Chapter 5

"𝘚𝘩𝘪𝘵𝘵! 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘈𝘣𝘦𝘭 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪 ?"

Brakk

Belva membanting pintu apartemen Omnya dengan kencang, menciptakan bunyi nyaring yang membuat pasangan yang tengah dilanda gairah itu nyaris jantungan karena terkejut.

"𝘗𝘢𝘯𝘵𝘢𝘴 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘖𝘮 𝘖𝘭𝘢𝘯𝘥 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘥𝘢𝘭. 𝘛𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢," 𝘨𝘦𝘳𝘶𝘵𝘶 𝘉𝘦𝘭𝘷𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘵𝘪.

Wanita cantik itu memilih untuk menunggu Om kesayangannya di luar, dari pada harus melihat adegan live yang menjijikkan.

"𝘛𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘤𝘰𝘸𝘰𝘬 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢. 𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘤𝘰𝘸𝘰𝘬 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪."

Gambaran tentang betapa sempurnanya sosok Roland di mata Belva kini lenyap. Pada kenyataannya Omnya itu bukan sosok seperti yang ada dalam bayangannya selama ini.

Setia, tampan, mapan, matang dan berkharisma, itulah ciri-ciri yang menggambarkan sosok Roland Aldero di mata Belva. Sangat sempurna, dan andai pria itu bukanlah Omnya, sangat ideal untuk dijadikan suami Belva.

Namun kesempurnaan itu lenyap seketika saat wanita cantik itu melihat dengan mata kepalanya sendiri kelakuan Omnya yang sangat fatal dan big minus di mata Belva.

"𝘒𝘢𝘬 𝘎𝘦𝘮𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘖𝘮 𝘖𝘭𝘢𝘯𝘥 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘫𝘢."

Seketika bayangan Gema kembali terlintas di benaknya. Pria yang selama ini Belva puja layaknya dewa, ternyata dengan begitu tega mengkhianatinya.

Belva menggelengkan kepalanya berulang-ulang. "Aku tidak boleh mengingat nya lagi. Ingat Belva, kamu di sini untuk melupakannya," ucap Belva pada dirinya sendiri.

Sementara itu di dalam Apartemennya, Roland kembali memakai pakaiannya dengan terburu-buru. Bahkan phyton kebanggaannya masih berdiri kokoh karena belum sempat mengeluarkan bisanya.

Livia menatap Roland penuh kecewa karena gagal memasukinya. Padahal Livia sudah berada di puncak gairahnya.

"Siapa wanita itu, Roland?" Tanya Livia dengan ketus. Matanya mendelik penuh selidik. Livia tidak suka dengan sikap Roland yang lebih mengutamakan wanita itu dibandingkan dirinya.

"Abel, keponakanku," Ucapnya singkat.

Abel adalah panggilan kesayangannya pada Belva. Hanya Roland yang memanggilnya Abel.

Ada kelegaan di hati Livia, namun wanita itu tidak mempercayai Roland begitu saja. Apalagi melihat wajah Roland yang tiba-tiba ketakutan saat wanita tadi memergokinya.

"Kalau dia cuma keponakan mu, kenapa Kamu begitu takut? Kamu terlihat seperti ketahuan tengah berselingkuh?" Ucapnya penuh cibiran.

"Dia benar-benar keponakanku. Putri tunggal Ghastan Gefanda Aldero, Pewaris satu-satunya keluarga Aldero."

Livia terkesiap mendengar jika wanita itu ternyata pewaris Aldero grup. Salah satu keluarga konglomerat yang di segani. Perusahaannya tak kalah besar dari perusahaan Alaska Company milik Rigel.

"𝘚𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘭𝘢𝘯𝘥, 𝘢𝘯𝘢𝘬𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘦𝘸𝘢𝘳𝘪𝘴 𝘶𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘈𝘭𝘥𝘦𝘳𝘰 𝘨𝘳𝘶𝘱," 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘪 𝘥𝘪 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢.

"Bukankah pewaris itu harusnya laki-laki?"

Roland yang sedang mengancingkan kemejanya menghentikan sejenak aktivitasnya. Roland tidak menyukai ucapan wanita simpanannya itu.

"Di keluargaku tidak ada yang membeda-bedakan gender. Laki-laki atau perempuan semuanya sama. Walaupun Abel seorang perempuan, tapi aku pastikan dia layak menduduki tahta itu."

Roland melangkahkan kakinya keluar dari apartemen, tujuannya adalah mencari keponakannya. Sebelum Roland mencapai pintu, pria itu menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan mengatakan sesuatu yang membuat Livia mengepalkan tangannya.

"Sebaiknya Kamu pergi dari sini, aku tidak mau Abel melihatmu," ucapnya tanpa bantahan. "Satu lagi, jangan pernah ikut campur urusan keluargaku. Kamu hanyalah orang luar, tidak berhak menilai apapun, apalagi menilai Abel."

𝘒𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘫𝘢𝘳! 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢? 𝘈𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘭𝘶𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢?"

...----------------...

"Kenapa Kamu bawa kita ke sini?"

Glory mengernyitkan keningnya saat suaminya membawanya ke sebuah rumah sederhana. Tidak terlalu besar namun tidak kecil juga. Memiliki halaman yang tidak terlalu luas namun cukup untuk memarkirkan sebuah mobil.

"Ini tempat tinggal kita sekarang."

Satu kalimat yang berhasil membuat Glory melebarkan bola matanya.

"Kamu yang benar aja, Gema. Masa kita tinggal di tempat seperti ini?" Glory tidak terima Gema membawanya tinggal di tempat itu.

Dalam bayangannya, Gema akan mengajaknya tinggal di rumah keluarganya yang sangat besar dan mewah, tak kalah dari rumah mewah Gefanda, tempat tinggalnya dulu.

"Jadi menurutmu, aku harus membawamu ke rumah keluargaku?" Tanya Gema. "Jangan bermimpi!" Ucapnya lagi dengan nada sedikit mengejek.

"Kenapa? Aku istrimu, Gema. Sudah seharusnya Kamu membawaku ke sana," ucap Glory tidak mau kalah.

"Kamu lupa, keluargaku tidak ada yang menyukaimu. Memangnya Kamu mau jadi bulan-bulanan mereka?"

Glory lupa jika keluarga Gema tidak ada yang menyukainya, terutama Mommynya Gema. Bahkan saat pernikahannya dengan Gema, tidak ada satu pun keluarga Gema yang hadir.

Orang tua Gema sangat kecewa dengan Gema yang sudah mengkhianati Belva, calon menantu idamannya. Belva begitu di sayangi keluarga Gema, karena itu saat pernikahan Gema dan Belva dibatalkan, orang tua Gema merasa kecewa. Namun tidak bisa memaksa Belva untuk tetap bersama Gema.

"𝘐𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘵𝘶𝘢 𝘴𝘱𝘦𝘬 𝘯𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘭𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘔𝘰𝘮𝘮𝘺𝘯𝘺𝘢 𝘎𝘦𝘮𝘢."

Glory menggelengkan kepalanya, Glory tidak mau tinggal bersama orang tua Gema. Membayangkan nya saja sudah membuat bulu kuduk merinding, benak Glory.

"Tapi, apa tidak ada tempat yang lebih layak dari ini?"

Glory tetap keberatan dengan tempat tinggalnya yang jauh dari kesan mewah. "𝘈𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘉𝘦𝘭𝘷𝘢 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪?"

Gema tersenyum miris. Sifat Glory sungguh di luar ekspektasinya. Inikah sifat Glory sesungguhnya? Jauh berbanding terbalik dengan Belva yang selalu rendah hati, walaupun memiliki segalanya.

"Aku benar-benar sudah membuang berlian hanya untuk butiran debu," gumam Gema. Namun masih bisa di dengar Glory yang berdiri tidak jauh darinya.

"Apa Kamu bilang?" Glory tidak terima dengan Gema yang seenaknya membandingkan dirinya dengan Belva. "Jangan pernah membandingkan aku dengan mantan Kamu yang sombong itu. Aku---"

"Ya, Kamu memang tidak pantas dibandingkan dengan Belva. Dia terlalu sempurna untuk dibandingkan dengan wanita murahan sepertimu."

"Cukup Gema! Tidak seharusnya Kamu menjelekkan aku seperti ini. Aku ini istri Kamu, Gem. Kamu jangan lupa, aku sedang mengandung anak Kamu, darah daging Kamu."

Glory berteriak di depan Gema. Amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi. Apalagi mendengar suaminya terus mengagungkan nama Belva, membuat Glory kehilangan kesabarannya.

Gema tidak menanggapi lagi ucapan Glory. Pria itu lebih memilih masuk ke dalam rumah yang akan mereka tempati. Semakin berdebat dengan Glory semakin membuat kepalanya ingin meledak.

"Apa kalian ingin terus berdiri di sana?" Gema sedikit berteriak karena Glory dan Nadin tidak beranjak dari posisinya. Keduanya seakan enggan tinggal di rumah yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. "Harusnya kalian bersyukur bisa tinggal di rumah ini. Aku tidak yakin rumah lama kalian lebih bagus dari rumah ini, sebelum menumpang di rumah Belva."

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥

Terpopuler

Comments

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

Kapokmu kapan Gema.Kamu buang intan permata, malah kamu pungut batu kali. Mana lakuu???

2025-07-05

1

Teh Euis Tea

Teh Euis Tea

dasar ga tau diri msh mending suami rebutanmu msh mau nyediain tempat tinggal msh jg ga bersyukur dasar benalu

2025-07-06

1

Supryatin 123

Supryatin 123

udah untung da yg nampung masih saja g bersyukur.dasar Mak lampir.lnjut Thor💪💪

2025-07-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!