"Bang Satya!" teriak Sekar sambil mengetuk pintu rumah Satya berkali-kali dengan kencang.
"Bang Satya buka pintunya cepetan!" teriaknya lagi saat tak ada jawaban dari Satya.
"Sebentar!" balas Satya dari dalam rumahnya. Membuka kunci rumahnya dan membuka pintu untuk Sekar.
"Nero ilang," ucapnya pada Satya yang belum membuka matanya dengan sempurna. Rambutnya berantakan dengan piyama tidur berwarna hitam. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Masih mencerna perkataan Sekar.
"Coba cari dulu Sekar," ucapnya dengan suara parau. Bagaimana tidak? Sekar tidak tahu waktu. Masih pukul empat pagi dan Satya masih menikmati mimpinya.
Bahkan di luar pun masih gelap. Udara dingin masih menyelimuti. Tapi Sekar... berdiri dengan hoodie berwarna navy. Memaksa Satya bangun dari tidurnya dengan mata yang sembap. Mungkin jika salah satu tetangganya lewat Satya akan dituduh macam-macam karena membuat seorang gadis menangis.
"Udah dicari tapi gak ada," balas Sekar. Nero, anjing cokelat miliknya yang berjenis pomeranian. Sudah Sekar rawat sejak SMP. Ia terbangun dari tidurnya dan menyadari jika Nero tak ada dalam kandangnya.
Satya membuka pintu lebih lebar, memberi isyarat agar Sekar masuk ke dalam rumahnya. "Lo duduk dulu, gua ganti baju," ucapnya yang kemudian meninggalkan Sekar ke dalam kamarnya.
Tak butuh waktu lama, Satya mengenakan kaus berwarna putih dan celana training. Membasuh wajahnya dan memberikan Sekar segelas air minum.
"Minum dulu!" pintanya memaksa.
Meski enggan, Sekar tetap menurut. menenggaknya hingga tersisa setengah gelas. Capek berteriak juga di dalam rumah.
"Ayo cari!" ajak Sekar tak sabaran.
"Lo udah cari kemana aja?" tanya Satya.
"Di rumah... di kolong kasur, kamar mandi, di bawah sofa juga gak ada. Jendela rumah kebuka sedikit... Nero pasti keluar lewat situ," jelas Sekar dengan suara bergetar.
"Ayo," katanya singkat.
Mereka mulai menyusuri gang-gang kecil, memanggil-manggil nama Nero sambil sesekali berhenti mendengarkan suara. Sekar menunduk mencari jejak, menyorotkan senter dari ponselnya ke semak dan halaman rumah warga.
"Neroooo!"
"Nanti kalo dia kedinginan gimana?" gumamnya. "Kalo dia kelaparan? Atau nyasar gimana? Terus dia gak pulang lagi."
Satya melirik Sekar dari samping. Mata yang sembap dan merah, pipi yang basah oleh air mata, dan suara yang bergetar ketakutan terlihat sangat jelas. Tak seperti Sekar yang biasanya. Entahlah, Sekar terlihat lucu saat ini.
"Gak mungkin Sekar." Satya mengambil telapak tangan Sekar, menggenggamnya erat. Menyalurkan rasa pedulinya. "Cari lagi yuk!" ajaknya berusaha menenangkan.
Dan tepat saat mereka belok ke arah taman kecil kompleks, terdengar suara lirih, lemah.
"Yip!"
Sekar langsung berhenti. "Lo denger kan Bang?"
Satya mengangguk cepat, lalu mereka berlari ke arah suara. Di balik semak, Nero duduk sambil menggonggong pelan, kakinya tampak kotor.
"NERO!!" Sekar langsung jongkok dan memeluk anjing kecil itu dengan erat, meneteskan air mata saking leganya. Bulu bagian belakangnya sedikit basah entah karena apa, tapi Sekar tak peduli.
"Ya ampun... kamu kemana aja sih…" gumamnya di antara isak. Air matanya mengalir deras.
Satya berdiri di belakangnya, menarik napas lega. Lalu berjongkok, ikut mengelus kepala Nero. "Tuh kan ketemu, lain kali jangan lupa ngecek pintu sama jendela kalo Mama lagi gak di rumah!"
Sekar menoleh dan melempar tatapan jengkel. "Namanya juga lupa Bang."
"Udah yuk. Kita pulang. Hari ini lo masih sekolah kan."
Sekar berdiri dengan Nero di gendongannya. Memeluknya erat, takut ia akan kehilangan Nero lagi. "Ayok."
"Sekar.... sssttt..." bisik Binar berusaha membangunkan Sekar yang tertidur di atas meja. Di atas buku tulis yang terbuka.
Lelah karena harus mencari Nero di pagi buta. Sekar baru bisa kembali melanjutkan tidurnya pukul lima pagi lewat lima belas menit.
Seorang guru wanita sedang menjelaskan di depan kelas. Tapi Sekar seolah tak peduli, terlelap dengan suara bising di dalam kelas. Nala yang duduk di bangku depan sesekali menoleh ke arah Sekar, berusaha menutupi dengan tubuhnya. Memang jiwanya yang selalu peduli dengan teman-temannya. Kasihan jika Sekar harus mendapat teguran.
"Sekar, nanti kalo ketauan bisa dihukum lo," bisik Binar tepat di telinga Sekar.
Sekar bangun. Memandang papan tulis yang berisikan banyak coretan dari sang guru. Tapi tak satu pun materi bisa Sekar pahami. Entah apa yang ditulis oleh gurunya.
Sekar mendesah pelan. Mengucek kedua matanya yang sedikit merah karena menahan kantuk. Pandangannya kabur. Otaknya masih berusaha mencerna agar setidaknya satu materi saja bisa ia pahami. Tapi nyatanya percuma, memang saja kapasitas otaknya yang rendah.
"Nanti liat punya gua aja catatannya," ucap Binar pelan.
"Nanti aja deh gua salinnya, ngantuk banget gua," keluh Sekar yang berusaha membuka matanya. Menahannya dengan kedua tangan agar tak menutup kembali.
"Butuh kopi gua," gumam Sekar pelan.
Binar terkekeh pelan. "Sabar, bentar lagi juga bel istirahat."
Bel istirahat berbunyi. Membuat para siswa dengan semangat merapikan alat tulisnya dari atas meja. Sekar tak ada niat untuk melakukan hal yang sama, ia meletakkan kepalanya di atas meja dengan malas. Ingin melanjutkan tidurnya yang tertunda.
"Kantin gak?" tanya Nala yang sudah berdiri dari bangkunya.
"Lo abis ngapain si Kar? Maraton drakor lagi?" tanya Aidan.
Aidan Alexander, satu-satunya teman Sekar yang memiliki bakat untuk menyanyi dengan suara merdu. Sudah beberapa hari ini tidak bersekolah karena sakit. Tak hanya menyanyi, Aidan juga pandai mengambil foto. Dan biasanya akan menjadi fotografer dadakan khusus untuk keempat temannya.
"Enggak, tadi pagi Nero ilang. Gua sama bang Satya sibuk nyari dia jam empat pagi. Terus abis itu gua susah tidur lagi. Harus bersihin Nero juga."
"Lagian ko bisa sih Nero keluar?" tanya Niel yang ikut jengkel dengan Sekar. Sebagai siswa teladan, Niel prihatin karena Sekar tak memperhatikan materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
"Iya, gua lupa nutup jendela kayanya."
"Nyokap lo gak balik lagi?" tanya Nala.
Sekar menggeleng tanpa berucap apa pun. Malam tadi Serena menghubunginya, menyuruh Sekar untuk menjaga rumah karena Serena belum bisa pulang sampai hari Minggu. Ada pekerjaan penting katanya.
Binar bangkit dari duduknya. "Yaudah kita ke kantin tanpa lo dulu ya."
Sekar kembali mengangkat kepalanya. "Nitip kopi ya sama roti. Bayarin dulu."
"Iya, kalo masih sempet," balas Binar asal.
"Parah banget lo!" sahut Aidan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments