SUAMIKU DI RANJANG SAHABATKU

SUAMIKU DI RANJANG SAHABATKU

Hotel itu dan dua orang yang ku kenal..

Malam itu aku datang membawa kejutan.

Sebuah kue ulang tahun kecil yang kubeli sepulang kerja, lengkap dengan lilin mungil berbentuk angka tiga dan dua. Raka tak tahu kalau aku datang diam-diam ke hotel tempat dia menginap untuk urusan kantor. Kupikir, mungkin sedikit kejutan bisa memperbaiki suasana antara kami yang akhir-akhir ini terasa dingin.

Kupeluk kotak kue itu di dada, dan langkahku mantap menapaki lorong hotel. Nomor kamar yang diberinya: 1205. Tanganku sempat gemetar saat akan mengetuk, tapi akhirnya aku tekan bel.

Tak ada jawaban.

Kutekan lagi—kali ini lebih lama.

Hening. Tapi suara samar-samar dari dalam membuatku ragu. Kudekatkan telingaku ke pintu, dan detik berikutnya, jantungku seolah berhenti berdetak.

Itu suara tawa perempuan.

Bersahut dengan suara Raka… suamiku.

Dan entah kenapa, aku tahu betul suara tawa itu.

Suara yang dulu selalu menertawai lelucon konyolku saat kuliah. Suara yang pernah menemaniku menangis di malam terburuk dalam hidupku.

Itu suara Tania.

Entah dari mana aku mendapatkan kekuatan untuk mengambil kartu cadangan dari resepsionis. Mungkin dari kekecewaan yang tak bisa ditahan lagi. Atau mungkin dari pengkhianatan yang selama ini kurasakan, tapi tak pernah kuakui.

Kunci terbuka. Pintu bergerak perlahan.

Dan dunia runtuh di depan mataku.

Di sana.

Di atas ranjang hotel itu…

Raka dan Tania.

Tanpa selimut.

Tanpa penyesalan.

Tanpa tahu aku berdiri di ambang pintu, dengan kue ulang tahun masih di tanganku yang bergetar.

Tania menoleh lebih dulu. Tatapan matanya membeku, lalu berubah panik.

“Nayla—”

Ia bahkan belum sempat menarik selimut ketika aku melangkah mundur, menjatuhkan kotak kue di lantai yang dingin, dan lari sekencang mungkin keluar dari kamar itu.

Lorong hotel terasa seperti liang gelap yang menyeretku ke neraka. Tangisku pecah, tercekik di tenggorokan. Setiap langkah terasa berat, seolah kakiku terbelit rantai rasa sakit.

Kupencet tombol lift berkali-kali, tapi pintu belum juga terbuka. Tanganku gemetar, dan tubuhku mulai kehilangan keseimbangan.

“Bu… Anda tidak apa-apa?” seorang resepsionis wanita mendekat dengan wajah cemas.

Aku tidak bisa menjawab. Hanya bisa menggeleng.

Sampai akhirnya aku keluar dari hotel itu, menembus malam Jakarta yang dingin, dan terduduk di trotoar dengan napas terengah-engah.

Hatiku hancur.

Suamiku.

Dan sahabatku.

Di ranjang yang sama.

Beberapa menit berlalu. Entah berapa. Aku tak peduli.

Tapi saat aku menyentuh perutku…

Ada rasa mual yang mendadak menyergap.

Bukan karena jijik, bukan karena tangis… tapi tubuhku yang menolak semuanya.

Aku membungkuk, memuntahkan isi perutku di sela tangis yang makin keras. Dan ketika kubuka mata…

Aku terdiam.

Oh Tuhan… bisa jadi aku hamil.

Tubuhku masih gemetar saat akhirnya aku duduk di dalam taksi. Supir taksi itu sempat menoleh padaku dengan ragu, mungkin karena melihat mataku yang sembab dan gaun yang basah oleh hujan sisa air mataku sendiri.

"Arah mana, Bu?"

Aku menyebut alamat rumahku, pelan, hampir tak terdengar. Suaraku serak—seperti jiwaku baru saja direnggut.

Sepanjang perjalanan, pikiranku dipenuhi suara itu. Suara Tania yang tertawa, lalu berubah gugup. Suara Raka memanggil namaku saat aku berlari keluar kamar. Tapi yang lebih menyakitkan bukan hanya pengkhianatan mereka, tapi kenyataan bahwa aku selalu mempercayai mereka.

Tania adalah sahabatku sejak kuliah. Kami berbagi banyak hal—termasuk rasa sakit. Dia tahu betul perjuanganku mendapatkan kepercayaan Raka, dia tahu betul luka masa kecilku karena ayah yang meninggalkan kami. Tapi tetap saja… dia hancurkan hidupku.

Dan Raka... suamiku. Lelaki yang pernah bersumpah tak akan membuatku menangis seperti ibuku dulu.

Semua itu bohong.

Setibanya di rumah, aku langsung masuk ke kamar mandi. Kupandangi wajahku di depan cermin.

Mataku bengkak. Bibirku pucat. Bahuku menegang.

Aku merasa seperti orang asing di tubuhku sendiri.

Kupeluk perutku. Entah benar atau tidak, entah hanya firasat atau sekadar ketakutan… aku merasa ada kehidupan kecil di dalam sana. Jika benar aku hamil, bagaimana aku bisa membesarkan anak ini dengan ayah seperti Raka?

Air mataku kembali mengalir. Kali ini tanpa suara. Tangisan yang paling sunyi… adalah tangisan yang tak lagi mampu menjerit.

Ponselku berdering. Nama itu muncul di layar:

📲 Raka

Aku menatapnya lama. Tanganku gemetar, tapi aku tidak mengangkat.

Detik berikutnya, sebuah pesan masuk:

"Nayla, aku bisa jelaskan semuanya. Tolong angkat."

Menjelaskan? Apa yang mau dijelaskan? Bahwa ranjang hotel itu hanya 'kesalahan'? Bahwa dia tidak sengaja jatuh ke pelukan Tania?

Tidak. Kali ini aku tidak ingin mendengar.

Esok paginya, aku pergi ke klinik tanpa memberitahu siapa pun. Aku butuh kepastian—tentang tubuhku sendiri. Tentang kehidupanku yang mungkin berubah dalam hitungan minggu.

Perawat mengajakku ke ruangan kecil. Pemeriksaan dilakukan. Dan beberapa menit kemudian, dokter datang dengan hasil.

"Selamat ya, Bu Nayla," katanya dengan senyum lembut, "Anda hamil. Usianya sekitar lima minggu."

Hatiku tercekat.

Lima minggu? Itu artinya… malam saat kami terakhir bercinta, sebelum Raka mulai sibuk dengan ‘urusan kantor’.

Aku hamil.

Tapi bagaimana aku bisa menyambut kabar ini dengan bahagia, saat tahu ayah dari anakku—adalah suami yang mengkhianatiku?

Di dalam kamar, malam harinya, aku duduk sendirian dengan secarik kertas putih. Kertas itu kosong—seperti hidupku yang baru saja hancur.

Kupikir, mungkin aku harus pergi. Keluar dari rumah ini. Dari kota ini. Menyelamatkan anakku dari lingkungan yang penuh kebohongan.

Tapi aku juga takut. Takut hidup sendiri. Takut menghadapi dunia dengan perut yang makin membesar.

Kukira pernikahan adalah rumah. Ternyata… aku cuma tamu yang ditipu kenyamanan sementara.

📩 Pesan masuk lagi.

Dari Tania.

"Nay, aku minta maaf. Aku nggak pernah niat nyakitin kamu. Aku sayang kamu sebagai sahabat. Tapi semuanya terjadi begitu saja. Aku juga bingung..."

Tanganku mengepal.

"Terjadi begitu saja?"

Aku ingin membalas. Tapi kata-kataku hanya tertulis di kepala. Tak pernah benar-benar kuketik.

Aku hanya menatap layar, lalu melempar ponsel ke ranjang.

Mataku menatap langit-langit kamar, dan akhirnya, aku bicara—bukan pada siapa pun—tapi pada bayi kecil yang kini hadir di dalam tubuhku:

"Maaf ya, Nak… dunia ini nggak sebaik yang Mama kira."

Terpopuler

Comments

Adinda

Adinda

harusnya pelakor diberi pelajaran dulu biar malu

2025-07-19

1

Anonymous

Anonymous

jambak dulu gak sih si Tania??

