Diruangan Direktur Utama.
Tampak Andara dan Chairil sedang duduk saling berhadapan. Tampaknya mereka sedang mendiskusikan sesuatu yang amat serius. Dan itu sangat terlihat jelas dari raut wajah keduanya.
"Hah...! Papah, bingung menghadapi kakak kamu, yang semakin lama semakin haus akan kekuasaan. Gimana kalau nanti Papah mati? Apakah kalian akan saling membunuh?" Keluh Andara, dengan wajah yang terlihat begitu sendu.
"Papah ngomong apa sih? Jangan berkata yang menyeramkan seperti itu Pah. Kasihan Mamah kalau Papah pergi begitu cepat. Pokoknya mulai sekarang Papah cukup jaga kesehatan Papah saja. Selebihnya biar Airil yang akan menanganinya. Termasuk persoalan Kak Barra." Ujar Chairil dengan wajah yang tampak serius.
Mendengar perkataan putra keduanya, Andara langsung bernapas lega. "Huuhf... Kalau begitu Papah jadi merasa lega. Kamu memang selalu menjadi andalan Papah." Katanya sambil tersenyum lembut.
"Sudahlah Pah. Sebaiknya Papah sekarang istirahat saja dirumah. Biar urusan dikantor Airil yang handle."
"Eh, benaran nih Papah di izinkan pulang hm? Tapi bukankah tadi Papah dengar kamu mau pergi ke proyek ya? Apakah tidak jadi perginya?"
Mendengar pertanyaan sang ayah Chairil langsung melihat jam. "Ah iya! Kenapa Airil bisa lupa yaa?" Katanya seraya ia bangkit dari duduknya. "Maaf Pah sepertinya hari ini istirahat Papa ditunda dulu ya. Soalnya proyek tidak bisa Airil tunda." Katanya lagi seraya ia bergegas keluar dari ruangan sang ayah dengan langkah yang tergesa-gesa.
"Huh! Dasar anak plin-plan baru juga dibanggakan. Eeeh malah kabur dia!" Gerutu Andara, sambil memandang kepergian putra keduanya. "Hah, sudahlah lebih baik ku kerjakan sendiri saja! Memang hanya diri sendiri yang bisa diandalkan." Gumamnya lagi sembari ia membuka salah satu file yang ada di atas meja kerjanya. Dan ia pun mengerjakan semua yang sudah menjadi tugasnya.
*****
Sementara itu di sisi lain.
Chairil yang tadi berjalan begitu tergesa-gesa kini sudah berada di dalam lift bersama asistennya. "Rendi, apakah kamu sudah memberitahu Mang Ardi?" Tanyanya pada Asistennya yang dipanggil Rendy itu.
"Sudah Bos! Mungkin sekarang beliau sudah menunggu di depan." Balas Rendi.
"Bagus! Oh ya, apa semua berkas yang diperlukan sudah dibawa?" Tanyanya lagi.
"Sudah juga Bos!" Balas Rendi, seraya ia menepuk tas yang ia bawak. Dan secara bersamaan, pintu lift pun terbuka.
Chairil dan asistennya pun segera keluar dari lift, lalu langsung berjalan menuju ke pintu lobby. Dan ternyata didepan pintu Lobby sudah ada sebuah mobil hitam, sedang menunggu mereka. Bahkan pintu mobilnya sudah dibukakan oleh seorang pria paruh baya.
"Selamat siang Den." Kata pria paruh baya tersebut sambil membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Siang juga Mang Ardi." Balas Chairil, seraya ia masuk ke dalam mobilnya. Dan setelah bosnya masuk, Rendi pun ikut masuk dan duduk di kursi depan disamping bangku pengemudi.
Setelah keduanya sudah masuk ke mobil, pria yang di panggil Mang Ardi pun ikut masuk dan duduk di bangku pengemudi. Tak berapa lama kemudian Ia pun mulai melajukan mobilnya dengan perlahan. Namun belum lagi memasuki jalanan raya...
"Mang, berhenti dulu!" Titah Chairil membuat Ardi maupun Rendy sedikit terkejut.
"Baik Den!" Balas Ardi dan dengan spontan ia pun menghentikan mobilnya.
"Ada apa Bos?" Tanya Rendi terlihat penasaran.
"Gue baru ingat, kalau hari ini pihak dari group CkH akan datang. Nah Lo kan tau sendiri, kalau Kak Barra selalu ingin merebut klien-klien gua. Jadi sebelum itu terjadi, sebaiknya Lo yang menemui mereka. Dan kalau mereka mau, bawa mereka ke proyek biar mereka lihat sendiri gimana hasil kerja kita." Balas Chairil
"Hmm... Emangnya jam berapa sih mereka akan datang?" Tanya Rendi lagi, tampak ada keraguan.
"Itu yang gue nggak tau, tapi mungkin sekitar habis makan siang."
"Hm, kalau gitu apa tidak sebaiknya kita menunggu mereka saja Bos?"
"Tidak bisa! Karena gue harus secepatnya ke proyek. Soalnya gua merasa ada yang aneh disana." Jelas Chairil.
"Nah itu dia Ril, gua juga merasa ada yang aneh, ketika kita terakhir kesana, terutama para pekerjanya. Gue rasa para pekerjanya banyak yang diganti. Tapi kok gue nggak ada pemberitahuannya ya?" Balas Rendi, yang sebenarnya ia adalah sahabat dengan Chairil.
"Apa iya ya? Ah sudahlah, pokoknya Lo handle ya dikantor, gua diproyek. Sekalian gua mau memastikan apa yang Lo katakan tadi." Kata Chairil.
"Tapi gue khawatir membiarkan Lo sendiri. Soalnya perasaan gue nggak enak nih." Balas Rendi, yang wajahnya jelas mengkhawatirkan sahabatnya itu.
"Lo nggak usah khawatir, nanti gua sama Mang Ardi kok. Lagian Lo kan kalau Mang Ardikan guru bela diri gue." Jelas Chairil.
"Baiklah kalau begitu, tapi tetap Lo hati-hati ya."
"Iya! Udah sono Lo turun!" Bentak Chairil.
"Iya iya galak banget sih." Balas Rendi, seraya ia membuka pintu mobilnya dan ia pun turun dari mobil Chairil. "Mang, jagain Airil ya?" Katanya lagi sebelum menutup pintu mobilnya.
"Baik Den Rendi. Insyaallah Mamang jagain kok Den Airilnya" balas Ardi, sambil tersenyum lembut.
Setelah mendengar balasan Ardi, Rendi pun menutup pintu mobilnya. Dan tak berapa lama kemudian, mobil pun kembali melaju meninggalkan Rendi yang masih terlihat berdiri di tempatnya sambil memperhatikan kepergian mobil Chairil. Sedangkan didalam mobil...
"Mang sebaiknya nanti kita dari belakang saja ya? Soalnya saya ingin menyelidiki sesuatu" kata Chairil, seraya ia membuka jas dan dasinya. Setelah itu ia mengambil jaket Kulit yang berwarna hitam yang selalu ia bawa di dalam mobilnya.
"Baik Den." Balas Ardi dengan mata yang tetap fokus kedepan.
Setelah satu jam berlalu, akhirnya mereka sampai di area sebuah gedung dengan pembangunan yang belum jadi. Dan sesuai keinginan sang majikannya, Ardi pun memarkirkan mobilnya di belakang bangunan tersebut. Setelah mobil terparkir dengan sempurna mereka pun langsung turun dari mobil.
"Ayo Mang, kita dari sana saja. Kayaknya tidak ada orang disana." Ajak Chairil sambil menunjuk jalan kecil untuk memasuki area pembangunan.
"Baik Den." Balas Ardi, dan Ia mengikuti Chairil dari belakang. "Hati-hati Den! Banyak besi-besi tajam disana." Ujar Ardi.
"Ah, iya Mang. Mamang juga hati-hati." Balas Chairil. Dan mereka akhirnya masuk ke area pembangunan. Namun belum lagi mereka memasuki bangunan tersebut, tiba-tiba sebuah benda dari atas melayang kebawah. Dan Ardi yang melihatnya langsung berteriak.
"Awaaas Den Airil!!" Teriak Ardi seraya ia mendorong tubuh Chairil dengan cepat. Sehingga Chairil terpental jauh. Sedangkan dirinya langsung terjatuh dengan posisi telungkup dan...
JELBB!!
"Aaakh!!"
Jangan lupa tinggalkan jejaknya dengan, Bintang, Vote, Like, dan komentar. Syukron 🙏🏻.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Dhafitha Fitha Fitha
kngen sama karya mu kak
2025-05-22
0