"Mama...!"
Maryam berlari kecil ke arah Salma berada. Batita cantik itu baru saja bangun tidur. Maryam keluar sendiri dari dalam kamarnya dan menemukan sang Mama berjalan menuju ruangan makan. Salma menatap Maryam dan tersenyum, "Hai, sayang Mama."
Maryam terlihat senang, ia berdiri di depan Salma dan menatap Mamanya tersebut dengan tatapan berharap. Ya, berharap di gendong dan di peluk. Namun, Salma hanya tersenyum dan mengusap kepala sang puteri.
"Sudah bangun anak Mama? Ayo kita ruangan makan, sarapan dulu. Papa sudah ada disana."
Salma langsung berjalan begitu saja, Maryam pun menatap punggung sang Mama dengan sendu. Mungkin, anak ini seperti di dewasakan oleh keadaan. Dia memang masih berusia tiga tahun, namun Maryam paham Salma itu ibu kandungnya dan Naura bukanlah ibunya. Maryam sering berpikir sendiri, kenapa Mamanya berbeda tidak seperti Mama teman-temannya?
Tepat di saat itu, Zayad muncul berjalan di hadapan Salma. Tanpa mau menatap Salma, pria itu mendekat ke Maryam dan langsung menggendong puterinya tersebut. "Woah..anak Papa sudah bangun. Nyenyak tidurnya, nak?"
Maryam tersenyum mengangguk, "Nyenyak, Papa."
Salma menoleh menatap keduanya dengan ekspresi yang datar, "Jangan terlalu memanjakan anak, Mas. Nanti terbawa sampai besar. Anak kita harus mandiri, seperti aku."
Alis Zayad bertaut menatap sang istri, ia berjalan mendekat, "Usia Maryam sekarang, justru harus dilimpahkan banyak kasih sayang."
Salma menghela nafas berat, ia berjalan saja menuju ruangan makan dan duduk disana, "Jangan sampai seperti Savina, adik bungsuku. Ayah kami meninggal saat dia masih kecil. Naura datang memberikan banyak kasih sayang padanya. Lihatlah, anak itu jadi manja sekali. Tidak banyak pintarnya, tahunya merengek saja meminta uang. Hadirnya Naura memang sedikit mengganggu pola asuh ibu kami saat itu." jelasnya santai sembari mengambil menu sarapan dan langsung memakannya.
Zayad mendekat, mendudukkan Maryam di kursi makan lalu ia pun duduk tepat di sebelah puterinya, berhadapan dengan Salma. Tentu pria itu tahu, jika Naura adalah anak dari istri kedua mendiang ayah Salma, ayah mertuanya.
"Savina sekarang masih sekolah, Salma. Wajar dia masih meminta uang, dia kan lebih muda dari Naura. Dulu kamu pasti juga begitu."
"Tapi ya nggak semanja Savina juga, Mas. Ini aku sedang memikirkan juga, nanti saat Maryam mulai sekolah, Naura tidak usah menjaga Maryam lagi. Aku akan pekerjakan pengasuh khusus yang terakreditasi untuk Maryam. Tahun depan, Maryam sudah sekolah. Sudah bisa masuk PAUD."
Mata Zayad membulat, pria itu sedikit tersentak. Tapi benar juga, Naura akan tamat kuliah saat itu dan tidak mungkin menjaga Maryam terus. Kini, seperti ada rasa tidak rela di hati Zayad. Apalagi melihat keakraban Maryam dan Naura.
"Ya, Naura memang akan tamat kuliah, kan? Pasti akan bekerja di perusahaan kamu, kan?" tanya Zayad.
Alis Salma bertaut, wanita itu terkekeh sinis. "Ya nggak lah, Mas. Enak saja dia, anak haram juga."
Zayad dengan cepat menutup telinga Maryam, ia menatap Salma dengan tegas, "Salma, jaga bicara kamu! Ada anak kecil disini, dan kata-kata kamu itu tidak baik."
Mata Salma mengerjap, ia pun tersenyum canggung, "Maaf." lirihnya.
