03. Konflik berat

"Akhirnya ketemu juga… dicari-cari dari tadi. Gue bilang juga apa kan Ben, dia pasti masih di dalam. Mobilnya aja masih ada di parkiran" kata salah satu dari mereka yang badannya tinggi jangkung yang berwajah Indo-Pakis.

Rere bisa mengenali karena untuk anak laki seumuran dia bulu-bulu halus sudah tumbuh di bawah hidungnya yang mancung di atas rata-rata orang pribumi.

"Iya… Gue pikir dia mungkin nebeng temennya" jawab Ben yang ternyata ada paling depan di antara mereka berempat.

Ben juga tinggi dan wajahnya tak kalah tampannya dengan yang pertama bicara. Alis mata Ben sungguh tebal, hidung mancung dengan kulit yang lumayan putih untuk ukuran laki-laki.

"Eh, sorry… tapi toilet anak laki ada di bawah. Ini toilet anak perempuan" Jawab Rere polos. Dia berusaha ramah terhadap sekelompok pemuda itu.

"Halo Rere… pa kabar?" sahut salah satu mereka. Rere tampak terperanjat, kenapa mereka tahu namanya.

"Siapa ya? Kok gue gak kenal sama kalian semua? Bukan anak sekolah sini kan?" Rere masih berusaha ramah seolah ini adalah percakapan biasa yang pantas antara seorang gadis dengan sekelompok anak laki-laki di koridor toilet perempuan.

"Lo emang cantik banget… ramah lagi. Pantesan Albie naksir banget sama lo. Ya nggak Dave?" timpal si Indo-Pakis sedikit menyeringai.

Rere mulai tidak suka dengan perlakuan mereka. Dan kenapa ada Albie yang terlibat dalam percakapan ini.

"Emang Albie gak salah pilih! Renata aja kalah sama lo Re" jawab Dave yang Rere nilai tidak kalah gantengnya dengan yang lain.

Dan Renata? Siapa yang dia maksud kan..

Dave berperawakan tinggi dan lumayan atletis. Wajah oriental Indo juga menghiasi mukanya. Indo mana? Rere tidak bisa memprediksi.

"Eh, siapa sih kalian? Kok kenal gue sama Albie…" Nada suara Rere sedikit panik karena dia sekarang merasa terpojok.

"Kita-kita dateng kesini cuma mau nyulik elo… Jangan tersinggung ya… tapi kayanya gue mau lebih dari nyulik… tul gak guys?” Jawab Ben santai seolah ini adalah pernyataan yang normal. Dan teman-temannya di belakang pun mengiyakan dengan kompak sambil menunjukkan mimik seperti orang haus dan berseringai.

"Eh jangan becanda dong… jangan sampe gue teriak" ada nada panik disuara Rere.

Dengan reflek Rere merogoh tasnya. Tangannya yang tadi di dalam tas untuk mencari kunci mobil sekarang berubah untuk mencari handphonenya dengan gugup.

Mungkin dia bisa menekan speed dial untuk menelepon siapa saja agar bisa mendengarnya walau dari dalam tas.

Tetapi terlambat. Ben mengetahui gelagatnya dan segera merampas tas Rere dan melemparnya jauh-jauh ke dalam toilet. Sedetik kemudian semua buku-buku, kunci mobil, handphone dan make up Rere berhambur keluar. Ada sesuatu yang terdengar pecah disana. Rere melengos. Apa itu Hpnya. Atau mungkin salah satu alat kosmetiknya.

“Mau telpon siapa say…“ kata Ben sambil memegang tangan Rere dengan mendekatkan seringai dan mukanya tidak lebih dari 2 centimeter dari muka Rere.

Tubuh Rere terpaku, untuk sepersekian detik dia tidak bisa berpikir jernih, dia benar-benar bingung dan.. Culik? Nyulik gue? Di sekolah? Tunggu? tapi kan mereka juga anak sekolah.

Rere mengedipkan matanya berkali-kali aroma mint keluar dari mulut pria bernama Ben itu, jarak wajahnya semakin dekat, mengikis jarak di antara keduanya.

Degup jantung Rere semakin berdentum... Gak! Ini ada yang gak beres? Apa mungkin dia masih bermimpi. Tolong.... siapapun..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!