Bab 4

Aluna sudah berdandan rapi. Meski pakaian yang ia kenakan bukan pakaian mahal apalagi dari desainer terkenal, jika terlihat rapi tetap akan membuatnya sedap dipandang bukan? Setidaknya dipertemuan pertama dengan keluarga kandungnya, dia harus terlihat sopan dan berpendidikan.

"Sepertinya segini cukup," gumam Aluna setelah mematut dirinya di depan cermin.

Aluna kembali mengingat pertemuan dirinya dengan keluarga di kehidupan sebelumnya. Gara-gara tidak percaya diri, dia berdandan alakadarnya yang malah terlihat aneh. Bahkan ibu dan kakak keduanya menatap dengan tatapan jijik. Dan Aluna tidak akan membiarkan itu terulang kembali di kehidupan kali ini.

"Chika, kita lihat bagaimana caramu untuk membuatku tampak buruk di hadapan keluargaku."

Dengan langkah penuh percaya diri, Aluna berjalan ke ruang tamu dimana ibu panti dan keluarganya sedang menunggu.

"Bu Aruan, ini Aluna," ujar ibu panti–Bu Retno.

Aruan yang tadi sedang memainkan ponsel itu pun mengalihkan atensinya. Wanita yang merupakan ibu kandung dari Aluna itu menatap Aluna dengan tatapan takjub. Dia tidak menyangka putrinya yang hilang, yang dibesarkan di panti, terlihat cantik, jauh lebih cantik dari foto yang ditunjukan oleh orang suruhannya. Aruan berdiri.

"Hallo, Bu, saya Aluna."

Aluna memperkenalkan diri. Gadis berumur 20 tahun itu mengulurkan tangan. Dia ingat, pada kehidupan sebelumnya, Aruan tidak menyambut uluran tangannya.

"Apa dia tidak akan menyambut tanganku sama seperti sebelumnya?"

Aluna berbicara dalam hati.

Aruan mengerjap. Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang lebih dari setengah abad itu memperhatikan sekeliling.

"Barusan suara siapa? Seperti suara Aluna, tapi aku lihat dia diam saja," batin Aruan. "Apa karena kelelahan makanya aku berhalusinasi?"

 Aruan kembali menatap Aluna.

"Sudahlah kalau dia tidak mau menerima uluran tanganku. Aku tidak akan sama seperti sebelumnya yang merasa patah hati," batin Aluna lagi.

Aruan menajamkan indera pendengarannya. Ia yakin, ia tidak salah mendengar. Itu suara Aluna. Tapi, bagaimana bisa? Apa itu suara hatinya?

Aruan menatap Aluna heran.

Aluna menghela napas panjang. Sepertinya usahanya untuk membuat ibu kandungnya terkesan gagal. Gadis itu menurunkan tangan. Namun, sebelum Aluna benar-benar menurunkan tangannya, tiba-tiba Aruan membalas uluran tangannya.

"Aku Aruan, ibu kandungmu."

Aruan memperkenalkan diri.

"Kamu panggil saja mama sama seperti saudaramu yang lain," tambah Aruan.

Saat Aruan hendak memeluk Aluna, tiba-tiba Chika datang dan langsung memeluk ibunya itu. Di belakangnya ada Armand yang mengikuti. Dan semua itu sama persis seperti sebelumnya.

Kalau di kehidupan sebelumnya ia begitu mengagumi kecantikan Chika. Tapi, tidak di kehidupan kali ini. Wajah yang terlihat polos itu tidak akan lagi mampu membuatnya tertarik.

"Ma, apa dia Kak Luna? Putri kandung mama?" tanya Chika.

Gadis itu tersenyum seolah senang bertemu dengan putri kandung Keluarga Anggara.

"Dulu aku begitu senang saat melihatmu tersenyum seperti itu. Tapi, tidak untuk kali ini. Aku tahu setelah ini kamu akan mengajakku bersalaman kemudian pura-pura jatuh. Lalu menuduh bahwa akulah yang sengaja mendorongmu. Dasar wanita licik," umpat Aluna.

Gadis itu memutar bola matanya malas.

Armand terkejut. Dia tidak melihat Aluna membuka mulutnya, tapi kenapa ia bisa mendengar suaranya.

"Kamu bicara apa tentang Chika, hah?!" tanya Armand setengah membentak pada Aluna.

Aluna terlonjak. Dia menatap Armand bingung.

"Memang aku mengatakan apa, Kak? Dari tadi aku diam saja lho," jawab Aluna.

"Kak Luna benar, Kak. Dia diam saja kok dari tadi," timpal Chika.

Dia juga merasa bingung kenapa kakak keduanya itu tiba-tiba membentak Aluna.

Armand menatap ibunya ingin menanyakan hal aneh yang baru menimpanya itu. Apa hanya dirinya yang bisa mendengar suara Aluna.tadi?

Aruan mengangguk dan menyuruh Armand untuk tetap tenang. Dia pun penasaran, kenapa hanya dirinya dan Armand saja yang bisa mendengar suara Aluna itu. Bahkan ibu panti yang sejak tadi bersama mereka saja hanya diam dan tidak terlihat sudah mendengar sesuatu yang aneh.

"Kak Luna, kenalkan aku Chika. Aku memang bukan keluarga asli Kakak. Tapi, aku harap Kak Luna bisa menganggapku sebagai saudara perempuan Kak Luna," ucap Chika.

Sambil tersenyum smirk, Chika mengulurkan tangan untuk mengajak Aluna bersalaman. Aluna yang sudah tahu rencana licik Chika itu pun seolah ingin membalas uluran tangan Chika. Namun, ketika tangan mereka hampir bersentuhan dan Chika berpura-pura jatuh, Aluna menghindar dengan cepat.

Armand dan Aruan kaget. Keduanya saling tatap dan berbicara dalam diam. Apa yang dikatakan Aluna benar-benar terjadi. Chika berpura-pura jatuh. Mereka berdua jelas melihat kalau Aluna tidak menyentuh tangan Chika sama sekali.

"Kak Luna, kenapa Kakak menarik tanganku dan membuatku jatuh? Kakak tidak senang ya berkenalan denganku?"

Dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin, Chika menuduh.

"Perasaan tangaku nggak bersentuhan dengan tanganmu, bagaimana aku bisa menarik tanganmu dan membuatmu jatuh?" jawab Aluna sambil bersedekap dada.

"Mama, Kakak, Kak Luna.... "

Chika merengek sambil menatap ibu dan kakak keduanya.

Armand dan Aruan kembali saling tatap, keduanya bingung harus bereaksi seperti apa.

"Ck. Dasar bodoh. Aku yakin setelah ini mereka akan memarahiku dan percaya dengan trik murahan Chika," batin Aluna.

Armand dan Aruan jelas mendengar suara Aluna itu.

"Ma, Kak, ak–"

Belum sempat Aluna menyelesaikan kalimatnya, Aruan sudah terlebih dulu berbicara.

"Chika, kamu pasti tidak sengaja jatuh. Mama tidak melihat Luna menyentuh tanganmu. Iya, kan, Mand?"

Aruan menyenggol tubuh putra keduanya tersebut.

Ucapan Aruan membuat Aluna menatap ke arah wanita yang menjadi ibu kandungnya itu.

"E... I–iya, Chik. Kamu pasti tidak sengaja jatuh sendiri," sahut Armand.

Aluna beralih menatap kakak keduanya itu.

"Kenapa sikap mereka berdua tidak sama seperti sebelumnya? Aneh," batin Aluna.

Gadis itu menatap heran ibu dan kakaknya.

"Luna, ibu senang kamu akhirnya bisa bertemu dengan keluarga kandung kamu. Ibu doakan semoga setelah ini hidupmu dipenuhi dengan kebahagiaan. Kamu berhak bahagia, Luna," ucap Ibu Retno memecah ketegangan yang sempat terjadi.

"Terima kasih, Bu. Selamanya aku tidak akan pernah melupakan kebaikan ibu. Bagiku ibu dan anggota panti yang lain selamanya adalah keluargaku," ucap Aluna dengan tulus.

Aluna merasa beruntung bisa bertemu dengan ibu Retno. Mungkin kalau bukan karena Bu Retno yang membawanya ke panti ini, Aluna akan menjadi gelandangan atau tidak akan ada dirinya yang sekarang.

"Ohya, kamu sudah kemasi barang-barangmu?" tanya Bu Retno.

"Sudah, Bu. Aku sudah menaruh semua barangku di dalam koper," jawab Aluna.

Bu Retno menghela napas berat. Satu sisi dia lega karena Aluna akhirnya bertemu dengan keluarganya. Tapi, disisi lain, dia juga sedih karena harus berpisah dengan Aluna.

"Ayo, kita pergi sekarang! Papa dan Kakak pertama kamu sudah menunggu di rumah!" ajak Aruan.

Aluna mengangguk.

"Aku ambil koperku dulu."

Aluna bergegas pergi ke kamarnya. Tidak lama dia kembali sambil menyeret koper yang ukurannya tidak terlalu besar.

"Bu Retno sekali lagi kami sekeluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena sudah merawat Luna," ucap Aruan.

"Iya, Bu, sama-sama Saya juga merasa beruntung bisa mengasuh Luna," balas Bu Retno.

Kedua ibu-ibu itu saling berpelukan. Luna memeluk ibu pantinya sebelum pergi.

Keempat orang itu pun berjalan meninggalkan panti. Namun, langkah mereka terhenti ketika salah seorang pengasuh di panti itu berteriak.

"Ada apa, Nur? Kenapa teriak-teriak?" tanya Bu Retno.

Terpopuler

Comments

ika yanti naibaho

ika yanti naibaho

👍👍👍👍

2025-09-21

0

ika yanti naibaho

ika yanti naibaho

nexxttt

2025-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!