Zayad menghela nafas berat, Maryam menatap keduanya dengan bingung. Namun anak itu hanya diam, dan menikmati sarapannya saja. Maryam seperti tahu, memang beginilah setiap harinya. Hal yang tidak anak itu sukai. Perbedaan yang signifikan jelas terlihat, ketika Maryam bersama Salma antara bersama Naura. Maryam lebih banyak diam, tidak mau terlalu berinteraksi.
* * *
"Pa.., Mama tidak ikut?"
Zayad menggeleng dengan tersenyum tipis, "Tidak, nak. Mama ada urusan juga. Kita berdua saja ya ke Mall nya."
"Kata Papa, Mama ikut."
"Maafkan Papa ya, nak. Tapi tenang saja, hari ini Maryam pasti senang. Papa ajak nanti makan es krim."
Maryam mengangguk sendu, ia sudah terlihat cantik dengan pakaian barunya. Zayad juga tampak sudah bersiap, memenuhi janjinya pada sang puteri untuk jalan-jalan ke Mall. Sementara Salma, sudah pergi lebih dulu.
Papa dan puterinya tersebut pun pergi berdua saja, menuju Mall besar di pusat kota. Maryam terus tersenyum di dalam mobil, "Jika aunty Naura ikut pasti seru."
"Aunty Naura tidak bisa ikut, nak." jawab Zayad tersenyum. Maryam mengangguk saja, dan terlihat cukup antusias.
Beberapa saat keduanya tiba, Zayad memarkirkan mobilnya lalu keduanya berjalan bersama dengan Zayad gandeng tangan puterinya tersebut. Maryam berjalan riang dan lucu. Namun, takdir kini tanpa sengaja mempertemukan Maryam dengan Naura. Naura juga berada di Mall itu dengan Savina.
Maryam lah yang lebih dulu melihat Naura, ia hafal betul postur tubuh wanita kesayangannya tersebut. Maryam seketika berlari dengan riang, "Aunty Naura......!"
Naura tersentak kaget, ia pun berlari kecil ke arah Maryam dan langsung menggendong keponakannya tersebut. Naura mencium pipi Maryam dengan gemas, hingga anak itu terkikik geli.
"Maryam disini?"
Maryam mengangguk lucu, "Sama Papa, itu Papa. Kami mau main di playground, aunty."
Savina kini juga mendekat, ia mengecupi pipi Maryam beberapa kali. Maryam pun berteriak kesal pada Savina. Savina memang aunty yang sangat jahil baginya, "Aunty Saviiiiiii..." teriak Maryam.
Naura menarik telinga Savina, "Iiihh..jangan ganggu-ganggu Maryam, Savina.."
Savina tertawa renyah dan terus menjahili Maryam, namun Maryam justru tertawa saat Naura mencubit pipi Savina. "Weeeekk..aunty Savi di cubit aunty Naura."
Zayad mendekat dengan tersenyum, "Assalamu'alaikum." sapanya.
Naura dan Savina mengangguk ramah, "Wa'alaikumsalam."
"Kalian disini juga?"
"Iya kak, cari peralatan sekolah untuk Savina. Sekalian ajak Savina jalan-jalan." jawab Naura.
Maryam seketika memajukan bibirnya dengan lucu, "Kok Maryam tidak di ajak?"
"Maryam kan jadwalnya sama Mama Papa, weeeekk.." jawab Savina menjulurkan lidahnya pada Maryam, anak itu pun kesal kembali dan merengek mengadu pada Naura.
Naura tersenyum dan memeluk hangat keponakannya tersebut hingga anak itu langsung tenang. Zayad terus memperhatikan kedekatan keduanya dengan tersenyum tipis.
"Ayo ikut kami, kalian juga bisa main di playground yang besar bersama Maryam." ajak Zayad.
Seketika mata Savina membulat, ia pun langsung mengangguk setuju. "Mau..mau..mau...!" teriaknya riang, anak itu memang terbilang ramai dan ceria.
Mereka semua pun menuju playground bersama-sama. Namun sebelumnya mereka membeli banyak makanan dan cemilan. Zayad menunggu di kursi playground dengan menjaga makanan dan minuman tersebut. Tiga wanita beda usia itu pun berlarian riang masuk ke dalam playground.
Savina terlihat asyik sendirian menuju permainan yang ia inginkan. Sementara Naura tidak mau jauh-jauh dari Maryam. Naura menemani Maryam bermain, dan menjaganya dengan baik. Bahkan, gadis itu rela saja bertingkah seperti anak-anak demi Maryam. Maryam pun banyak tertawa karena Naura.
Zayad terus menatap keduanya, tawa mereka disana seolah menular pada Zayad. Pria itu ikut tertawa kecil sendirian dan Zayad jadi malu sendiri melihat sekitar. Pria itu menggeleng dan tersenyum.
* * *
"Enak es krimnya?" tanya Naura sembari menyeka sudut bibir Maryam yang terkena sedikit es krim strawberry.
Maryam mengangguk, "Enak, aunty. Coba nih es krim Maryam." jawabnya menyodorkan es krimnya.
Naura memakannya sedikit, "Emm..enak sekali."
Mereka saat ini sedang di cafe dan menikmati makan bersama. Zayad terlihat fokus ke ponselnya. Savina sudah memakan dua es krim dan menuju yang ketiga. Kini, Maryam menatap Zayad dan menyodorkan es krimnya tadi.
"Papa, mau es krim Maryam juga? Ini.."
Mata Naura membulat, ia tersentak sebab Maryam baru menyuapinya. Naura hendak menarik tangan Maryam, namun Zayad langsung menunduk dan mencoba es krimnya. Sepertinya Zayad tidak sadar jika es krim itu tadi bekas suapan Naura, karena pria itu terlalu fokus ke ponselnya.
Zayad tersenyum menatap sang puteri, "Enak, nak. Makanlah yang banyak."
Maryam mengangguk senang, sementara Naura disana menelan ludah kasar dan terpaku di tempatnya. Gadis itu mengusap dadanya pelan, dan jantungnya terasa berdebar. Naura pun memilih diam dan menunduk saja.
* * *
"Da...besok kita ketemu lagi ya." ujar Naura memeluk Maryam.
"Iya aunty, besok Maryam ke rumah nenek."
"Dan besok aunty tidak kuliah...!" tutur Naura memberi kejutan.
Mata Maryam pun membulat, ia melompat riang, "Yeah...besok bisa main sama aunty Naura lama-lama."
Naura dan Savina pamit pulang pada Zayad, pria itu mengangguk tersenyum, "Terima kasih, sudah menjadi teman puteriku seharian ini. Savina, ini untukmu." Zayad memberikan sebuah bingkisan yang ia beli tadi di Mall, Savina membukanya dan ia senang melihat isinya. Yakni banyak peralatan sekolah.
"Makasi ya kak Zayad.."
Zayad tersenyum, ia kemudian memberikan bingkisan lain pada Naura, "Dan ini untukmu, Naura."
"Kak, tidak perlu seperti ini. Kami senang menemani Maryam bermain." jawabnya sembari menerimanya dengan sungkan.
"Tidak apa, aku ingin saja membelikan kalian sesuatu. Semoga suka."
Naura tersenyum canggung, "Terima kasih, kak."
Naura melihat isinya, seketika gadis itu tertegun menatap boneka beruang kecil di dalamnya. Entah kenapa, Naura jadi teringat mendiang ayahnya dulu, yang suka membelikannya boneka beruang juga saat ia masih kecil.
Mereka pun berpisah disana. Zayad sebenarnya ingin mengantarkan, namun Naura dan Savina menolak sebab mereka mau ke suatu tempat yang lain lagi. Zayad dan puterinya kini sudah melaju pergi meninggalkan Mall. Naura dan Savina menuju halte bis, menunggu disana. Namun, Naura kini tersentak saat sekilas melihat sebuah mobil masuk ke kawasan Mall dan di dalamnya seperti Salma, dengan seorang pria.
Naura menggeleng kecil, "Ya Allah, nggaklah. Aku pasti salah lihat." lirihnya teramat pelan.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments