Belum penuh satu bulan libur dirumah, Alana sudah memutuskan untuk balik ke rumah Bude. Rasa rindu ada Dewa sudah bertumpuk dalam dalam hati.
Pertama kali bersentuhan dengan perasaan, jiwa yang polos itu mengalun dengan sangat naifnya melahirkan rasa yang menguasai hati gadis remaja itu.
Alana benar-benar gadis yang naif saat jatuh cinta dengan seorang pria. Seperti saat ini, dia menolak untuk diantar papanya dan rela menunggu di stasiun untuk menunggu jemputan Dewa.
Mobil Civic hitam menghampiri gadis yang berdiri dengan tas ransel di pundaknya. Saat kaca mobil terbuka, Alana tersenyum. Gadis itu pun meletakkan tas ranselnya di bangku belakang, kemudian duduk di sebelah kemudi.
" Maaf, nunggu lama, ya!" ucap Dewa dengan mulai melajukan mobilnya.
"Lumayan, sekitar sepuluh menitan." jawab Aluna.
" Kita langsung ke rumahku dulu, bagaimana?" tawar Dewa, Dia juga baru kembali dari luar kota untuk urusan pekerjaan.
" Oke! Asal jangan sampai malam, Mas!" Alana pun mengiyakan masih dengan syarat. Setelah Magrib, orang tuanya pasti akan menanyakan keberadaannya.
" Oke..."
Mobil melaju menuju sebuah komplek perumahan elit. Dewa memang sudah mempunyai rumah sendiri, menjadi seorang dosen dan mempunyai usaha percetakan membuat pria itu sudah terbilang cukup mapan.
Mobil berhenti tepat di sebuah rumah lantai dua dengan desain minimalis. Alana menatap dengan seksama rumah yang didominasi warna putih itu.
Cantik. Batin Alana. Saat melihat sebuah taman dan kolam kecil di depan rumah, gadis itu menilai rumah Dewa cukup estetik.
"Mas Dewa nggak ada pembantu?" tanya Alana. Saat memasuki rumah yang terlihat bersih. Padahal dia tahu Dewa adalah orang yang sangat sibuk.
"Ada, cuma datang dua hari sekali untuk membersihkan taman dan rumah." jawab Dewa kemudian meletakkan tas di sebuah kursi panjang.
Alana terus menyisir isi rumah dengan rasa penasaran. Desain interior dan pilihan warna sangat cocok dengan seleranya, bukan karena dia menyukai Dewa, tapi dia merasa rumah Dewa di desain dengan penuh kenyamanan.
"Kamu bisa menungguku di ruang perpustakaan ini." Dewa membuka ruang yang ada di dekat Alana berdiri.
"Kamu juga bisa nonton film di situ, tapi aku hanya punya koleksi film horor." ucap Dewa sambil menunjuk sebuah televisi besar.
Alana hanya bergidik, dia sama sekali tidak tertarik dengan hal berbau horor.
"Aku tinggal mandi sebentar!" pamit Dewa di ikuti anggukan Alana.
Alana pun mulai mengenali ruangan perpus yang dibilang cukup besar. Perpustakaan milik Dewa sangat berbeda, bukan ruangan kedap udara tapi sebuah ruang terbuka dengan pemandangan taman yang ada di sebelah rumah. Tanpa AC pun, siklus udara di perpustakaan itu masih terasa sejuk dan segar.
Sebenarnya Alana sama sekali tidak tertarik dengan buku bacaan yang berat tapi tidak juga dengan film horror. Dia lebih lebih memilih menikmati setiap detail ruang perpustakaan yang tertata sangat rapi dan indah.
Salah satu buku yang terselip diantara tumpukan buku di sudut meja kerja Dewa malah membuat Alana tertarik untuk mendekati. Tanpa ragu Alana meraihnya.
Alana tak pernah menyangka, jika Dewa juga menyukai bacaan novel. Sebuah karya sastra dari penulis zaman dulu.
Alana mencoba membuka lembar pertama, disitu tertulis tulisan tangan 'Memorian 2020'. Dia yakin buku ini dibeli atau diberikan seseorang sekitar lima tahun lalu.
Alana terus membuka halaman demi halaman, hingga dia menemukan beberapa lembar foto yang terselip bersamaan dengan lipatan kertas.
Dear Bella
Sekian lama waktu sudah kita lalui bersama. Cintaku sudah benar-benar jatuh hingga tak tersisa. Entah bagaimana bisa aku melupakanmu, rasanya aku sendiri ragu.
Tapi semua sudah berakhir dan aku seperti kehilangan arah menjalani kehidupanku. Semua cinta ini sudah habis di kamu dan aku tak yakin bisa mencintai wanita lain sama seperti aku mencintaimu.
Hanya secuil harapan yang tersisa untuk kita bisa bersama lagi.
"Ting tong.... Ting tong...." Suara bel berbunyi membuat Alana bergegas menyimpan kembali buku itu ke tempat semula.
Selama ini dia berusaha untuk mengerti tentang masa lalu seseorang, tapi entah kenapa kali ini dia merasa rasa nyeri itu diam -diam menyelinap dalam hatinya setelah membaca bagian cerita masa lalu dari sang kekasih.
Alana bergegas melangkah keluar, bermaksud untuk membukakan pintu untuk tamu. Tapi, Dewa yang dikiranya masih mandi ternyata sudah melangkah untuk membukakan pintu.
Alana mendudukkan tubuhnya di sofa, Dia merasa lemas, tubuhnya terasa terpental jauh ke dalam sebuah lubang besar, setelah membaca curahan hati Dewa. Sebegitu besarnya Dewa mencintai gadis anggun yang bernama Bella.
Cantik, Alana akui gadis itu terlihat cantik. Aura feminim keibuan terpancar kuat dalam diri gadis itu. Tidak hanya Dewa, bahkan dirinya sendiri sudah menghafal wajah gadis itu meskipun baru pertama kali melihat fotonya.
"Hae, kok bengong!" Suara Dewa membuyarkan lamunan Alana.
Alana hanya tersenyum kaku hingga dia menyadari jika Dewa sedang meracik kopi untuk tamunya.
"Mau ku buatkan kopinya, Mas?" tawar Alana. Meskipun manja tapi Alana cukup pengertian.
"Nggak usah, kamu istirahat saja. Di ruang sebelah, ada sofa panjang, kamu bisa rebahan di sana." ujar Dewa sambil mengaduk kopi yang dia buat.
" Mas Dewa, apa aku pulang sendiri saja, sekarang?" permintaan Alana membuat Dewa langsung mendongak, menatap gadis manis berambut panjang itu dengan tatapan tajam.
" Nanti aku anterin!" ucap Dewa.
" Tapi hari semakin petang, Bude juga sudah mengirim pesan, kapan sampai rumah." bujuk Alana. Dia hanya cemas jika sampai papanya menelpon dan ternyata dia belum sampai di rumah budenya. Itu akan menjadi Boomerang baginya.
" Takutnya urusan tamunya masih lama." lanjut Alana. saat melihat Dewa sedang berfikir keras.
"Baiklah, aku pesankan taxi. Nanti sampai di rumah Bude langsung kabari, Mas!" Dewa terus berbicara sambil memesan taxi online buat Alana.
" Siap, Mas." jawab Alana.
Dewa menyerahkan nampan pada Alana, untuk dibawa ke depan. Sedangkan dirinya membawakan ransel yang sempat dibawa Alana dari rumah.
" Eh, siapa, Wa?" Salah satu tamu Dewa bertanya.
" Mahasiswa di kampusku!" jawab Dewa dengan meletakkan cangkir kopi di depan kedua temannya.
" Eh, serius cuma mahasiswamu?" Salah satu teman yang satunya lagi menimpali dengan tatapan tak percaya.
Dewa pun tak menjawab lagi, sementara Alana malah menjadi salah tingkah.
" Aku tinggal dulu! Sebentar lagi, taxinya sampai." pamit Dewa kepada kedua temannya. Pria itu langsung menggandeng Alana keluar dari rumahnya.
Gadis itu hanya mengikuti langkah Dewa. Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan gerbang rumah Dewa.
" Hati-hati, jika ada sesuatu hubungi Mas!" pesan Dewa saat membukakan pintu belakang dan memasukkan tas ransel milik Alana.
" Hati-hati, Pak. Nggak usah ngebut!" ucap Dewa dengan memberikan satu lembar uang ratusan.
" Kembaliannya buat Bapak." jawab Dewa hingga membuat pria itu mengucapkan terimakasih sebelum melanjutkan mobilnya.
Alana terus menoleh ke arah pria yang masih berdiri menatap kepergian mobilnya. Hatinya menjadi gelisah, satu sisi dia ragu akan perasaan pria itu dan satu sisi Dewa terlihat tulus menyayanginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Anis Saidah
selidiki dulu alana gimana sesungguhnya perasaan dewa ke kamu..jangan sampai kamu cuma menjadi pelarian saja
2025-06-14
0
Dewi Purnomo
baru part 2 loh ini sdh nyesek aja mb.....hehe
2025-06-13
1
Ickhaa PartTwo
Semangat up mba
2025-06-11
0