BAB 5

"Kak Naura....Selamat ya, kak...!"

Savina memeluk Naura, mengucapkan selamat atas wisuda S1 kakaknya tersebut. Naura menahan tangisnya, ia tak menyangka bisa selesai kuliah dengan uang tabungan yang memang sudah dipersiapkan mendiang ayahnya dulu.

Bayangkan, Naura harusnya tidak berkuliah. Zizah dulu hanya ingin menyekolahkan Naura sampai ke jenjang SMA saja. Namun, tekad Naura untuk kuliah sangatlah kuat. Gadis itu pun akhirnya membuka tabungan yang selama ini di amanahi mendiang tuan Imran padanya. Ya, dulu Imran sudah mempersiapkan banyak uang untuk Naura tanpa sepengetahuan Zizah.

Naura tidak bohong, ia mengatakan jika berkuliah dengan uang yang di tinggalkan ayahnya. Zizah awalnya tentu terkejut, namun wanita itu lebih memilih diam dan membiarkan saja Naura. Zizah berpikir lagipula Naura sudah dewasa, bukan anak-anak lagi. Namun, entah kenapa tetap saja ada rasa tidak suka dihati Zizah. Melihat mendiang suaminya sudah mempersiapkan hal tersebut pada Naura.

"Terima kasih, Savina."

Savina mengangguk tersenyum, hanya dirinya lah keluarga yang datang di acara wisuda Naura saat ini. Yang lainnya tidak datang walaupun Naura sudah mengatakannya. Wanita itu pun merasa sedih. Naura melihat sekitar, dimana banyak teman-temannya yang begitu senang di datangi orang tua dan saudara lainnya. Sementara dirinya, bersyukur ada Savina yang mau datang.

Namun, kini alis Naura bertaut saat mendengar teriakan tidak asing menyapa rungunya.

"Aunty Naura.....!"

Naura mencari-cari ke arah suara, hingga tangisnya pun pecah kala melihat sosok Maryam berlari ke arah dirinya dengan membawa satu buket bunga yang cantik. Naura berlari kecil dan berlutut di depan Maryam, ia langsung memeluk keponakannya tersebut.

"Maryam datang?"

Maryam mengangguk, ia menghapus air mata Naura dengan tangan mungilnya. Lalu memberikan buket bunganya pada Naura. "Untuk aunty Naura, selamat ya aunty."

Naura menerimanya dengan haru, ia mencium kening Maryam sejenak, "Terima kasih."

Kini suara Zayad terdengar, "Selamat atas wisuda kamu, Naura."

Naura sedikit tersentak mendongak ke atas, "Terima kasih, kak. Kak Salma ikut?"

Zayad menggeleng, "Tidak, hanya kami berdua saja. Maafkan istriku, karena tidak bisa datang. Aku sudah mengajaknya tadi, tapi sepertinya Salma sangat sibuk hari ini. Sekali lagi, maaf."

"Tidak perlu minta maaf, kak."

"Ya, seharusnya Salma datang. Bagaimana pun, kamu adiknya dan kamu selama ini banyak menjaga Maryam untuk kami."

"Tidak apa, kak. Naura senang menjaga Maryam."

Zayad kini menghela nafas berat, Maryam menatap Naura dengan sendu, "Hari ini, Maryam bertemu dengan pengasuh Maryam yang baru. Seperti guru juga, aunty. Maryam akan sekolah sebentar lagi. Maryam akan berada di sekolah dari pagi sampai sore."

Deg,

Mata Naura membulat, "Hah?"

Zayad mengangguk, "Benar kata Maryam, Salma sudah mempersiapkan semuanya untuk sekolah Maryam. Naura, terima kasih banyak atas semua kebaikan kamu pada puteriku selama ini."

Hati Naura mencelos perih, Maryam juga terlihat menahan tangis saat ini. Naura tersenyum mengangguk dan menangkup pipi sang keponakan, "Belajar yang rajin, ya? Jadi anak soleha. Aunty pasti akan sering mengunjungi Maryam. Memang, aunty juga pasti harus mencari kerja nanti."

Maryam mengangguk sendu, "Iya aunty, Mama Papa tadi bilang gitu."

Berat sejujurnya, namun Naura juga tidak bisa ikut campur. Walau kedekatan hatinya dengan Maryam, sudah teramat lekat.

* * *

Si musholla Kampus tempat Naura wisuda tadi, kini mereka menjalani shalat Ashar disana. Maryam kini justru terburu-buru ingin memakai mukena dan berdiri di samping Zayad. Kali ini, anak itu memilih shalat mendekat pada Papanya. Maryam mengikuti setiap gerakan Zayad dengan lancar.

Usia shalat, Maryam terlihat berdoa dengan khusyuk memejamkan matanya. Zayad tersenyum tipis menatap sang puteri, karena cukup lama Maryam berdoa. Usai doanya selesai, Zayad pun bertanya pada sang puteri.

"Apa doanya kali ini?"

Maryam tersenyum polos, "Masih sama, Pa. Maryam ingin punya Mama."

Deg,

Bukan kali pertama sebenarnya, anak ini setiap berdoa selalu meminta hal itu. Zayad menatap lekat mata Maryam, "Nak, Papa sering bilang, Maryam sudah punya Mama. Mama Salma itu mama Maryam."

Maryam menggeleng sendu, "Tapi Mama tidak sayang Maryam, Pa."

Hati Zayad mencelos perih, dan ini memang selalu menjadi jawaban Maryam. "Maryam tidak boleh bilang begitu, nak. Maryam harus mengerti, mama Salma adalah mama Maryam."

Maryam hanya diam menatap Zayad dengan wajah polosnya. Tepat di saat itu, ponsel pria itu bergetar. Zayad tersenyum dan mengangkatnya, "Zayn? Sudah tiba? Baiklah, aku jemput sekarang di Bandara."

"Tidak, kak. Aku bawa mobil sendiri, dimana ini ya. Ah di dekat kampus A, kak."

"Benarkah? Berhenti, Zayn. Aku dikampus itu sekarang."

"Oh, baiklah."

Zayad memutuskan sambungan teleponnya, Maryam pun bertanya, "Siapa, Pa?"

"Uncle Zayn, nak."

"Benarkah? Uncle Zayn pulang?"

"Iya, nak. Kita akan bertemu uncle sebentar lagi."

Zayn Ali Khoir, adik Zayad. Pria itu selama ini kuliah di Australia dan kini sudah selesai dengan S2 nya. Zayn pun kembali ke negara asal.

* * *

Kini, Naura dan Savina juga sudah selesai shalat. Mereka menemui Maryam dan Zayad yang duduk di teras Musholla menunggu Zayn. Tepat di saat itu Zayn datang dengan mobilnya. Pria itu pun turun, dan tatapannya yang harusnya ingin ke Maryam dan Zayad, kini justru teralihkan menatap Naura.

Zayn tertegun, ia berjalan menuju mereka semua namun tatapannya tidak lepas dari Naura. Naura bahkan menyadarinya dan menjadi sungkan mengangkat kepalanya. Zayad menautkan alis, atas tatapan sang adik. Apalagi, Zayn kini justru langsung mendekat ke Naura dan berdiri di hadapan gadis itu.

"Assalamu'alaikum, ukhti." sapa Zayn.

Savina dan Maryam saling menatap, spontan keduanya tertawa dan berkata, "Ciyeeee..."

Naura tentu semakin malu dan menunduk saja, Zayn justru terus tersenyum pada sang gadis, "MasyaAllah, sudah berapa tahun tidak bertemu. Melihat Naura sekarang, sepertinya sudah siap dinikahi."

Mata Naura membulat menatap Zayn, pemuda itu justru tersenyum saja dengan ramahnya. Zayad disana menghela nafas pelan namun terkesan kecewa, pria itu berdiri dan menarik Zayn dengan ia rangkul.

"Ya sudah, ayo pulang. Jangan tebar pesona saja kerjamu, Zayn."

Zayn tentu menolak, "Sabar, kak. Masih juga baru sampai dan baru melihat Naura. Naura wisuda? Ya ampun, seharusnya tadi aku bawa bunga. Atau..bawa cincin mungkin." tuturnya lagi, kebiasaan Zayn yang memang sebercanda itu, ahlinya membuat wanita meleleh.

Justru Savina yang berteriak malu, dan memukuli bahu Naura, "Kak...ya ampun...sihiy.."

Zayn pun jadi tertawa kecil, Naura hanya diam dan menunduk, sesekali saja melirik Zayn yang memang sudah ia kenal lama. Namun enam tahun ini tidak bertemu karena pria itu pergi ke Australia.

Kini, justru Maryam berdiri di depan Naura dengan merentangkan tangannya dan memasang wajah seram yang justru menggemaskan. "Jangan ganggu-ganggu aunty Naura. Kalau kata aunty Savi, uncle ini buaya..."

Spontan mereka semua disana jadi tertawa, termasuk Zayad dan Naura yang tersenyum tipis melihat betapa lucunya Maryam. Naura yang tersenyum manis pun menjadi tatapan dua pria kakak beradik saat ini, yakni Zayad dan Zayn.

* * *

...Zayn Ali...

...(25 tahun)...

Terpopuler

Comments

Hafizah Aressha R

Hafizah Aressha R

la keren dan gantengan zayn dri od zayad y..

2025-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!