Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Bab 1 Bisikan Dari danau

Namaku Kirana Ayuningtyas. Aku duduk di bangku kelas sebelas SMA Pradipta. Dilihat dari luar, aku seperti remaja biasa. Tapi kenyataannya... tidak sesederhana itu.

Sejak kecil, aku memiliki kemampuan melihat dan merasakan kehadiran makhluk yang tidak kasat mata. Orang menyebutku anak indigo. Bukan karena aku suka warna biru, tapi karena indra keenamku lebih aktif dari orang kebanyakan.

Awalnya, aku berpikir aku hanya berhalusinasi. Namun setelah kejadian-kejadian aneh terus berulang, aku mulai menerima kenyataan bahwa aku bisa berkomunikasi dengan arwah.

Kemampuan ini seringkali merepotkan, terutama ketika aku harus bersekolah seperti biasa. Bayangkan saja, sedang ulangan tiba-tiba ada suara dari bawah bangku yang memanggil namaku. Atau saat presentasi, tiba-tiba papan tulis jatuh sendiri karena ada arwah iseng lewat.

Namun hari itu, sesuatu yang berbeda terjadi.

Pengumuman dari Ibu Guru

Jam pelajaran Sejarah baru saja dimulai. Ibu Lestari, guru sejarah kami yang terkenal disiplin, berdiri di depan kelas sambil membawa setumpuk kertas.

“Anak-anak, minggu ini kalian akan mendapatkan tugas kelompok. Topiknya adalah Cerita Rakyat Daerah. Kalian boleh memilih daerah mana saja, selama ceritanya berasal dari Indonesia.”

Kelas langsung riuh. Beberapa teman langsung mengangkat tangan, meminta kelompok yang mereka inginkan.

Aku duduk tenang di bangku belakang, sambil membuka bekal roti cokelat buatan Mama.

Ibu Lestari memanggil nama-nama berdasarkan daftar kelompok yang sudah ia susun. Aku mendapat kelompok bersama Nila dan Diriya, dua siswi yang cukup rajin dan tidak banyak bicara. Aku bersyukur, setidaknya mereka tidak termasuk tipe teman yang suka melimpahkan tugas pada orang lain.

Setelah pulang sekolah, kami membuat janji akan berkumpul untuk menentukan cerita apa yang akan kami angkat.

Sampai tidak terasa waktu istirahat pun tiba kami keluar menuju kantin.

Di kantin

“ Kirana apa bener kamu sekelompok sama Diriya dan Nila?” tanya Kezia, sahabat Kirana yang udah kenal Kirana sejak masih bisa ngompol di TK.

“Iya. Plus satu bonus makhluk halus,” jawab Kirana santai.

Kezia nyengir. “kamu gak kapok? Yang kemarin aja si Sukma seminggu kerasukan gegara kamu bawa boneka tua ke kelas.”

“Itu boneka yang kerasukan. Bukan aku yang nyuruh.” ujar Kirana

“Tapi kan kamu yang bawa!” seru

Kezia

Kirana cuman angkat bahu lalu berkata, " Kadang manusia emang lebih parno dari setannya sendiri"

Kezia yang mendengar itu pun hanya bisa menghela nafasnya

...----------------...

Awal Keanehan saat pulang sekolah Kirana dan Kedua temanya pun melakukan diskusi.

“Bagaimana kalau kita ambil cerita rakyat dari daerah sini saja?” usul Nila.

“Misalnya legenda Nyai Roro Kidul?” kata Diriya.

Kirana menggeleng pelan. “Itu sudah terlalu umum. Hampir setiap tahun ada yang mengangkat cerita itu.”

mereka diam sejenak.

Lalu, entah kenapa, sebuah nama melintas di kepala Kirana, Putri Lulut dari Danau Setra.

Kirana bahkan tidak tahu dari mana ia mendengar nama itu. Tapi seperti ada dorongan untuk mengatakannya.

“Ada satu cerita yang mungkin belum banyak diketahui,” kata Kirana perlahan. “Judulnya Putri Lulut dari Danau Setra.”

Keduanya saling berpandangan.

“Putri Lulut? Aku belum pernah dengar,” gumam Nila.

“Kalau begitu, itu bisa jadi pilihan yang menarik,” sambung Diriya. “Kamu tahu detailnya, Na?” tanya Diriya

Kirana mengangguk ragu. “Belum. Tapi aku rasa... aku bisa mencari tahu.”

Malam Hari di Kamar Kirana.

Malam itu, Kirana duduk di meja belajar sambil membuka laptop. Kirana mengetik nama Putri Lulut di mesin pencarian, tapi hasilnya nihil. Tidak ada artikel, berita, atau bahkan catatan apapun tentang cerita itu.

Kirana bersandar ke kursi, bingung.

Tiba-tiba, lampu kamar Kirana meredup. Udara menjadi dingin. Helaian rambutku berdiri seperti tersentuh listrik.

Seseorang hadir.

“Aku tahu kau mencariku.” ujar sosok itu

Suaranya lembut, namun menggema. Di sudut ruangan, sesosok bayangan mulai terbentuk. Wujud seorang perempuan muda dengan gaun panjang yang basah. Rambutnya panjang menutupi sebagian wajah, dan kulitnya pucat seperti bulan.

“Kau... Putri Lulut?” tanya Kirana, menahan getaran dalam suara.

Dia mengangguk. “Namaku dulu Lulut. Aku hidup ratusan tahun lalu di sebuah desa yang kini telah tenggelam.”

Jantung Kirana berdetak cepat.

“Kenapa kamu muncul padaku?” tanya Kirana

“Aku ingin ceritaku didengar kembali. Aku ingin orang tahu kebenarannya. Aku ingin... pembebasan.” ujar sosok itu

Lalu Lulut mulai bercerita. Suaranya tenang, namun menyimpan luka dalam.

“Aku adalah anak kepala desa yang tinggal di dekat Danau Setra. Suatu hari, danau itu mulai meluap. Banjir tak kunjung surut. Warga panik. Dukun desa berkata, hanya pengorbanan jiwa murni yang bisa menenangkan roh air.” ujar Lukut

Ia menatap Kirana, matanya berkaca-kaca.

“Dan mereka memilihku.” lanjut sosok itu pelan

Kirana terdiam. “Kamu... dikorbankan?” tanya Kirana

“Ya. Aku dijadikan tumbal, dijatuhkan ke dalam danau saat bulan purnama. Sejak itu, desa itu memang tidak pernah kebanjiran lagi. Tapi aku... tidak pernah tenang.” jawab sosok Lulut

Kirana memejamkan mata sejenak. Bayangan seorang gadis muda dijatuhkan ke danau oleh orang-orang yang ia percayai membuat dada terasa sesak.

“Aku akan menceritakan kisahmu,” janji kirana.

“Tapi aku butuh bukti. Aku butuh data, agar teman-temanku percaya.” lanjut kirana

Lulut mengangguk. “Pergilah ke Perpustakaan Lama di Desa Sindang Rawa. Di sana, ada catatan kuno tentang kejadian ini.”

Lalu sosoknya menghilang perlahan, menyisakan aroma bunga danau yang lembut.

Dua hari kemudian, Kirana mengajak Nila dan Diriya ke Perpustakaan Lama yang disebut Lulut. Bangunannya tua, berdinding kayu gelap, dan dipenuhi debu.

“Kamu yakin ini tempatnya?” bisik Nila.

Kirana mengangguk. “Aku dengar dari seseorang yang pernah membaca tentang cerita rakyat di sini.”

Meraka masuk dan langsung disambut udara lembab dan sunyi yang menyesakkan. Penjaga perpustakaan, seorang pria tua, hanya mengangguk ketika aku bertanya tentang buku-buku daerah.

Setelah satu jam mencari, Kirana menemukan buku lusuh berjudul Catatan Ritual Kuno Desa Setra.

Kubuka pelan, dan di halaman tengah, tertulis nama: Lulut. Anak Kepala Desa. Pengorbanan di Danau Setra. Tahun 1798.

Tangan Kirana gemetar. “Ini dia...”

lalu mereka mengambil buku itu dan mulai membaca cerita itu hingga selesai.

Beberapa hari berlalu

Malam sebelum presentasi, Lulut kembali muncul.

“Terima kasih,” katanya lembut. “Tapi aku masih belum tenang.”

“Kenapa?” tanya Kirana

“Karena ada yang memalsukan kisahku. Di antara penduduk dulu, ada yang menulis bahwa aku sukarela dikorbankan. Padahal aku dipaksa.” jawab Lulut

Kirana terdiam.

“Bolehkah aku hadir saat presentasi itu?” tanyanya.

Kirana menatapnya. “Jika itu bisa membuatmu tenang... silakan.”

Hari Presentasi di mulai

Ruang kelas penuh dengan ketegangan. Kirana maju ke depan, membawa buku catatan dan salinan halaman dari perpustakaan.

“Selamat pagi. Hari ini, kelompok kami akan mempresentasikan cerita rakyat yang berasal dari wilayah Danau Setra, berjudul Putri Lulut.” ujar Kirana

Saat Kirana mulai bercerita, angin dingin tiba-tiba masuk dari jendela. Listrik bergetar. Suara pelan mulai terdengar, hanya bisa didengar oleh mereka yang peka.

bersambung

Terpopuler

Comments

Wulan Sari

Wulan Sari

wah anak indigo memang the best semoga bisa mengatasi hal2 di luar nalar, trimakasih Thor ibu baru baca sepertinya menarik semoga bisa menginspirasi yaaa buat semua ...
salam sehat selalu semangat untuk Thor nya💪❤️🙂👍🙏

2025-06-14

2

Tiara Bella

Tiara Bella

horor Atut baca malm².....

2025-06-14

2

ᵉᶠ ↷✦; 𝓔 𝓵 𝓵 𝓮 ❞

ᵉᶠ ↷✦; 𝓔 𝓵 𝓵 𝓮 ❞

tanpa meminta mereka sendiri yang hadir di dalam kegelapan

2025-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!