2025-07-18

1

Uthie

Uthie

Mampir.... Awal yg langsung menarik disimak 👍👍👍👍👍

2025-08-14

1

lihat semua
Episodes
1 Hotel itu dan dua orang yang ku kenal..
2 Ternyata sudah lama..
3 Perut ini, luka ini..
4 Aku tak akan menjadi ibu yang lemah..
5 Meninggalkan kota ini..
6 Jejak masa lalu datang lagi..
7 Luka yang belum sembuh.
8 Langkah baru yang masih gemetar..
9 Surat cerai..
10 Luka yang tak pernah sembuh..
11 "Jangan paksa aku kembali"..
12 Harga diri yang tersisa..
13 Harga dari sebuah keangkuhan..
14 Tekanan di balik pintu kontrakan..
15 Retak dan tak bisa disusun kembali..
16 Pecahnya semua kendali..
17 Di tengah penyesalan yang terlambat..
18 Luka yang belum tuntas..
19 Langkah pertama menuju akhir..
20 Jejak luka di aroma kopi..
21 Suara dari seberang hati..
22 Titik balik yang penuh luka dan harapan..
23 Maaf yang tak terucap..
24 Pertemuan tak diundang..
25 Luka yang tak mudah pulih..
26 Luka yang tak dapat di sangkal..
27 Cinta yang ditutupi luka..
28 Sidang pertama..
29 Pertemuan rahasia Raka dan Aldi..
30 Menyiapkan esok yang menentukan..
31 Tersimpan dalam sebuah tatapan..
32 Usai sidang, Luka yang belum usai..
33 Tanya yang tertunda..
34 Sidang terakhir penentuan..
35 Bara yang membakar..
36 Saat semua telah usai..
37 Pelan tapi pasti..
38 Perjalanan kecil yang hangat..
39 Hujan, Senja dan diam yang nyaman..
40 Saat luka belum sembuh..
41 Jalan yang kupilih..
42 Peresmian yang penuh luka..
43 Restu yang mendadak..
44 Maaf yang terlambat..
45 Penghujung nasehat..
46 Ratapan setelah kepergian..
47 Diantara rasa bersalah dan kehampaan..
48 Bayangan di balik tidur..
49 Pertemuan yang membakar..
50 Retakan yang semakin dalam..
51 Rasa yang tumbuh dalam diam..
52 Aku janji, bu..
53 Pecahan yang tak pernah benar-benar menyatu..
54 Penantian dan histeria..
55 Sekarang kamu puas, kan??
56 Bayangan kehilangan..
57 Luka yang masih terbuka..
58 Buruk sangka Tania..
59 Diujung tanduk..
60 Sebuah rasa..
61 Amarah yang membabi buta..
62 Luka yang tak terlihat..
63 Kenyataan yang tak bisa lagi ditutupi..
64 Ultimatum..
65 Membakar dalam diam..
66 Rapat yang menyesakkan..
67 Kamar putih yang menghakimi..
68 Warna warni di antara abu abu
69 Pertemuan di balik kaca..
70 Titik nadir..
71 Badai yang datang..
72 Persalinan dini..
73 Diujung panik
74 Luka yang tak pernah sembuh..
75 Bantuan yang melegakan..
76 Tanggung jawab yang tak bisa diabaikan..
77 Kepercayaan yang tersisa..
78 Janji setelah hujan..
79 Kontrakan baru di desa..
80 Hal terpenting..
81 Hadiah besar???
82 Pulang bersama luka..
83 Kejujuran yang pahit..
84 Aku gagal..
85 Menerima keadaan..
86 Yang tersisa..
87 Harta yang harus dilepas..
88 Hak untuk Nayla..
89 Salah alamat..
90 Telepon yang membuat hening..
91 Amarah yang tak pernah padam..
92 Rencana lama yang kembali..
93 Batas yang ditegaskan..
94 Jejak yang tersisa..
95 Cara halus Tania..
96 Kejujuran ALdi..
97 Perjalanan pahit ke desa..
98 Awal hidup di desa..
99 Rencana Tania..
100 Peringatan Keras..
101 Kejujuran yang menguatkan..
102 Dendam..
103 Bara dendam..
104 Kontraksi..
105 Tertangkap..
106 Sudah diamankan..
107 Tangisan pertama..
108 Talak di Balik Jeruji..
109 Pulang ke Rumah..
110 Bayangan keluarga yang hilang..
111 Dua Pria di Pagi Hari..
112 Pertanyaan yang tertahan..
113 Janji Pagi Buta..
114 Restu yang dinanti..
115 Restu di ambang pintu..
116 Pulang dengan luka dan harapan..
117 Bayangan yang tak pergi..
118 Restu yang tergantung..
119 Luka yang tak terucap..
120 Menjemput restu..
121 Restu yang Membuka Jalan..
122 Permohonan yang berbalik ancaman..
123 Bayangan ancaman..
124 H-1 Antara janji dan Ancaman..
125 Jalan yang dipilih..
126 Tamat?? atau ada awal yang lain??
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Hotel itu dan dua orang yang ku kenal..
2
Ternyata sudah lama..
3
Perut ini, luka ini..
4
Aku tak akan menjadi ibu yang lemah..
5
Meninggalkan kota ini..
6
Jejak masa lalu datang lagi..
7
Luka yang belum sembuh.
8
Langkah baru yang masih gemetar..
9
Surat cerai..
10
Luka yang tak pernah sembuh..
11
"Jangan paksa aku kembali"..
12
Harga diri yang tersisa..
13
Harga dari sebuah keangkuhan..
14
Tekanan di balik pintu kontrakan..
15
Retak dan tak bisa disusun kembali..
16
Pecahnya semua kendali..
17
Di tengah penyesalan yang terlambat..
18
Luka yang belum tuntas..
19
Langkah pertama menuju akhir..
20
Jejak luka di aroma kopi..
21
Suara dari seberang hati..
22
Titik balik yang penuh luka dan harapan..
23
Maaf yang tak terucap..
24
Pertemuan tak diundang..
25
Luka yang tak mudah pulih..
26
Luka yang tak dapat di sangkal..
27
Cinta yang ditutupi luka..
28
Sidang pertama..
29
Pertemuan rahasia Raka dan Aldi..
30
Menyiapkan esok yang menentukan..
31
Tersimpan dalam sebuah tatapan..
32
Usai sidang, Luka yang belum usai..
33
Tanya yang tertunda..
34
Sidang terakhir penentuan..
35
Bara yang membakar..
36
Saat semua telah usai..
37
Pelan tapi pasti..
38
Perjalanan kecil yang hangat..
39
Hujan, Senja dan diam yang nyaman..
40
Saat luka belum sembuh..
41
Jalan yang kupilih..
42
Peresmian yang penuh luka..
43
Restu yang mendadak..
44
Maaf yang terlambat..
45
Penghujung nasehat..
46
Ratapan setelah kepergian..
47
Diantara rasa bersalah dan kehampaan..
48
Bayangan di balik tidur..
49
Pertemuan yang membakar..
50
Retakan yang semakin dalam..
51
Rasa yang tumbuh dalam diam..
52
Aku janji, bu..
53
Pecahan yang tak pernah benar-benar menyatu..
54
Penantian dan histeria..
55
Sekarang kamu puas, kan??
56
Bayangan kehilangan..
57
Luka yang masih terbuka..
58
Buruk sangka Tania..
59
Diujung tanduk..
60
Sebuah rasa..
61
Amarah yang membabi buta..
62
Luka yang tak terlihat..
63
Kenyataan yang tak bisa lagi ditutupi..
64
Ultimatum..
65
Membakar dalam diam..
66
Rapat yang menyesakkan..
67
Kamar putih yang menghakimi..
68
Warna warni di antara abu abu
69
Pertemuan di balik kaca..
70
Titik nadir..
71
Badai yang datang..
72
Persalinan dini..
73
Diujung panik
74
Luka yang tak pernah sembuh..
75
Bantuan yang melegakan..
76
Tanggung jawab yang tak bisa diabaikan..
77
Kepercayaan yang tersisa..
78
Janji setelah hujan..
79
Kontrakan baru di desa..
80
Hal terpenting..
81
Hadiah besar???
82
Pulang bersama luka..
83
Kejujuran yang pahit..
84
Aku gagal..
85
Menerima keadaan..
86
Yang tersisa..
87
Harta yang harus dilepas..
88
Hak untuk Nayla..
89
Salah alamat..
90
Telepon yang membuat hening..
91
Amarah yang tak pernah padam..
92
Rencana lama yang kembali..
93
Batas yang ditegaskan..
94
Jejak yang tersisa..
95
Cara halus Tania..
96
Kejujuran ALdi..
97
Perjalanan pahit ke desa..
98
Awal hidup di desa..
99
Rencana Tania..
100
Peringatan Keras..
101
Kejujuran yang menguatkan..
102
Dendam..
103
Bara dendam..
104
Kontraksi..
105
Tertangkap..
106
Sudah diamankan..
107
Tangisan pertama..
108
Talak di Balik Jeruji..
109
Pulang ke Rumah..
110
Bayangan keluarga yang hilang..
111
Dua Pria di Pagi Hari..
112
Pertanyaan yang tertahan..
113
Janji Pagi Buta..
114
Restu yang dinanti..
115
Restu di ambang pintu..
116
Pulang dengan luka dan harapan..
117
Bayangan yang tak pergi..
118
Restu yang tergantung..
119
Luka yang tak terucap..
120
Menjemput restu..
121
Restu yang Membuka Jalan..
122
Permohonan yang berbalik ancaman..
123
Bayangan ancaman..
124
H-1 Antara janji dan Ancaman..
125
Jalan yang dipilih..
126
Tamat?? atau ada awal yang lain??

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!