu masih bisa bernafas itu berarti kita bisa keluar dari tempat ini bareng."

Gadis itu menatap ketiganya... diam... lalu akhirnya menerima tawaran "Nama ku... Hazuki..." suaranya pelan, seperti bisikan.

Dia menatap langsung ke punggung Wazeng "Kalau kalian mati, itu bukan salahku. Tapi kalau kalian selamat... aku akan bertahan di samping kalian, setidaknya sampai keluar tempat ini..."

Wazeng menoleh pada gadis itu untuk melihat tab hologramnya.

...[TAB HOLOGRAM]...

...Hazuki (Fighter)...

...Level 38...

...HP 15%...

...MP 9%...

...Member party Enryu...

Terlihat senyum tipis dari ujung bibir Wazeng.

...----------------...

Dan di saat itulah boss dungeon muncul kembali dari balik kegelapan. Suaranya menggetarkan lantai, aura dingin mengalir dari celah-celah dinding.

Wazeng menyiapkan belatinya, menekuk lutut posisi siap tempur "Kalau begitu... Bertarunglah di belakangku!"

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

Terpopuler

Comments

Machan

Machan

gua kira typo pas nulis, taunya baca ke bawah masih sama. utk_untuk, gosah disingkat, bang

2025-08-21

1

Machan

Machan

ukhuk, gue batuk nih

2025-08-21

1

Machan

Machan

Ups, ada sesuatu ini

2025-08-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!