PANGGILAN DI MALAM HARI

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam ketika suara ketukan keras menggema di pintu Puskesmas. Dina yang tengah beristirahat di ruang jaga terlonjak kaget, lalu bergegas membuka. Dari balik pintu, tampak seorang laki-laki muda dengan wajah panik dan napas tersengal.

“Pak Firman butuh bantuan, Bu Bidan! Sesak nafasnya kambuh! Tolong... tolong Dokter juga ikut ke rumah!”

Dina tertegun. “Sekarang?! Tapi dokter Raka juga sedang pergi ke jorong sebelah buat ngobatin orang juga, Dek!” lanjut Dina sedikit panik sambil tetap menyiapkan tas pertolongan pertama. “Yang ada cuma dokter Kirana!”

Tampak lelaki muda itu terdiam dan berpikir. “Tidak apa-apa Bu Bidan. Yang penting pasien nya ditolong dulu!! Dia udah nggak bisa ngomong!” pemuda itu memelas.

Tanpa pikir panjang, Dina segera berlari ke rumah dinas Kirana yang hanya berjarak beberapa langkah dari ruang jaga.

Dina mengetuk keras. “Dok! Ada pasien gawat! Sesak napas parah! Keluarganya minta kamu ikut ke rumahnya!”

Kirana yang sudah bersiap tidur sontak bangun. Pasien?  Setengah sadar, ia langsung menarik jaket, memasang hijab kaos dan menyambar tas medis kecil.

“Mereka tinggal di mana?” tanya Kirana mengiringi langkah Dina ke arah Puskesmas.

“Jorong Kampuang Ateh, sekitar sepuluh menit jalan kaki, tapi...”

“Tapi apa?” tanya Kirana cepat.

Dina menggigit bibir. “Itu rumah laki-laki. Malam-malam begini, perempuan keluar rumah, apalagi datang ke rumah laki-laki — bisa dianggap pelanggaran adat.”

Kirana menahan langkahnya sesaat. Ingatan tentang kemarahan Nyiak Rosma masih segar. Tapi ini soal nyawa. Ia menatap Dina, lalu berkata pelan tapi pasti, “Ini gangguan nafas! Kalau aku tidak datang, dia bisa meninggal, kan?”

Dina mengangguk pelan. “Kalau begitu… Aku ikut!” Dina juga membawa kotak P3K yang tadi sudah disiapkan nya. Lalu menyempatkan untuk mengetik pesan kepada dokter Raka, pimpinan Puskesmas yang sebenarnya juga bertugas jaga malam ini.

Langkah dua perempuan itu cepat dan terengah di jalan tanah yang becek, mengiringi pemuda yang tadi memanggil mereka. Lampu senter dari ponsel menerangi jalanan kecil di antara semak dan rumah-rumah panggung yang sudah gelap. Suara jangkrik memekakkan telinga, dan kabut mulai turun dari bukit.

Rumah Pak Firman terletak di tepi sungai kecil, hanya diterangi satu lampu minyak di teras. Ketika Kirana masuk, aroma apek bercampur asap kayu langsung menyeruak. Di dalam, Pak Firman terbaring di lantai, dada naik turun tak beraturan, wajahnya pucat kebiruan.

“Bismillah,” gumam Kirana sambil membuka tas. Ia memasang oksigen portable yang selalu ia bawa, menyuntikkan bronkodilator, dan mengecek saturasi. Wajahnya tegang, sementara tangannya bergerak dengan cepat dibantu oleh Dina yang mengecek tekanan darah.

Beberapa warga mulai berdatangan, menonton dari ambang pintu dengan wajah penuh tanya. Bisik-bisik terdengar pelan, makin lama makin jelas.

“Itu dokter baru ya? Perempuan? Malam-malam ke rumah laki-laki?”

“Katonyo urang kota tak tahu sopan santun...”

Dina menoleh dengan resah, tapi Kirana tetap fokus.

Setelah lima belas menit, kondisi Pak Firman mulai stabil. Ia bisa bicara pelan, lalu tersenyum lemah. “Terima kasih, Dok...”

Kirana membalas senyum itu. “Besok harus ke Puskesmas ya, saya mau cek ulang.”

Saat mereka keluar dari rumah, puluhan pasang mata menatap mereka dari kegelapan. Salah satu dari mereka, seorang lelaki tua berbaju koko, langsung menyergah.

“Dokter!!”

Langkah Kirana terhenti. “Iya, Pak?” Gadis itu sedikit terkejut dengan nada tinggi pria tua yang memanggil nya itu.

“Berani sekali  kamu datang ke rumah lelaki... malam-malam... tanpa izin tetua kampung?!”

Dina yang sebenarnya takut, buru-buru maju. “Pak, kami datang karena ada pasien gawat. Ini soal nyawa!”

Dina tahu, kalau pria tua itu fokus ke kehadiran Kirana. Sementara Dina yang sudah hampir dua tahun di daerah ini, sudah ‘mengaku induk’ (menjadi anak angkat) di sini dan sudah dianggap sebagai warga kampung ini.

Tapi pria itu tak peduli. “Adat di sini bukan mainan! Perempuan keluar malam, apalagi ke rumah laki-laki yang bukan suaminya — bisa dikenai sanksi!”

Kirana diam. Nafasnya berat. Wajah-wajah warga menatap dengan ekspresi antara marah, bingung, dan heran. Tapi sebelum Kirana sempat menjawab, suara berat dari arah jalan memecah kerumunan.

“Tapi, Pak! Kami ini tenaga kesehatan! Tidak akan berbuat macam-macam. Lagian saya ini dipanggil! Bukan ujug-ujug datang ke sini!”

Bisik-bisik terdengar makin keras. Ada yang membenarkan, Ada pula yang tetap kukuh mendukung Pak Tua itu.

“Cukup!!”

Semua kepala menoleh ke asal suara yang datang dari arah perkampungan. Di bawah cahaya remang lampu minyak, dr. Raka datang  — mengenakan jaket dan sarung, wajahnya terlihat datar seperti biasa, namun tatapan nya tajam.

“Saya sudah dengar semuanya, Mak Uniang," ucap Raka kepada lelaki tua yang masih tampak marah itu.

"Dokter Kirana hanya bertindak sesuai tugas. Menolong orang yang hampir mati. Kalau karena itu dia dianggap melanggar adat, maka saya juga ikut bersalah.”

“Raka—” Lelaki tua itu tampak terdiam.

“Seandainya saya tidak ke kampung sebelah untuk mengobati pasien lain, tentu saya yang datang ke sini!" sambung Raka. "Dan besok pagi, siapa pun yang tidak setuju jika permasalahan ini selesai sampai di sini, boleh datang langsung ke ruangan saya. Kita bicarakan baik-baik."

Lelaki tua yang dipanggil Mak Uniang itu tidak lagi bisa bicara. Dokter Raka adalah orang yang disegani di kampung ini. Entah berapa puluh kali pria itu menyelamatkan warga dengan cuma-cuma.

"Baiklah!" akhirnya pria tua itu mengalah. "Tapi, saya tidak ingin lagi melihat wanita itu mengobati laki-laki di kampung ini!"

Raka menarik nafas. Ia tahu, apa pun yang akan disampaikan nya, pria tua itu tidak akan menerima. "Nanti kita bicarakan lagi. Yang penting malam ini, saya harus membawa pulang dua staf saya ini kembali ke Puskesmas!"

Suasana hening sejenak. Orang-orang saling pandang. Perlahan, satu per satu orang-orang itu pun membubarkan diri.

Kirana menatap Raka yang berjalan mendekat. “Terima kasih.”

Raka menggeleng. “Jangan ucapkan terima kasih. Saya hanya melakukan tugas saya sebagai dokter dan pimpinan Puskesmas.”

Lalu, sebelum berbalik pergi, ia berkata pelan, “Besok kita bicara di ruang saya. Ada yang perlu saya sampaikan.”

Malam itu, Kirana melangkah  di bawah langit Talago Kapur. Jantungnya masih berdebar, bukan hanya karena ketegangan... tapi karena ia merasakan kharisma dari pria dingin yang dari awal pertemuan memandang remeh dirinya.

Sepertinya Kirana mulai mengagumi pria itu.

***

Episodes
1 Asap Kopi, Jalan Berliku dan Pimpinan yang Dingin
2 Tantangan Pertama
3 PANGGILAN DI MALAM HARI
4 TEGURAN ADAT
5 YANG TIDAK SUKA DAN SUKA
6 KISAH RAKA
7 KUNJUNGAN RUMAH DI JALANAN LICIN
8 MEMBUKTIKAN DENGAN TINDAKAN
9 BANGUNAN TUA
10 KISAH ANNA VAN WIJK
11 MULAI MENYUSURI
12 RASA PENASARAN RAKA
13 TUBUHKU DI SINI, JIWAKU DI SANA
14 MISTERI DIBALIK PENEMUAN ITU
15 MATAHARI DARI BARAT
16 MENCARI JEJAK
17 PETUNJUK TIGA BATU
18 DUNIA LAIN
19 TABIB DI TENGAH PEPERANGAN
20 MULAI MENCARI
21 IDENTITAS PRIA TUA ITU
22 TABIB AGUNG
23 PERTEMUAN RAKA DAN KIRANA
24 SANG ELYSIUMA
25 RUANG SIMETRI WAKTU
26 MISI BELUM SELESAI
27 EKSPEDISI PERTAMA
28 SERANGAN MUSUH
29 PEPERANGAN YANG TAK BISA DIHINDARI
30 BERSEMBUNYI DI GUA
31 MENYUSURI JALAN
32 BAYANGAN NAGA DAN MAHKOTA GUNUNG
33 JALAN KELUAR
34 MENGATUR STRATEGI
35 API DI TENGAH LEMBAH
36 SIDANG API DAN BAYANGAN
37 UJIAN YANG TIDAK DIAKUI
38 PERUNDINGAN
39 MENCARI PERUT NAGA
40 KEPUTUSAN SUKU BAR-BAR
41 KEBIMBANGAN LEONTES
42 KERINDUAN KIRANA
43 PERNIKAHAN AGUNG
44 MELANJUTKAN MISI
45 ARMADA BERLAYAR
46 PERTARUNGAN DENGAN PENJAGA PINTU
47 DARATAN YANG SALAH
48 DI PERSINGGAHAN
49 API DARI PEDALAMAN
50 API DAN CAHAYA
51 RAHASIA LELUHUR
52 BAYANGAN MASA LALU
53 MENUJU SWARNADWIPA
54 GUNUNG MARAPI
55 MAHARAJA DIRAJA
56 DI BALIK DENTUMAN MERIAM
57 PERTEMUAN KEMBALI
58 BERJUMPA SANG PRESIDEN
59 KERIS DATUK KATUMANGGUNGAN
60 PENYERGAPAN
61 MENUJU DARMASRAYA
62 MEMBAGI LANGKAH
63 HARIMAU PENJAGA
64 PERTOLONGAN RAKA DAN KIRANA
65 SIBUNIAN
66 PERSINGGAHAN DI NAGARI ABAI
67 SAMPAI DI BIDAR ALAM
68 MENUJU GUA WARNA WARNI
69 RAHASIA GUA WARNA WARNI
70 SIMPUL TAKDIR
71 HARI YANG SAMA NUANSA BERDEDA
72 JEJAK YANG TERSISA
73 PERTEMUAN DI GUA BATU BUNDO
74 TEKAD BARU
75 LANGKAH AWAL
76 KABAR DAN TAKDIR
77 HARI PERTAMA
78 PARA BEBEK
79 TEGURAN dr.RAKA
80 OPERASI PERTAMA
81 JALAN HIDUP YANG DIPILIH
82 DI ANTARA SUNYI DAN RIUH KOTA TUA
83 PRESENTASI KASUS PERTAMA
84 PRIA DI BALIK PINTU
85 MIMPI BERALIH NYATA
86 NAMANYA ARUMI
87 SITUASI YANG MENYESAKKAN
88 TATAPAN YANG TAK TERUCAP
89 PUJIAN UNTUK KIRANA
90 DI BAWAH WARUNG TENDA
91 PERBINCANGAN MENDALAM
92 RESONANSI
93 DI BAWAH TATAPAN RAKA
94 MIMPI TERASA NYATA
95 DI BATAS KESADARAN
96 KEGELISAHAN ARUMI
97 RAHASIA MILIK MEREKA
98 RIAK DI BALIK RUANG BEDAH
99 SUASANA BARU
100 PERJALANAN KE MANDEH
101 RAHASIA YANG DISIMPAN
102 SETELAH BADAI
103 KEMBALI KE AKTIVITAS
104 AWAL DAN AKHIR
105 LONGSOR SITINJAU LAUT
106 PENGAKUAN
107 PERJALANAN PULANG
108 RAHASIA KITA
109 DI ANTARA WAKTU YANG BERLARI
110 UJIAN PERTAMA HUBUNGAN MEREKA
111 TEKAD RAKA
112 PENOLAKAN DAN TAKDIR
113 PERTEMUAN KELUARGA
114 pengumuman istirahat
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Asap Kopi, Jalan Berliku dan Pimpinan yang Dingin
2
Tantangan Pertama
3
PANGGILAN DI MALAM HARI
4
TEGURAN ADAT
5
YANG TIDAK SUKA DAN SUKA
6
KISAH RAKA
7
KUNJUNGAN RUMAH DI JALANAN LICIN
8
MEMBUKTIKAN DENGAN TINDAKAN
9
BANGUNAN TUA
10
KISAH ANNA VAN WIJK
11
MULAI MENYUSURI
12
RASA PENASARAN RAKA
13
TUBUHKU DI SINI, JIWAKU DI SANA
14
MISTERI DIBALIK PENEMUAN ITU
15
MATAHARI DARI BARAT
16
MENCARI JEJAK
17
PETUNJUK TIGA BATU
18
DUNIA LAIN
19
TABIB DI TENGAH PEPERANGAN
20
MULAI MENCARI
21
IDENTITAS PRIA TUA ITU
22
TABIB AGUNG
23
PERTEMUAN RAKA DAN KIRANA
24
SANG ELYSIUMA
25
RUANG SIMETRI WAKTU
26
MISI BELUM SELESAI
27
EKSPEDISI PERTAMA
28
SERANGAN MUSUH
29
PEPERANGAN YANG TAK BISA DIHINDARI
30
BERSEMBUNYI DI GUA
31
MENYUSURI JALAN
32
BAYANGAN NAGA DAN MAHKOTA GUNUNG
33
JALAN KELUAR
34
MENGATUR STRATEGI
35
API DI TENGAH LEMBAH
36
SIDANG API DAN BAYANGAN
37
UJIAN YANG TIDAK DIAKUI
38
PERUNDINGAN
39
MENCARI PERUT NAGA
40
KEPUTUSAN SUKU BAR-BAR
41
KEBIMBANGAN LEONTES
42
KERINDUAN KIRANA
43
PERNIKAHAN AGUNG
44
MELANJUTKAN MISI
45
ARMADA BERLAYAR
46
PERTARUNGAN DENGAN PENJAGA PINTU
47
DARATAN YANG SALAH
48
DI PERSINGGAHAN
49
API DARI PEDALAMAN
50
API DAN CAHAYA
51
RAHASIA LELUHUR
52
BAYANGAN MASA LALU
53
MENUJU SWARNADWIPA
54
GUNUNG MARAPI
55
MAHARAJA DIRAJA
56
DI BALIK DENTUMAN MERIAM
57
PERTEMUAN KEMBALI
58
BERJUMPA SANG PRESIDEN
59
KERIS DATUK KATUMANGGUNGAN
60
PENYERGAPAN
61
MENUJU DARMASRAYA
62
MEMBAGI LANGKAH
63
HARIMAU PENJAGA
64
PERTOLONGAN RAKA DAN KIRANA
65
SIBUNIAN
66
PERSINGGAHAN DI NAGARI ABAI
67
SAMPAI DI BIDAR ALAM
68
MENUJU GUA WARNA WARNI
69
RAHASIA GUA WARNA WARNI
70
SIMPUL TAKDIR
71
HARI YANG SAMA NUANSA BERDEDA
72
JEJAK YANG TERSISA
73
PERTEMUAN DI GUA BATU BUNDO
74
TEKAD BARU
75
LANGKAH AWAL
76
KABAR DAN TAKDIR
77
HARI PERTAMA
78
PARA BEBEK
79
TEGURAN dr.RAKA
80
OPERASI PERTAMA
81
JALAN HIDUP YANG DIPILIH
82
DI ANTARA SUNYI DAN RIUH KOTA TUA
83
PRESENTASI KASUS PERTAMA
84
PRIA DI BALIK PINTU
85
MIMPI BERALIH NYATA
86
NAMANYA ARUMI
87
SITUASI YANG MENYESAKKAN
88
TATAPAN YANG TAK TERUCAP
89
PUJIAN UNTUK KIRANA
90
DI BAWAH WARUNG TENDA
91
PERBINCANGAN MENDALAM
92
RESONANSI
93
DI BAWAH TATAPAN RAKA
94
MIMPI TERASA NYATA
95
DI BATAS KESADARAN
96
KEGELISAHAN ARUMI
97
RAHASIA MILIK MEREKA
98
RIAK DI BALIK RUANG BEDAH
99
SUASANA BARU
100
PERJALANAN KE MANDEH
101
RAHASIA YANG DISIMPAN
102
SETELAH BADAI
103
KEMBALI KE AKTIVITAS
104
AWAL DAN AKHIR
105
LONGSOR SITINJAU LAUT
106
PENGAKUAN
107
PERJALANAN PULANG
108
RAHASIA KITA
109
DI ANTARA WAKTU YANG BERLARI
110
UJIAN PERTAMA HUBUNGAN MEREKA
111
TEKAD RAKA
112
PENOLAKAN DAN TAKDIR
113
PERTEMUAN KELUARGA
114
pengumuman istirahat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!