"Telat banget lo datengnya!" tegur Rasya saat Satya baru saja tiba di toko pukul sebelas siang. Padahal seharusnya, Satya datang seperti yang lain, pukul sembilan pagi saat toko baru buka.
Tadi pagi, setelah drama mencari Nero yang menyebalkan, Satya tidak bisa kembali tidur dan memutuskan untuk merapikan rumahnya. Ia tak ingat kapan ia bisa tidur lagi setelahnya.
"Ketiduran gua Sya," balas Satya dengan santai. Tentu saja, ia adalah pemiliknya. Tak seperti ketiga pegawainya yang menggunakan seragam berwarna biru. Satya datang dengan pakaian kasual. Memakai kaus lengan pendek berwarna putih—biru dan celana panjang berwarna coksu.
"Terus ini yang buat pesenan customer gimana?" tanya Aluna dari belakang kasir. Mengecek data pesanan yang masuk untuk hari ini.
"Tolong siapin sebelum jam tiga ya Kak. Terus jangan lupa dicek lagi takut ada yang salah!"
"Lo yang nganter sendiri?" tanya Rasya.
"Iya... sama lo juga Sya!"
Rasya memberikan dua jempolnya. "Oke."
"Berarti gua sama Mira yang di toko?" tanya Aluna.
"Iya Kak, lo bisa handle kan?"
Aluna mengangguk yakin. "Aman, gampang itu mah. Serahin aja sama gua."
"Oke, thanks Kak!"
Satya dan Rasya sibuk memasukan beberapa kotak donat ke dalam mobil. Tak hanya tersedia untuk makan di tempat. Donat Suka Cerita juga menerima pesanan dalam jumlah banyak. Biasanya disajikan untuk acara-acara tertentu.
Satya masuk ke dalam mobil lebih dulu, menunggu Rasya yang sedang merapikan barang-barang lain di dalam toko.
Ponsel di sakunya bergetar. Satya mengeceknya, notifikasi dari Sekar.

Satya tersenyum tipis. Bukan merasa terbebani, justru Satya senang dan merasa dihargai jika Sekar menghubunginya untuk meminta bantuan. Ia merasa bisa diandalkan oleh Sekar. Entahlah, ia senang saat Sekar lahir dan memberinya gelar seorang Abang.
Jika boleh jujur, Satya ingin menghabiskan waktunya bersama Sekar lebih lama lagi. Sebelum Sekar memutuskan untuk mencari pacar. Dan mungkin tak membutuhkan bantuannya lagi.
Omong-omong soal pacar, Satya sendiri baru tersadar, ia tak pernah benar-benar memikirkannya. Menurutnya, sejauh ini belum ada wanita yang membuatnya jatuh cinta. Atau mungkin Satya hanya tak menyadarinya.
Entahlah, untuk sekarang yang paling penting adalah Satya fokus pada bisnisnya. Dan berharap suara saat nanti ia akan membuat cabang lain agar lebih banyak yang bisa menikmati donat buatannya.
Rasya masuk ke dalam mobil dan mendapati Satya yang sedang tersenyum sendiri. Ia duduk dibalik kemudi. "Cie lagi senyum-senyum sendiri," ledeknya.
"Senyum darimana!" sanggahnya.
"Kenapa sih? Cerita dong bro kalo lagi bahagia." Rasya memakai sabuk pengaman dan mulai menyalakan mesin mobilnya.
"Apa sih, gua gak kenapa-napa perasaan."
"Gua liat lo senyum-senyum sendiri ya Satya," ucap Rasya tertawa puas.
"Salah liat lo," ucap Satya menolak pendapat temannya itu.
"Sekar ya?" tebak Rasya. Matanya fokus memperhatikan jalanan yang mereka lewati.
"Bukan, sok tau banget lo!"
"Eh gua kasih saran ya," ucapnya sambil menoleh sesaat. "mending lo buru-buru pacarin deh tuh si Sekar."
"Gila lo, gua Abangnya. Gak mungkin juga gua pacarin dia," tolak Satya tegas.
Memikirkannya saja terasa tidak nyata bagi Satya. Selama ini Satya hanya menganggap Sekar sebagai adik perempuannya, tidak lebih. Dan selalu begitu.
Bahkan sejak hari pertama Sekar lahir, ia masih mengingatnya. Tubuh mungil yang dibalut dengan selimut tebal dan juga kupluk yang menutupi rambut lebatnya. Masih terbayang saat pertama kali Sekar tersenyum karena Satya menjulurkan lidah di depannya.
"Yakin lo cuma abangnya? Gak ada niatan mau jadiin dia pacar nih?" tanya Rasya semakin mengejek.
"Gila lo!" omel Satya.
"Kalo lo gak mau, mending gua aja yang jadi pacarnya," ucapnya membuat Satya membulatkan matanya.
"Gak setuju gua, Sekar pantes dapet yang lebih layak dari lo!"
"Yeuhhh, tai lo! Gini-gini gua gak ada kurangnya!"
"Terbalik, justru lo gak ada kelebihannya," balas Satya bercanda.
Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di tempat yang dituju. Beruntung jalan raya tak begitu padat hari ini. Dan tempat yang menjadi tujuan keduanya tak begitu jauh dari toko.
Rasya mencari tempat parkir yang teduh sebelum benar-benar mematikan mesin mobilnya. Kemudian, Satya turun, membuka pintu belakang dan membawa beberapa kotak donat yang sudah disiapkan.
Sebuah rumah dua lantai yang berada di dalam gang. Satya dan Rasya kompak memperhatikan sekitar. Suasananya tampak ramai, banyak anak kecil berlarian.
"Ini langsung masukin aja kali ya?" tanya Rasya tampak ragu. Di tangannya, dua kotak besar donat aneka rasa.
"Gak tau gua juga, bingung."
Belum sempat mereka mengetuk, suara dari dalam rumah terdengar. "Mas! Mau nganter pesenan ya?"
Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam, mengenakan dress hitam dan perhiasan emas yang memenuhi setiap pergelangan tangannya.
"Iya, kita mau kirim donat," jawab Satya dengan senyum ramah.
"Sini aja mas, masuk... agak rame, lagi ada arisan."
Satya dan Rasya mengangguk cepat, lalu mengikuti wanita paruh baya itu masuk ke dalam rumahnya.
Di ruang utama, berbagai makanan tersaji di atas meja kaca panjang. Beberapa anak-anak bermain di sofa sambil makan camilan, sebagian lagi bermain game di ponsel.
"Pesenannya udah lengkap semua mas?" tanya wanita itu setelah Satya dan Rasya menyusul kotak donat di sudut ruangan.
"Oh, bisa dicek dulu," jawab Satya.
Tapi wanita paruh baya itu melambai. "Saya percaya sama mas, makasi ya, uangnya saya transfer semua. Boleh dicek dulu."
Satya mengambil ponselnya dari saku celana. "Udah masuk, terima kasih banyak!"
"Kalian mau langsung pulang?" tanyanya lagi saat Satya dan Rasya memastikan semua kotak yang dibawanya aman.
"Sini dulu yuk, ikut kita arisan sebentar," ajak wanita itu dengan senyum menggoda.
Satya tersenyum kikuk. "Maaf banget, tapi kita kebetulan sibuk juga di toko," tolak Satya.
Ia mencoba menyikut Rasya yang berdiri di sampingnya. "Ah iya... masih banyak pesenan lain."
"Yah, sayang amat! Padahal kalian cakep-cakep lho!" celetuk salah satu wanita paruh baya dari ujung meja, disambut tawa kecil dari yang lain.
"Terima kasih, Bu. Kita pamit duluan ya. Semoga donatnya cocok."
Si ibu mengangguk, masih tersenyum. "Kalo enak, saya rekomendasiin ke grup arisan sebelah. Nanti bisa jadi langganan!"
Satya dan Rasya mengangguk bersamaan. Berjalan pelan sambil menghela napas lega saat keduanya masuk ke dalam mobil.
Satya duduk di balik kemudi, memegang setir mobil erat. "Gila ibu-ibu sekarang, pada doyan sama berondong."
"Merinding gua." Rasya mengusap pelan kedua lengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments