Areta memukul stir mobil miliknya, tatapan tidak suka dan marah pun begitu terlihat dari sorot matanya yang masih menatap kearah mereka berempat.
" Tommy, bantu aku memberi pelajaran untuk seseorang " Ucap Areta dari balik ponselnya.
" Oke, berapa kamu akan membayar ku ? Untuk tugas ini "
" 500 juta, uang akan aku transfer nanti malam "
" Oke, kirim foto nya "
Areta menutup panggilan itu dan segera beralih ke kolam pesan dan mengirim foto Vanilla pada pria yang baru saja dia telpon, dan juga dia mengirim separuh uang yang dia sudah janjikan.
* * *
" Kalian, anggap saja apartemen sendiri. Aku masak dulu " Pamit Vanilla pada ketiga nya yang langsung duduk di ruang tamu, dan satu-satunya perempuan itu berjalan kearah dapur.
" Oke " jawab Milan
Vanilla terlalu sibuk dengan masakannya, dia bahkan tidak memperdulikan sama sekali ketiga pria yang sedang duduk di ruang tamu miliknya.
Ketiganya terlihat begitu canggung, apalagi Milan dan Java. Milan sebenernya tahu siapa Java Hanendra begitu juga dengan Theo, namun keduanya pura-pura tidak tahu. Walaupun pria itu dalam pengawasan keduanya.
" Pak Milan, saya dengar tadi anda demam ? " tanya Java mencoba menghalau ketegangan diantara mereka.
" Sudah sehat " Jawaban singkat itu memang selalu dia berikan kepada setiap orang yang dia temui kecuali Vanilla dan Theo.
" Kamu, memang sering main ke apartemen Vanilla ? " Tanya Theo, dia berusaha mencairkan ketegangan antara atasan dan asisten itu.
" Tidak pak Theo, hanya beberapa kali saja saya mampir itupun dengan yang lain "
Ada kelegaan di hati Milan mendengar jawaban dari Java, karena sejujurnya Milan tidak suka dengan kedekatan asistennya itu dengan Vanilla. Dan pertanyaan yang di lontarkan Theo adalah pertanyaan yang ingin sekali dia tanyakan, namun karena dia bukan pria pandai mengungkapkan apa yang dia rasa segala hal hanya ingin dia pendam sendiri.
" Hallo . . . hallo . . . Makanan sudah siap " Vanilla memang sudah menata dengan rapi semua masakan yang dia buat diatas meja.
Ketiga nya langsung berdiri dan berjalan kearah meja makan, seperti layaknya anak-anak yang sudah disiapkan makanan oleh ibunya ketiganya duduk dengan rapi.
Mereka bertiga begitu asyik menikmati makan malam masakan Vanilla, sedangkan perempuan itu sibuk dengan benda pipih yang sedari tadi berbunyi.
" Nggak makan dek ? " tanya Theo yang reflek membuat Java dan Milan melihat kearah Vanilla, dan benar perempuan itu sibuk dengan ponsel miliknya.
" Kalian makan aja " Jawab Vanilla masih fokus dengan ponsel nya.
" Sabia, kerjaan itu nggak akan ada abisnya. Kalau kamu nggak makan, kamu bakalan sakit " Java mencoba mengambil ponsel milik Vanilla dan mulai mengambil beberapa menu makanan.
" Makan " Titah Java sambil meletakkan makanan yang sudah dia taruh diatas piring, dan sudah di letakkan di hadapan Vanilla.
" Tapi masih kenyang Jav "
" Makan lah " Java mengambil sendok yang ada piring, dan mencoba menyuapi Vanilla namun di tolak oleh Vanilla.
" Iya, aku makan " Vanilla mengambil alih sendok yang di pegang Java.
" Apa pekerjaan yang saya berikan terlalu banyak Vanilla ? " Milan menatap kearah Vanilla, dengan tatapan penuh kekhawatiran. Khawatir jika selama ini dia terlalu, jahat dengan perempuan yang dia suka.
Vanilla menggeleng " No, semua sesuai porsi nya abang. Aman "
Theo yang sedari menikmati makan malamnya dan menikmati drama dua pria saling berusaha mengekspose rasa sukanya pada Vanilla, namun saat mendengar Vanilla memanggil 'Abang' rasanya makanan yang sudah di dalam tenggorokan sulit tertelan.
" Cari panggilan lain lah dek, masa iya abang " protesnya sambil meminum air putih yang letaknya tidak jauh dari piring miliknya.
" So, harus manggil apa ? Abang Milan juga nggak mau di panggil pak saat tidak kerja. Simple aja, kalian sebut deh pengen di panggil apa sama aku " Vanilla terlihat kesel mendengar protes dari Theo.
" Kalau aku, panggil Java aja Va. Atau sayang juga boleh " Java terlihat seperti bercanda namun sejujurnya saat berkata itu, dia berharap Vanilla akan benar-benar memanggil dirinya dengan sayang.
Namun Vanilla dan Theo langsung reflek tertawa, berbeda dengan Milan yang mukanya langsung berubah merah padam.
" Serius Va " Ucap Java kembali dengan muka serius namun Vanilla masih tetap tertawa.
" Udah deh, kalian selesaikan makan aja " Vanilla bangun dari duduknya dan berjalan kearah dapur, dia sedari tadi memang memasang headset di telinganya namun tetap bisa nyambung dengan yang lain.
" Va " Panggilan itu berhasil membuat Vanilla terkejut dan menoleh, dan disana sudah ada Milan dengan tumpukan piring.
" Eh mas, sini biar aku aja " Vanilla berniat mengambil piring yang ada di tangan Milan namun pria itu menolak.
" Aku aja yang nyuci, kamu udah masak tadi "
Vanilla tersenyum dan sedikit menjauh, dan mempersilahkan Milan untuk mencuci piring.
" Aku tinggal anter buah dulu ya " pamit Vanilla yang mendapat anggukan dari Milan.
' Kamu suka kamu '
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments