– Bab 3 "Sayang" yang Mengikat

"Aku mencintaimu."

Kata yang dulu membuatku tersenyum, kini membuatku sulit bernapas.

Sejak kejadian malam itu, aku semakin berhati-hati.

Setiap kata yang keluar dari mulutku terasa harus melalui sensor.

Setiap ekspresi harus dipilih. Bahkan saat aku diam, Gibran masih bisa menafsirkan sesuatu yang salah.

Gibran:

"Kamu lagi mikirin orang lain, ya?"

Aira:

“Enggak… aku cuma kepikiran kerjaan kita yang belum jalan.”

Gibran: (mendekat, menatap tajam)

"Kamu tuh susah banget buat percaya sama aku. Aku tuh laki-laki yang udah buang ego buat kamu. Tapi kamu? Kamu kayak gak pernah cukup puas."

Dan setiap kalimatnya selalu ditutup dengan pelukan.

"Tapi aku tetap sayang kamu. Nggak tahu kenapa, walau kamu nyakitin aku begini, aku masih nggak bisa ninggalin kamu."

Lucu.

Padahal akulah yang selalu merasa tersakiti, tapi dia yang bilang disakiti.

Aku mulai bingung, siapa yang sebenarnya jahat?

Aku mencoba menulis diam-diam setiap malam. Bukan puisi, bukan catatan bisnis—tapi hanya baris-baris pengingat bahwa aku masih punya pikiran sendiri.

"Hari ini aku ingin tertawa tapi takut dikira meremehkan."

"Hari ini aku ingin diam, tapi dianggap menyimpan kebohongan."

Ponselku masih disimpan Gibran.

Akses ke psikiaterku sudah lama tak kulakukan.

Pesan yang kukirim ke sahabatku beberapa minggu lalu… belum pernah dibalas. Atau mungkin, memang tak pernah sampai.

“Aku mulai kehilangan arah, dan satu-satunya kompasku adalah orang yang menyesatkanku.”

Gibran semakin sering bicara tentang ‘kita’.

Tapi dalam ‘kita’-nya, hanya ada dirinya. Aku hanya pelengkap.

"Kita harusnya udah bisa besar sekarang, Air. Tapi kamu terlalu banyak drama. Kamu tuh harus berubah biar kita bisa maju."

"Aku sabar loh sama kamu. Gak semua laki-laki bisa terima cewek yang punya masa lalu kayak kamu."

Kata-kata itu tidak kasar. Tapi perlahan membuatku merasa kecil.

Dan setiap kali aku merasa ingin pergi…

Dia akan kembali bilang:

“Terserah kamu mau pergi, tapi ingat ya… gak semua orang bisa sayang kamu kayak aku.”

Dan aku percaya.

Bukan karena aku yakin, tapi karena aku tidak punya siapa-siapa lagi.

“Kata 'sayang' darinya bukan obat. Tapi racun manis yang membuatku tetap bertahan dalam kandang.”

Malam itu, seperti biasa, kami sedang duduk di ruang tengah.

Gibran menatap layar ponselnya sambil bertanya, setengah serius, setengah menggertak:

Gibran:

“Kamu tahu nggak, barang yang aku maksud kemarin tuh yang mana?”

Aku berpikir sejenak.

Kepalaku penuh dengan urusan pekerjaan rumah, belum lagi pikiranku tadi melayang ke keluargaku yang tak pernah kutemui lagi.

Aira:

“Yang dari supplier Jakarta, ya?”

Gibran: (diam beberapa detik, lalu mendekat cepat)

“Salah. Bukan itu.”

Aku langsung tersentak. Tapi belum sempat aku menjelaskan atau mengoreksi jawabanku…

Tangannya bergerak cepat.

Piring kecil yang tadi kubawa terjatuh, pecah di lantai.

Aku terlempar ke sisi meja, dan wajahku… terasa panas, sakit.

Aku terdiam. Dunia seolah membeku beberapa detik.

Gibran: (teriak keras)

“GAK SERIUS KERJA ITU NAMANYA! DIBIAYAI, DIKASIH RUMAH, TAPI NGGAK PAHAM APA-APA!”

Aku hanya bisa terisak. Tapi air mata pun terasa sia-sia.

Yang kudengar hanya gema suaranya, dan jantungku yang berdebar tak karuan.

Tubuhku gemetar. Bukan karena rasa sakit fisik semata,

tapi karena aku baru sadar… aku sedang tidak aman, di tempat yang disebut rumah.

Beberapa menit kemudian, seperti biasa, ia berubah.

Nadanya melembut. Tangannya menggenggam es batu, dan diletakkan di pipiku.

Gibran:

“Maaf ya, aku nggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Aku cuma lagi tertekan. Aku butuh kamu ngerti aku, Air…”

Gibran: (berbisik pelan sambil memeluk)

“Kamu tahu nggak… kalau kamu pergi, aku bisa gila. Kamu itu hidupku.”

Dan aku, dengan tubuh yang masih berdenyut perih, hanya bisa mengangguk.

Karena jika aku tidak mengangguk, aku takut itu akan terjadi lagi… atau lebih buruk.

“Orang yang bilang mencintaiku, baru saja menghantamku. Tapi aku tetap tinggal. Apakah itu cinta… atau hanya ketakutanku sendiri yang menyamar?”

[To be continued...]

Terpopuler

Comments

gaby

gaby

Jgn2 Gibran pasien RSJ yg melarikan diri.

2025-07-17

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 – Janji yang Terbungkus Manis
2 Bab 2 – Cinta yang Mengontrol
3 – Bab 3 "Sayang" yang Mengikat
4 Episode 4 – Luka yang Tak Ada Jawabannya
5 Episode 5 – Diam-Diam Aku Ingin Pergi
6 Bab 6 - Ketika Rencana Tak Lagi Hanya Dalam Hati
7 Bab 7 - LUKA LAMA YANG MEMBUNGKAM
8 Bab 8 - Pelarian yang Tak Pernah Jadi
9 Bab - 9 Sunyi yang Paling Bising
10 Bab - 10 Aira yang Tertinggal di Masa Kecil
11 Bab - 11 Aku Tidak Gila
12 Bab - 12 Bukan Aku yang Salah
13 Bab - 14 Rumah yang Tidak Pernah Menjadi Rumah
14 Bab - 14 Aku Masih Bernapas
15 Bab - 15 Pelan Tapi Bergerak
16 Bab - 16 Sandi Pelarian
17 Bab - 17 Detik yang Menentukan
18 Bab - 18 Nafas Pertama Dalam Kebebasan
19 Bab - 19 Menulis Luka Merawat Diri
20 Bab - 20 Ketika Bayangan Itu Kembali
21 Bab - 21 Kebenaran yang Menyakitkan Tapi Membebaskan
22 Bab - 22 Suara yang Tak Lagi di Bungkam
23 Bab - 23 Tak Semua Mendukung Cahaya
24 Bab - 24 Wajahku, Suaraku, Pilihanku
25 Bab - 25 Luka yang Dibela, Luka yang Diakui
26 Hadiah dari Langit di Hari Aku Lahir Kembali
27 Bab - 27 Rumah Cahaya Aira
28 Bab - 28 Saat Luka Menjadi Kekuatan
29 Bab - 29 Aku Adalah Bukti yang Masih Bertahan
30 Bab - 30 Pengadilan Luka
31 Bab-31 Bayangan yang Masih Mengintai
32 Bab - 32 Rumah Ini Tak Akan Runtuh
33 Bab - 33 Menyalakan Lilin Di tengah Luka
34 Bab - 34 Lilin yang Tak Pernah Padam
35 Bab - 35 Cahaya yang Di Pertaruhkan
36 Bab - 36 Api di Balik Tirai
37 Bab - 37 Semua Belum Berakhir
38 Bab - 38 Mereka Ingin Kami Hilang
39 Bab - 39 Kami Tak Akan Diam
40 Bab - 40 Bayang-Bayang yang Mengintai
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Bab 1 – Janji yang Terbungkus Manis
2
Bab 2 – Cinta yang Mengontrol
3
– Bab 3 "Sayang" yang Mengikat
4
Episode 4 – Luka yang Tak Ada Jawabannya
5
Episode 5 – Diam-Diam Aku Ingin Pergi
6
Bab 6 - Ketika Rencana Tak Lagi Hanya Dalam Hati
7
Bab 7 - LUKA LAMA YANG MEMBUNGKAM
8
Bab 8 - Pelarian yang Tak Pernah Jadi
9
Bab - 9 Sunyi yang Paling Bising
10
Bab - 10 Aira yang Tertinggal di Masa Kecil
11
Bab - 11 Aku Tidak Gila
12
Bab - 12 Bukan Aku yang Salah
13
Bab - 14 Rumah yang Tidak Pernah Menjadi Rumah
14
Bab - 14 Aku Masih Bernapas
15
Bab - 15 Pelan Tapi Bergerak
16
Bab - 16 Sandi Pelarian
17
Bab - 17 Detik yang Menentukan
18
Bab - 18 Nafas Pertama Dalam Kebebasan
19
Bab - 19 Menulis Luka Merawat Diri
20
Bab - 20 Ketika Bayangan Itu Kembali
21
Bab - 21 Kebenaran yang Menyakitkan Tapi Membebaskan
22
Bab - 22 Suara yang Tak Lagi di Bungkam
23
Bab - 23 Tak Semua Mendukung Cahaya
24
Bab - 24 Wajahku, Suaraku, Pilihanku
25
Bab - 25 Luka yang Dibela, Luka yang Diakui
26
Hadiah dari Langit di Hari Aku Lahir Kembali
27
Bab - 27 Rumah Cahaya Aira
28
Bab - 28 Saat Luka Menjadi Kekuatan
29
Bab - 29 Aku Adalah Bukti yang Masih Bertahan
30
Bab - 30 Pengadilan Luka
31
Bab-31 Bayangan yang Masih Mengintai
32
Bab - 32 Rumah Ini Tak Akan Runtuh
33
Bab - 33 Menyalakan Lilin Di tengah Luka
34
Bab - 34 Lilin yang Tak Pernah Padam
35
Bab - 35 Cahaya yang Di Pertaruhkan
36
Bab - 36 Api di Balik Tirai
37
Bab - 37 Semua Belum Berakhir
38
Bab - 38 Mereka Ingin Kami Hilang
39
Bab - 39 Kami Tak Akan Diam
40
Bab - 40 Bayang-Bayang yang Mengintai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!