SABDA ARIMBI
"Gue nginep di rumah lo?" sentak Arimbi tak terima saat diturunkan di depan rumah berpagar putih nan tinggi, di kala hujan lagi.
Sore itu Arimbi dan Sabda sengaja pulang bersama, lebih tepatnya Arimbi nebeng Sabda. Sebenarnya Arimbi bisa saja pulang besok pagi hanya saja keadaan kos sepi. Sudah memasuki pekan sunyi (pekan menunggu UAS selama seminggu) wajar para penghuni kos banyak yang pulang, sedangkan Arimbi baru selesai tahap akhir revisi skripsi pukul 5 sore.
Dia iseng WA Sabda, siapa tahu cowok itu pulang. Maklum rumah mereka berjarak 2 km, sedangkan Arimbi dilarang pulang malam oleh sang ibu. Hanya saja kalau harus tidur di kos sendiri, rasanya kok merinding disko.
Sapiiiii (panggilan Sabda saat SMA). Lo pulang gak? Kalau iya gue nebeng dong!
Tak kunjung dibalas, Arimbi pun menelepon Sabda.
"Apa?" jawab cowok itu tanpa salam.
"Waalaikumsalam Pak Haji Sabda," sindir Arimbi yang dibalas decakan sebal oleh cowok di seberang sana.
"Baik, Nyai Arimbi!" balas Sabda tak kalah menyebalkan, namun Arimbi tertawa juga.
"Lo di mana, Sap?"
"Masih di kos, mau pulang kampung. Kenapa?"
"Uhuy, pas cuy. Nebeng dong!"
"Yakin? Gue naik motor loh ya?"
"Iya gak papa. Daripada gue naik bis, pasti ramai dan desak-desakan."
"Oke, habis maghrib gue samperin ke kos loh. Jangan lupa bawa jas hujan, buat jaga-jaga."
"Oke makasih!"
Arimbi pun segera mandi, siap-siap sholat maghrib, dan mempersiapkan barang bawaan untuk pulang kampung. Ia mengambil ranselnya, memasukkan pakaian dalam, pembalut, laptop, charger ponsel, dan juga mengambil jas hujan milik Nafisah, teman kamar kosnya. Setelah mendapat pesan dari Sabda, Arimbi segera chat Nafisah, pinjam jas hujannya.
Gue udah di depan kos lo, Mbek!
Pesan Sabda kepada Arimbi, yang dipanggil Mbek oleh teman-teman SMAnya.
Oke gue turun.
"Jas hujan?" tanya Sabda memastikan.
"Beres!" jawab Arimbi sembari memakai helm.
"Yakin gak pakai jaket?"
"Enggak, cukup sweater aja!" jawab Arimbi yang memang memakai celana jeans dan sweater hitam serta pashmina.
"Gak usah kenceng-kenceng. Gue gak mau ya meluk lo!" Arimbi sudah mode jutek, Sabda hanya tersenyum meremehkan.
"Nebeng, banyak aturan!" ketus Sabda.
Mereka pun berangkat pulang kampung mengendarai motor, Arimbi berpegangan pada pundak Sabda. Perjalanan menuju rumah mereka kurang lebih 3 jam kalau lewat alas (hutan).
Ketika masuk hutan, Sabda sudah memperingatkan Arimbi untuk tidak bercakap, banyak doa saja, karena saat ini sudah menunjukkan pukul 8 malam. Bus sejuta umat yang biasa dinaiki mahasiswa pun tak ada yang melintas. Motor mereka hanya berpapasan dengan mobil keluarga, maupun motor dan truk pembawa material bangunan.
"Peluk gue, Mbek. Gue mau ngebut, biar gak terlalu lama di alas!" ucap Sabda sedikit berteriak, apalagi dia memakai helm full face.
Arimbi pun segera mengikuti perintah Sabda, ia memeluk perut Sabda yang datar, sedikit erat. Arimbi sendiri mulai merinding sejak masuk alas, suara hewan bersahutan, jangan lupa angin malam berhembus sedikit kencang, lampu jalan hanya mengandalkan lampu sorot kendaraan motor yang berpapasan dengannya.
"Mbek, jangan tidur!" ucap Sabda sekali lagi, sembari menepuk tangan Arimbi yang sedang memeluknya.
"Enggak!" jawab Arimbi pelan.
Perjalanan di alas memakan waktu kurang lebih satu jam setengah, berbagai doa dibaca Arimbi dalam hati. Memohon keselamatan, karena baru kali ini ia pulang kampung naik motor saat malam hari. Dulu pernah nebeng Nimas, naik motor tapi mereka berangkat dari kos siang hari, jadi tidak terlalu horor. Apalagi jalan alas meliuk-liuk.
