Terakhir saat Endria menerima bunga yang ia kira dari Gatra. Hari itu mereka tidak bisa bertemu karena Gatra tiba-tiba diikutsertakan dalam perjalanan bisnis keluar kota selama tiga hari.
Tidak masuk akal memang karena setahunya, Gatra cuma staf biasa dibagian IT di Beck Cooperation dan karyawan di sana pun tak ada yang tahu identitas aslinya kecuali para petinggi perusahaan.
Lalu hari ketiga, lagi dan lagi seseorang kembali mengiriminya pesan dengan nomor asing.
Saat itu Endria sedang bersantai di halaman belakang rumahnya, bersantai khas Endria ialah melakukan hobinya yaitu melukis di atas kanvas atau kertas. Sesekali gadis itu terlihat menciumi bau dari bunga gardenia pemberian Gatra.
Dan di sampingnya, Rian sedang ada di bawah, berguling-guling di atas rumput hijau dan lembut.
Gadis itu tersenyum saat ia telah menyelesaikan lukisannya, ia sedang melukis sebuah danau dengan beberapa pepohonan di sekelilingnya. Hasilnya cukup memuaskan.
Tak lama handphone-nya berdenting yang membuat Endria menjengit kaget, gadis itu benar-benar merasa was-was kalau ponselnya-nya telah berdering. Ini semua gara-gara chat-chat aneh yang diterimanya tiga hari lalu.
Awalnya ia ingin mengabaikannya, tetapi karena takut itu pesan penting maka terpaksa Endria mengambil ponselnya yang berada di atas meja di sampingnya.
Endria menghela napas lelah, tiba-tiba gadis itu badmood. Ia menatap nanar ke arah ponsel-nya di sana tertulis check a new massage from ... +614876×××××. Tanpa mengira-ngira ia sudah tahu nomor ini dari siapa.
Jeda sebentar, Endria sedang menimang-nimang untuk membaca chat tersebut atau tidak. Namun karena penasaran dan ingin mencari tahu lebih lanjut tentang si pengirim maka tanpa ragu Endria pun membacanya.
+614876×××××
Good afternoon, Baby
I miss you so bad
Setelah membacanya lantas Endria mengetik untuk membalas. Gadis itu sudah tak tahan, ia merasa dipermainkan.
^^^Who are you?! ^^^
Endria mengetikkan balasan dengan penuh emosi, gadis itu menggigit kukunya karena menunggu balasan, tetapi ini sudah lima menit dan chat-nya bahkan belum dibaca.
Karena kesal Endria kembali mengetik, ketikannya kali ini sedikit kasar.
^^^I asked who are you, je*k?! ^^^
Satu menit
Dua menit
Tiga menit
Bahkan sudah sepuluh menit dan kali ini chatnya hanya dibaca saja tanpa balasan.
"Ini orang siapa sih?!" teriak Endria frustrasi.
Kemudian tanpa kata menyerah ia kembali mengetikkan kata kasar berharap kali ini chat-nya akan dibalas.
^^^You ass*ole! ^^^
Setelah itu Endria membanting ponsel-nya ke meja tempatnya semula. Lalu menyandarkan tubuhnya kemudian ia memejamkan mata sejenak.
Tak lama ponsel-nya berdenting kembali dan langsung saja Endria bangkit lalu menyambar handphone yang berada tepat di sampingnya.
+614876×××××
Oh wow calm down, Baby.
Maaf telah membuatmu menunggu
Kamu tidak perlu tahu aku siapa, kamu hanya perlu tahu kalau kamu terlihat menggemaskan dari sini
Dih, garing!
Dasar gila!
Sinting!
Tanpa pikir panjang Endria langsung memblokir nomor asing tersebut. Ia berharap tidak ada lagi nomor-nomor asing lain yang akan mengganggunya.
Di sini Endria sedang mencak-mencak karena marah, tetapi di seberang sana ada yang terkekeh geli karena melihat tingkah gadis menggemaskannya.
***
Namun, harapannya hanya tinggal harapan belaka. Nyatanya saat Endria sedang berjalan-jalan di taman bersama Dania gadis itu lagi-lagi menerima pesan baru dari nomor asing, nomor berbeda dari yang kemarin.
Check a new massage from
+614756×××××
Enjoy your day, Baby
Gila! batin Endria marah. Kemudian gadis itu langsung saja memblokir nomor itu, tak ingin memikirkannya lebih lanjut. Ia anggap ini hanya kejahilan seseorang yang kurang kerjaan.
"Lo kenapa?" tanya Dania gadis itu merangkul Endria yang ada di sampingnya.
Endria menoleh ke Dania, gadis itu menggeleng lalu membalas merangkul, ia menggiring Dania menuju stand makanan yang terdapat banyak orang mengantri.
Ya, hitung-hitung melupakan apa yang barusan saja terjadi.
"Kok kita malah ke sini, sih? Ini banyak banget antreannya, Ayu," kata Dania malas, di depannya masih ada enam orang yang tengah mengantri.
"Yaudah kalau nggak mau, nanti gue nggak jadi traktir lo," balas Endria mengancam.
"Eh, eh, jangan dong. Lo kan udah janji tadi, iya deh, gue temanin." Dania gelagapan, sebagai anak rantau ia harus menghemat uang dan tak bisa menyia-nyiakan traktiran dari sahabatnya ini. Apalagi ia tahu kalau Endria anak orang kaya.
"Alah giliran diancem baru mau lo," kata Endria dengan nada menyindir yang membuat Diana menyengir lebar.
Cekrek!
Tinggal dua orang yang sedang mengantri di depan mereka, dan tiba-tiba saja ada suara potret dengan kilat blitz yang menyala.
"Eh, eh, lo dengar nggak tadi ada suara yang fotoin ke arah kita?" tanya Endria pada Dania, gadis itu mengedarkan pandangannya dan ia melihat seorang pria dengan pakaian serba hitam yang gerak-geriknya mencurigakan.
Sebenarnya ia sudah mulai curiga sedari tadi kalau mereka sedang diikuti, tetapi ia abai sebab di sini banyak orang. Namun, ia bertambah curiga saat ada kilatan blitz mengarah ke arahnya apalagi ia langsung ingat pada foto profil nomor asing yang beberapa hari ini mengganggunya.
Bukan kegeeran atau apa, insting dan kepekaan Endria pada sekitarnya memang benar-benar sangat tinggi.
Pandangan mereka berdua tak sengaja bertabrakan, dan membuat Endria semakin curiga sebab pria itu langsung pergi dari sana.
Sementara Dania yang sudah lelah dan jenuh mengantri lebih memilih memainkan ponsel-nya, ia baru ingin menjawab atas pertanyaan Endria tapi gadis itu sudah terlebih dahulu berlari dari hadapannya.
"Perasaa-- eh, lo mau ke mana?!" teriak Dania pada Endria yang sudah berlari jauh di depannya.
Huh, sia-sia saja mereka mengantri.
Sementara itu dengan sekuat tenaga, Endria mengejar pria yang ia curigai telah mengambil fotonya diam-diam. Napasnya sudah putus-putus, tetapi ia tak ingin menyerah sebab kali ini kecurigaannya terbukti benar.
Untung saja hari ini ia memakai celana panjang, bukan rok ataupun gaun.
Kalau memang ia salah mengira, pria yang juga sedang berlari di depannya ini pasti akan tenang dan tidak akan kabur darinya.
"Woy! Berhenti nggak lo!" teriaknya keras dan sedikit putus asa. Orang-orang yang berlalu lalang hanya menatapnya tanpa ingin peduli pada urusan mereka berdua.
Tak kehilangan akal, Endria mengambil dua batu sebesar kepalan tangannya lalu ia lemparkan pada kepala pelontos pria itu. Namun, lemparannya malah meleset.
Tapi Batu kedua berhasil mengenainya yang membuat Endria meringis dan diam-diam meminta maaf.
Kepalanya sudah terkena batu, tapi pria itu masih saja kuat untuk berlari. Benar-benar gila.
Endria berhenti berlari, ia menunduk memegangi kedua lututnya. Napasnya tersenggal dan keringat tampak memenuhi dahi dan membasahi rambutnya. Sudah cukup, ia menyerah, ia tak sanggup, Endria bukan tandingan pria pemilik tubuh tegap dengan tinggi di atas rata-rata.
Untung saja tadi ia bisa menatap wajah pria itu, jadi kalau ia melihatnya lagi gadis itu pastikan akan menangkapnya.
Semenjak kejadian itu, Endria tak berani keluar malam-malam tanpa didampingi oleh Gatra atau ayahnya. Siapa tahu pria itu orang jahat dan ingin mencelakainya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments