Bagian 03

Di dalam ruangan pribadi, suasana terasa lebih mencekam. dinding- dinding yang di lapisi kain mahal, ornamen dan perabotan berkilauan juga lampu minyak yang berpendar lembut tampak kontraks dengan ketidakpastian yang menyelimuti Jihan. Ia merasa seperti di keliling oleh jerat tak terlihat, seolah menunggu langkah berikutnya.

Saat mereka masuk Raden Erlangga menutup pintu dengan keras, suara kayu yang membayangi membuat Jihan tersentak. Ia bisa merasakan ketegangan yang semakin mengental di udara.

Sebuah meja besar terletak di tengah ruangan, di kelilingi ornamen kuno dan beberapa kursi yang tampak megah. Di sudut ruangan terdapat jendela besar dengan tirai yang tertutup, memblokir akses matahari, menciptakan atmosfer kelam. Raden Erlangga duduk di salah satu kursi dengan pose yang angkuh, sementara Jihan berdiri di depan meja dengan sikap hati- hati.

Sosok gagah itu mengambil sebuah gulungan yang sepertinya terbuat dari kulit binatang yang di awet kan, membukanya dan seperti nya sedang membaca isinya.

"Berkelahi dengan putri bangsawan lain, hingga nyimas Agni rara terjatuh ke dalam kolam, membuat keonaran di pasar dengan seorang pedagang, sengaja menyewa gerombolan perampok di perbatasan, untuk apa? untuk menarik simpati Raden Kertayasa? "

Suaranya saat berbicara begitu cepat, hingga Jihan tak dapat mendengar nya dengan jelas. Haish! Sekar Wulan apa yang ada di otak mu hingga membuat suami mu se frustasi ini?

"Sekar wulan kau benar-benar--" Raden Erlangga bahkan sampai kehilangan kata- katanya.

"Benar apa Raden? " Jihan mulai bertanya, karena penasaran dengan ucapan sang raden yang menggantung.

"Sangat sembrono! " ujar Raden Erlangga menekankan kalimat nya hingga Jihan yang mendengar nya terkesiap, menutup mata.

Raden Erlangga bangkit, sorot matanya menghujam lurus ke arah sang Raden ayu. "Sekar wulan, apapun yang kau lakukan sebenarnya aku tidak perduli tapi jika sampai masalah yang kau buat terdengar sampai ke kerajaan maka jangan harap kau bisa tidur nyenyak. "

Sosok tinggi itu berjalan ke arahnya, membuat Jihan secara alamiah memundurkan langkahnya, ia tercekat, dengan setiap langkah Raden Erlangga, jantung Jihan berdegup semakin kencang.

Raden Erlangga menarik tangannya dengan begitu cepat hingga membuat Jihan terkesiap. "Jangan libatkan apapun apalagi perasaan mu dalam dunia ku." Raden Erlangga berbisik di telinga nya.

Raden Erlangga kemudian menjauh, wajahnya nampak mengeras. "untuk hukuman mu kali ini kau di larang keluar dari kediaman Kadipaten, berpuasa sampai bulan pertama muncul dan berjalan tanpa alas kaki! "

Jihan terdiam, apa itu hukuman yang digunakan oleh orang-orang zaman dulu? sungguh aneh. Tapi meskipun aneh dia hanya menundukkan wajah saja, tak berani membantah, untuk sekarang dia harus mengesampingkan tentang jiwanya yang berasal dari zaman modern dan mau tidak mau harus beradaptasi sebagai Sekar Wulan, istri dari seorang adipati yang dingin dan berwajah angker tapi tampan itu.

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Raden Erlangga berlalu begitu saja, meninggalkan nya dalam kebisuan panjang, dua bilah kayu yang semula tertutup kini terbuka kembali, membawa cahaya dari luar yang langsung menerobos masuk, di sanalah Jihan melihat Muti dan emban- emban yang lain datang menghampiri nya dengan tergesa-gesa.

Mata Jihan berkeliling, berkelana jauh, mencoba mengamati setiap sudut tempat ini sampai tiba-tiba Sri dan para emban lain sudah ada di hadapan nya membuat Jihan tersentak.

"Ndoro, ndoro putri apakah anda baik- baik saja? "

Jihan di dalam tubuh Sekar Wulan menggeleng. "Aku sudah jauh lebih baik. "

"Ya sudah mari kita antar ndoro ke bilik. "

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Bilik yang di maksudkan adalah kamar yang di tempati Sekar Wulan. Kamar sangat besar dan luas, tak lupa ornamen- ornamental yang memanjakan mata.

"Ndoro putri habis terjatuh dari bukit, kulit anda yang mulus dan bersih jadi kotor, mari kita bantu ndoro membersihkan diri. "

Jihan mengangguk lemah, tidak ingin menambah beban di pikiran para emban yang tampaknya sudah cukup khawatir. Dia berjalan perlahan menuju bak mandi yang terbuat dari kayu jati, terisi air hangat yang dikelilingi dengan aromaterapi dari bunga melati yang menyeruak lembut.

Sementara para emban mulai menyiapkan peralatan mandi, Jihan merenungkan semua hal yang terjadi. Dia mengingat kembali saat Raden Erlangga menarik tangannya-- Ia bisa merasakan campuran ketakutan dan rasa tertarik yang aneh. Kenapa sosok yang dingin dan angkuh itu bisa mengundang berbagai macam perasaan dalam dirinya?

"Ndoro putri, silakan duduk, " panggil salah satu emban, membuyarkan lamunan Jihan. Sesaat Jihan teringat dia harus beradaptasi dengan situasi ini. Karena kehadirannya di zaman ini dan peran yang di jalaninya, bukan hal yang bisa di anggap remeh.

Setelah di siapkan, air hangat menyentuh kulitnya, membuat Jihan merasa seolah beban hilang seketika. Empat emban itu secara lembut membersihkan tubuhnya, sambil sesekali mengobrol satu sama lain dalam bahasa yang aneh namun bisa ia pahami. Jihan berusaha mendengarkan, sebuah usaha untuk memahami lebih jauh tentang hidup di dunia ini.

Namun perlahan kesadaran Jihan mulai menghilang, ia merasa seperti terlempar jauh dari dalam dirinya.

Lamat- lamat Jihan melihat sebuah memori ingatan masa lalu pemilik tubuh ini.

"Tidak ayahanda, aku tidak ingin menikah dengan adipati kejam itu, aku hanya ingin menikah dengan kangmas kertayasa! "

Plak!

"Diiam kamu, dasar gadis tidak tahu di untung! pernikahan ini bukan hanya masalah pribadi tapi juga tentang pertahanan wilayah kita! menikah lah dengan adipati Raden Erlangga dan berikan keturunan untuk nya agar kelak bisa menjadi penguasa di wilayah ini! lupakan tentang cinta bodoh mu itu kertayasa hanya mencintai mbak yu mu dan mereka juga akan segera menikah! "

Dalam momen mistis itu Jihan merasakan aliran emosi yang mendalam, berjuang melawan gelombang ingatan yang mengalir deras dalam pikiran. Sosok ayahanda yang keras menuntut putri nya untuk menjalani takdir yang tidak di inginkan nya terasa menghantui jiwa.

Satu persatu potongan ingatan datang silih berganti. Dia bisa melihat Sekar Wulan muda, cantik dan bersemangat, berdiri di tengah taman dengan bunga- bunga bermekaran,menari dengan senyuman lebar, di sana juga ada kertayasa yang menatapnya penuh perhatian, mereka tertawa dan bercanda ringan tanpa beban, berbeda jauh dengan tatanan hidup Sekar Wulan yang harus di jalaninya saat ini.

Lalu jiwa Sekar Wulan melayang menghampiri nya, wajahnya sendu dengan air mata membanjiri.

"Ambillah tubuh ini, semuanya milik mu. Aku sudah tak sanggup menjalani nya lagi. "

Jihan terkejut, wajahnya panik. "Apa? tunggu?! ---"

Tapi jiwa Sekar Wulan dengan cepat memudar bersama puluhan mawar yang terbang di udara. Kemudian sayup-sayup Jihan mendengar riuh rendah suara panik.

"Ndoro putri! ndoro putri, sadarlah! "

Sayup-sayup suara riuh itu membangunkan nya yang seolah dari tidur panjang. Jihan membuka mata, tersadar dari dunia memori yang mencengkram nya. Air hangat di bak mandi ternyata sudah berubah dingin, dan para emban menatapnya dengan khawatir.

"Ndoro putri, anda kenapa hiks, hiks, hamba sangat panik. " Muti yang paling terlihat cemas mungkin karena dia yang paling lama melayani Sekar Wulan dan mempunyai ikatan yang lebih kuat dengan nya.

"Tidak apa- apa Muti, jangan menangis. Aku hanya tertidur tadi. " ucapnya juga kepada para emban lain untuk menenangkan mereka. Ia juga merasa butuh waktu untuk beradaptasi dengan perasaan dan konflik dari kehidupan Sekar Wulan.

Terpopuler

Comments

Wulan Sari

Wulan Sari

wah ternyata critanya menarik tentang jaman dulu semoga bisa mengatasi di jaman yg berbeda ibu suka 👍 semangat 💪 Thor trimakasih lanjut salam sehat selalu ya ❤️🙂🙏

2025-06-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!