"Mau mampir gak?" tanya Sabda setelah keluar alas, posisi mereka berada di daerah persinggahan untuk makan. Banyak mobil yang parkir untuk mengisi perut mereka.
"Lo lapar?" tanya Arimbi balik.
"Enggak!"
"Lanjut aja deh, khawatir kemaleman."
Sabda pun melanjutkan perjalanan, lewat daerah ini tidak terlalu horor hanya saja harus hati-hati khawatir begal. Arimbi kembali diminta Sabda memeluk, mau ngebut dan Arimbi tahu wilayah ini rawan.
"Mbek, hujan deras gimana ini?"
"Pakai jas hujan gimana?" mereka sudah tidak sempat memakai jas hujan, karena tiba-tiba hujan turun dengan deras. Padahal mereka sudah masuk kota tempat tinggal mereka, mungkin kurang dari satu jam sampai bila tidak hujan.
"Lewat rumahku saja ya, lebih dekat!" saran Sabda.
"Kalau lewat rumah lo, ke rumah gue rawan banjir, Sapi!"
"Terus gimana?" Sabda bimbang sebentar lagi menuju pertigaan kalau kiri ke arah rumahnya dan lebih dekat, kalau lurus langsung ke rumah Arimbi dengan jarak 1,5 km.
"Pulangin gue Sapi!" rengek Arimbi sembari menepuk pundak Sabda.
"Iya tapi ini hujan deras banget!"
Sabda langsung sign kiri, dan tak peduli omelan Arimbi. Kondisi hujan deras ini menyeluruh, jarak pandang jelas berkurang, sangat berbahaya, apalagi menuju rumah Arimbi dari mana saja rawan banjir.
"Nyesel gue bareng lo, Sap. Sengaja kan kalau lo gak mau anter ke rumah gue?" tuduh Arimbi dengan baju yang sudah basah.
"Nih motor gue, pakai aja ke rumah lo. Gue ikhlas!" ucap Sabda di puncak kesabaran karena Arimbi terus merengek mau pulang.
"Hish!" terpaksa Arimbi mengikuti Sabda yang sudah membuka pagar.
"Nanti kalau sudah reda gue antar, meskipun tengah malam!" bujuk Sabda dengan suara lembut sembari menuntun motornya masuk ke halaman. Arimbi diberi kunci pintu rumah Sabda, agar segera masuk, karena hujan semakin deras.
Arimbi tidak mau, lebih baik menunggu Sabda yang sedang mengunci pagarnya.
"Awas kalau kamu mesum!" ancam Arimbi dengan wajah cemberut. Sabda langsung tertawa, bahkan menghentikan tangannya saat memutar kunci.
"Gue gak nafsu sama lo!" ucap Sabda sembari menonyor kening teman SMAnya itu. Bisa-bisanya gadis jutek itu berpikir macam-macam padanya, padahal dari teman SMA mereka, Sabda doang yang tak pernah pacaran apalagi melakukan pergaulan bebas.
Gelap dan sepi.
Justru Arimbi yang langsung berpegangan tangan Sabda. "Gak usah dekat-dekat, nanti kalau gue nafsu sama lo gimana?" protes Sabda menuju saklar lampu.
Arimbi menghentakkan kaki kesal, bisa-bisanya dia masuk rumah laki-laki, mana terlihat kosong lagi. Benar-benar kondisi di luar nalar.
"Lo tinggal sendiri?" tanya Arimbi memastikan keadaan rumah Sabda.
"Iya gue tinggal sendiri," ucap Sabda yang bersiap naik tangga. "Segera tutup pintunya, Mbek!"
"Janji dulu lo gak bakal macam-macam sama gue!"
"Ck, enggak. Gue masih waras juga!"
Barulah Arimbi menutup pintu rumah Sabda, baju mereka basah. Saat Sabda sudah mencapai lima anak tangga, ia pun menunjuk kamar di dekat ruang tamu.
"Lo pakai kamar situ, nanti baju ganti pakai baju gue dulu, gue taruh kasur!"
Arimbi mengangguk saja. Saat akan masuk ke kamar yang ditunjuk Sabda, cowok itu kembali bersuara.
"Daleman lo pasti basah, mau pakai celana dalam gue juga?" goda Sabda diringi tawa renyah.
"Setaaan!" teriak Arimbi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
gojam Mariput
seru kayaknya....
2025-06-28
0