Typing... Tapi Nggak Dibales
Centang Dua Biru, Tapi Sunyi
Raka
"Selamat pagi, Nad. Jangan lupa sarapan ya. Soalnya kamu butuh energi... buat nolak aku hari ini."
Raka
"Kalau kamu jadi mata pelajaran, aku mau ulangan tiap hari. Biar bisa ketemu kamu terus."
Raka
"Kalau kamu jadi soal ujian, aku yakin nggak bakal nyontek. Soalnya jawabannya cuma satu: kamu."
> (Centang dua, tidak dibalas)
---
Raka menatap layar ponsel dengan ekspresi… campuran antara optimisme dan kebodohan abadi.
Raka
"Dia udah bangun pasti. Centangnya udah dua. Tapi kenapa nggak dibales?"
Rio, sahabat karib sekaligus komentator setia hidup Raka, duduk di sebelahnya sambil nyeruput kopi sachet dari kantin.
Rio
"Rak, boleh jujur nggak?"
Raka
"Lu udah jujur dari kemarin-kemarin, dan gue tetep ngegas."
Rio
"Oke. Tapi lu sadar kan, dia udah nggak seantusias dulu?"
Raka berpikir sejenak, lalu mengangkat bahu.
Raka
"Bisa jadi sinyalnya jelek. Atau dia lagi PMS. Atau... HP-nya jatuh ke kolam renang?"
Rio hanya menghela napas panjang.
Nia
"Nad, kamu udah ngerjain PR fisika belum?"
Nadya
"Udah sih, tapi kayaknya salah semua. Soal nomor 3 tuh aneh banget."
Nia
"Eh, ngomong-ngomong, Rayhan ngajak kamu ngobrol mulu ya akhir-akhir ini?"
Nadya
"Nggak juga. Dia cuma bantuin PR kemarin."
Nia
"Tapi kalian duduk bareng di perpus, terus makan bareng pas istirahat? Itu cuma PR?"
Nadia tidak menjawab, hanya senyum sambil memainkan pulpen.
Tapi di belakang mereka...
...Raka yang baru masuk kelas, melihat semuanya.
Matanya menangkap tawa Nadia. Bukan ke dia. Tapi ke orang lain.
Raka
(21.00)
"Hari ini kamu cantik banget... eh tapi ya tiap hari juga cantik sih. Jadi ini udah biasa ya."
Raka
(21.15)
"Nad? Kamu tidur?"
> (Centang dua, tetap tidak dibalas)
Raka
(21.40)
"Kalau kamu bahagia sama orang lain, bilang aja ya. Biar aku berhenti berharap."
Raka
(22.10)
"Atau... mungkin aku cuma pelarian buat kamu?"
Raka scroll IG sambil rebahan. Jari-jarinya berhenti saat melihat story terbaru.
Nadia & Rayhan
📍 Kantin belakang – Makan bareng, wkwk anak Fisika vs anak Bahasa katanya 😄
Wajah mereka cerah. Tertawa. Natural. Tanpa gombal.
Raka
> "Selama ini aku pikir, aku lucu. Aku pikir aku bikin dia ketawa. Tapi ternyata... yang bisa bikin dia ketawa beneran, bukan aku. Aku cuma pengisi waktu luang. Sementara dia nunggu orang yang bener."
Rio
(08.21)
"Rak, lu masuk sekolah nggak?"
Raka
(08.22)
"Males. Gue bangun tapi hati gue masih tidur."
Rio
(08.22)
"Lu nggak apa-apa?"
Raka
(08.22)
"Biasa aja. Cuma... capek aja ngasih perhatian ke orang yang nungguin orang lain."
Hari-hari Raka mulai berubah. Tidak ada lagi gombalan pagi. Tidak ada lagi kalimat absurd seperti,
"Nad, kamu tau nggak kenapa matahari terbit dari timur? Soalnya kalo dari barat, aku nggak bisa lihat senyummu duluan."
Di kelas, dia mulai duduk paling belakang. Diam. Tatapannya kosong. Hanya menatap papan tulis, seolah sedang belajar, padahal pikirannya berteriak:
> (Dibaca, tidak dibalas)
Nadya
(20.50)
"Kamu kenapa nggak masuk hari ini?"
> (Dibaca... tetap sunyi)
Nadya
(21.15)
"Aku nggak enak. Beneran."
> (Centang dua biru. Tak ada balasan)
Raka, si badut sekolah, mulai mengunci mulutnya. Bukan karena marah. Tapi karena lelah.
Lelah mengetik panjang lebar, hanya untuk dibaca lalu dilupakan.
Semua perhatian yang dulu gratis, kini jadi mahal.
Semua candaan yang dulu ringan, kini terasa berat.
Dan untuk pertama kalinya...
> Raka berhenti mengetik.
---
Comments