...~°○ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ○°~...
Beberapa tahun sejak aku tinggal di rumah kakek dan berlatih bersama kakek, sekarang umurku sudah 15 tahun. Berarti aku sudah tinggal bersama kakek selama 8 tahun, karena di hari pertama aku bertemu kakek aku masih sekitar berumur 8 tahun. Sekarang adalah hari di mana kakek akan pergi untuk bekerja diladang karena kakek sudah terlalu tua unuk melanjutkan perannya sebagai pendekar, dulu di saat aku pertama kali masuk rumah kakek, rasanya seperti memasuki istana, namun sekarang rasanya seperti rumah yang biasa-biasa saja.
...~°○ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ○°~...
"RAON-JUN!!!"
"Eh? Ada apa?"
"DIMANA SENDAL KAKEK?!!"
"Aduh kakek ini..."
Aku pun berdiri dan mengambil sendal kakek di rak sepatu yang hanya berisi 2 sendal, aku pun berjalan keluar di depan rumah sambil membawa sendal kakek.
"Nih, kakek tidak bersihkan kaki ya? Bau sekali~"
"Dasar anak ingusan, kau selalu saja menyembunyikan sendalku. Seperti ayam saja."
"Nanti kakek pulangnya kapan?"
"Bukankah kakek sudah mengajarimu cara memasak makanan sendiri?"
"Nanti aku pinjem ya buku kakek, nanti kubalikin."
"..."
"..?"
Kami pun terdiam bersama, bingung karena topik yang tidak nyambung sama sekali. Lalu kakek pun melototiku dan memakai sendalnya.
"Dasar anak ingusan, kalau lapar belilah makanan sendiri, aku menyimpan uangku di kamar. Tapi jangan dihabisin ya. Oh ya, jika kau ingin keluar ingatlah untuk mengunci pintu."
"Iya, iya..."
Setelah memakai sendal, kakek terus berjalan ke tempat kerjanya. Sekarang aku tinggal sendirian di rumah, tidak tahu harus berbuat apa-apa. Karena bosan, aku pun keluar dari rumah dan mengunci pintu, serta jendela dan sebagainya. Lalu berjalan ke gunung yang sama dan sekarang aku hanya bermodalkan kakiku untuk meloncat, itu pun hanya butuh 5 loncatan untuk sampai ke puncak. Di saat aku sampai di puncak gunung, aku menyadari keberadaan seseorang. Aku menoleh ke arah kananku dna melihat ada pemuda yang terlihat seumuranku sedang berlatih dengan bertelanjang dada.
Dia ingin memamerkan tubuhnya yang kurus ya? Wah, wah.. Lihatlah itu, gerakannya banyak sekali kesalahan... Sebentar, kenapa gerakannya terlihat familiar?... Eh? Itu, kan, teknik gerakan Ras Burung?! Apa dia salah satu pengikut Ras Burung yang melarikan diri?...
Aku lalu mendapatkan sebuah ide yang aneh, aku pun berjalan mendekat ke pemuda itu dan pemuda itu menyadari keberadaanku.
"Hai~"
"Hosh.. Hosh... Siapa kau?"
Ras Burung memang tidak ramah ya?
"Ah! Namaku Kang Raon-Jun, siapa namamu?"
"...Namaku Chen Junyeong, jangan mengganggu latihanku."
"Hm? Apa salahku? Aku, kan, hanya ingin berteman denganmu?"
"Ck! Kubilang jangan mengganggu latihanku! Apa kau masih belum paham?"
"Kau dingin sekali, aku hanya ingin berkenalan denganmu."
"Tidak bisakah kau melihatku lagi sibuk?"
"Jangan kasar begitu—"
Belum sempat menyelesaikan kata-kataku, pemuda itu langsung melempar bulu burung yang tajam ke arahku, namun aku bisa menangkisnya.
"Teknik melempar bulu ya? Kalau tidak salah?"
"Eh? Bagaimana kau bisa mengetahui dan menangkis seranganku?"
"Itu karena gerakanmu yang tidak gesit dan salah."
"Kau...! Memang kau tahu apa soal teknik Ras Burung?"
"Apa kau tidak menanyaiku bahwa aku kemungkinan adalah salah satu pengikut Ras Burung yang melarikan diri?"
"Itu tidak mungkin, karena ayah tidak mungkin menyuruh pengikut yang tiada kaitan dengannya pergi!"
"Ayah? Ayahmu menyuruhmu untuk pergi?"
"Tentu saja! Ayahku adalah pemimpin Ras Burung!"
Mendengar itu, entah kenapa aku merasa seperti digelitik dan ingin tertawa.
"Pfft— apa kau bilang? HAHAHAHAHA! Jadi kau keponakan— maksudku... Ehem! Ehem! Jadi kau anak dari pemimpin Ras Burung?"
"Tentu saja! Kenapa kau tertawa? Apa kau belum tahu bahwa ayahku bisa mengalahkan Raja Naga seorang diri?"
"Apa? Mengalahkan Raja Naga seorang diri? HAHAHAHAHA!"
Aku terus tertawa seperti orang gila, sementara pemuda iu hanya menatapku dengan kebingungan dan kesal. Beberapa menit kemudian, akhirnya aku berhenti tertawa.
"Ck! Apa kau sudah selesai tertawa?"
"Eh? Kau buta ya? Kau tidak bisa melihatku sudah berhenti tertawa? Ya ampun~ aku baru tahu bahwa keturunan Sang Raja Burung sudah buta~!"
"Apa kau bilang?! Barusan kau mengatakan keturunan ayahku semuanya buta?! DASAR GILA!"
Karena kesal, keponakanku itu lalu menyerangku dengan teknik Serangan Dendam dari Ras Burung. Itu adalah teknik yang ketinggalan zaman. Jadi aku bisa dengan mudah menangkisnya dengan tanganku.
SETT! DAK!
"Apa?! Bagaimana bisa kau— KHHHK!?"
Karena dia telah menurunkan pertahanannya, aku mengambil kesempatan itu untuk mencekiknya.
"Khhhk! Khhhhk! A-apa yang...! Khhhk! Kau... Khhhhk! Lakukan?! Khhhk!"
"Dasar bodoh, sayang sekali aku harus menjadikan keponakanku sendiri sebagai orang pertama yang kubunuh di kehidupan kali ini."
"Khhhhk! A-apa maksudmu..?! Khhhk!"
"Sayang sekali... Tapi pamanmu ini terpaksa membunuhmu..."
"Khhhk! Apa?!— AAAAAAAAARGHH!"
Sembari lagi mencekiknya, aku menusuk tanganku tembus ke pusat tenaga dalamnya.
"AAAAAAAARGH! AAAAAAAAAAAAAAKH! AAAAAAAAARGHHHHH!"
Dia menjerit kesakitan karena aku dengan sengaja memperlamakan penyerapan tenaga dalamnya agar dia merasakan kesakitan yang kualami sebagai pengganti sang ayah.
"UAAAAAAARGHH! AAAAAAAAAAGH! UKH!"
Aku pun berhenti menyerap tenaga dalamnya dan hanya menyisakan sedikit tenaga dalam untuknya, aku melepaskan tanganku dari mencekiknya dan melepaskannya.
"Ukh! Ohok! Ohok! Ukh.... Ohok! Ohok!... Tenaga dalamku... Ohok! Ohok!"
HUEEKKK!
Keponakanku sampai muntah darah karena merasakan sakit yang luar biasa dari penyerapan tenaga dalam, sementara aku hanya menatapnya dengan ekspresi yang kecewa.
"Ukh... Apa maumu? Kenapa ekspresimu itu?.."
"Aku kecewa berat..."
"Ukh... Kenapa?"
"Karena keponakanku selemah bocah ingusan."
Aku mengatakan itu dengan nada yang datar dan dingin, lalu tanganku menusuk jantungnya dan mengambil jantungnya sebelum menghancurkannya.
"Aku tahu bahwa kau memasuki roh anakmu sendiri, Yuwon... Sekejam apapun aku, aku tidak akan pernah merelakan anakku sendiri demi masa depanku... Dasar makhluk yang kejam..."
Begitu jantungnya diambil, roh Yuwon keluar dari roh anaknya dan perlahan terbang dan menghilang di langit. Setelah itu, aku menatap mayat keponakanku yang terbaring tanpa jantung dan berlumuran darah.
Kasihan sekali... Namun kau terpaksa meninggalkan dunia di usia muda demi kebaikanmu sendiri....
Setelah menguburnya, aku kembali ke gunung untuk berlatih menguatkan dan mempertajamkan ilmu bela diriku.
...----------------...
...Beberapa jam kemudian......
...----------------...
Setelah selesai berlatih, aku berehat sebentar dan duduk di tempat yang sama di saat kakek menceritakan kisah cucunya. Lalu aku tiba-tiba mendapatkan sebuah ide. Sesampainya di rumah, aku mendapati bahwa kakek sudah pulang.
"Sudah makan?"
"Hm? Ah.. Belum."
"Sebaiknya kau makan sekarang."
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba begini?"
"Kita akan diserang."
"Diserang? Siapa yang akan menyerang?"
"Apa kau masih ingat waktu aku menceritakan soal kehilangan cucuku?"
"Tentu saja. Apa segerombolan yang sama akan menyerang."
"Ya, mereka mengancamku."
"Apa ancamannya?"
"Mereka mengatakan bahwa cucuku masih hidup, tapi aku harus menggantikan seseorang sebagai gantinya dan menghantar penggantinya dengan tangan dan kakiku sendiri ke sana."
"Apa?..."
"Mereka mengetahui bahwa aku mengangkatmu sebagai cucuku... Tapi aku menolaknya, dan aku pulang lebih awal karena melarikan diri dari mereka."
"Tapi... Aku bisa saja menerima permintaan itu, kebetulan aku sudah tau caranya menebas pedang."
"Tidak, kau hanya seorang, kau tidak bisa mengalahkan mereka yang sangat banyak dan terlatih itu."
"Apa kakek meragukan ketertampilan pedangku?"
"...Tidak, bukan itu yang kumaksud."
"Aku tahu maksud kakek, jadi ayo bawa aku ke sana besok!"
Kakek terdiam karena aksiku dan terpaksa menuruti permintaanku itu meskipun meragukannya.
...----------------...
...Keesokan harinya kemudian......
...----------------...
Sesuai permintaanku, kami pergi ke lokasi yang diberikan oleh salah satu dari segerombolan itu yang tadinya berniat untuk menyerang kami. Aku tidak bisa celingukan karena rasanya seperti memasuki istana, yang benar saja, kami memasuki Istana Klan Pembunuh Bayaran. Dan kami diantar sampai ke depan si Raja, di sana, aku bisa melihat sesosok perempuan yang berpakaian lusuh dan kotor serta terlihat sangat kurus. Lalu aku menoleh ke kakek, seperti dugaanku, ternyata wanita itu adalah cucu kakek.
"Sera!"
Ternyata nama cucu kakek Kang Sera... Kupikir dia seorang pria...
Kakek pun mulai berbicara dengan si pemimpin, dan pada akhirnya, cucu kakek pun dilepaskan dan wanita iu langsung memeluk erat kakek. Seperti saat dimana Yuwon diculik. Lalu si pemimpin mulai berbicara.
"Baiklah, sekarang, ikat pemuda itu—"
"–Sebentar."
Semua mata langsung tertuju padaku, sang pemimpin pun menaikkan alisnya.
"Tidakkah menurut anda ini terlalu cepat?"
"...Apa maumu?"
"Bagaimana jika kita bermain sebentar sebelum mengikat saya?"
"Hm... Bermain ya?... Baiklah... Pelayan, sediakan 2 pedang."
Pemimpin itu lalu menatapku.
"Nyalimu besar juga ya? Kau bahkan berani membawaku bertarung."
"Tentu saja. Karena tidak mungkin, kan, anda mengundang kami jauh-jauh ke sini hanya untuk melakukan hal yang sepele?"
"Hm... Menarik... Baiklah, mari mulai."
"Hanya itu saja? Bagaimana jika kita bertaruh?"
"Wah, kau banyak sekali maunya. Tapi baiklah, aku akan bertaruh jika aku menang, kau harus membunuh kedua orang itu dengan tanganmu sendiri. Tapi jika kau menyerah, wanita itu harus dikembalikan padaku."
Mendengar itu, kakek langsung memeluk cucunya yang ketakutan dengan erat. Sementara aku tersenyum.
"Baiklah, aku bertaruh jika aku menang. Aku akan menjadi pemimpin Klan ini. Dan kau akan langsung kubunuh."
"Apa?... Pfft— HAHAHAHA! Baiklah.. Baiklah... Kau mempunyai angan-angan yang terlalu besar... Mari bermula."
Sebelum bermula, pemimpin melemparkan 1 pedangnya kepadaku. Lalu pemimpin itu terus maju.
Sett! Wush— KLANG!
Pemimpin menyerangku menggunakan jurus yang sepertinya ke pertama, namun aku bisa menangkisnya dengan mudah.
Klangg! Set— Duakk!
Pemimpin kembali melayangkan pedangnya kepadaku namun sekali lagi aku menangkisnya. Sekarang giliranku untuk maju dan menyerangnya dengan jurus Serangan Pertama Raja Naga.
Set— DUAGHH!
Pemimpin itu terlihat kewalahan namun memaksakan dirinya untuk tetap maju dan menyerangku. Namun karena aku sudah menyerap separuh dari tenaga dalamnya di saat aku menyerang dengan jurus pertamaku, jadi ini akan menjadi semakin lebih mudah untukku. Lalu aku menggunakan jurus terbaru yang kubuatkan sendiri, jurus Serangan Berterusan Tingkat 7(Chil-ryeon-pa)
Shut— SAT! KLANG! SET! SAT! SLASH— KLANG! SET.... JLEBB!
Semua yang menonton kejadian itu langsung kaget dan ternganga begitu melihatku menusuk kepala si pemimpin hingga menembus isi kepalanya. Kakek dengan cepat menutup mata cucunya sementara yang lain masih kaget dan ternganga. Lalu aku pun melepaskan pedang itu dari kepalanya.
SLASH...
"Bagaimana? Kalian lihat sendiri kan siapa pemenangnya?"
Aku menyeringai sambil menatap mereka dengan penuh percaya diri.
"A-apa?.. Apa yang barusan terjadi?..." "Ini tidak mungkin..." "Raja kalah?" "S-sialan! Aku bahkan tidak bisa mengalahkan pemimpin, tapi bocah itu bisa mengalahkannya dengan jurus aneh?!" "Siapa bocah ini sebenarnya?!" "Ukh.. Haruskah kita melayaninya sebagai pemimpin—"
"–Tentu saja, kenapa? Kau mau mati?"
"HIIIIIY!" "M-MAAFKAN KAMI WAHAI PEMIMPIN KAMI YANG TERKUAT!!" "Maafkan kami!" "M-menyeramkan..." "HIIIIIIIIIIIIIIY!" "A-aku ngompol..." "B-benar! Maafkan kami!" "Kami akan melayani anda selayaknya seorang raja!" "Jangan bunuh saya! Saya akan menjadi anjing setia!" "Benar! Kami sangat, sangat, sangat, sangat minta maaf!" "I-Ini salah kami!!!"
Aku menyeringai lalu menoleh ke arah kakek.
"Bagaimana?"
"M-mengesankan... Tapi kamu sedikit terlalu kejam, di sini masih ada seorang wanita!"
"Hehe~ maafkan aku, aku akan berusaha untuk menjadi peka kedepannya."
"Bagus."
Untuk sementara, kami beristirahat di istana itu untuk beberapa hari. Seperti yang dikatakan mereka, mereka sangat setia walaupun terlihat seperti memaksakan diri mereka sendiri. Namun mereka bekerja dengan baik dan tepat tanpa kesalahan. Tidak sia-sia aku memilih tempat ini untuk dijadikan salah satu tanah yang akan kuubah untuk menjadi tempat yang baru. Lalu tiba-tiba salah satu pekerja di sana bertanya padaku.
"Anu... Tuan, karena tempat ini sudah menjadi tempat anda. Bagaimana jika anda memberikannya nama baru?"
"Benar juga, serahkan saja soal itu kepada si pemimpin."
"Si pemimpin?"
"Kakek yang disebelah sana."
"Ah! B-baik!"
Kakek yang mendengar itu pun tersenyum lalu terkekeh sambil menatapku.
"Hohoho~ Kau ini ada-ada saja..."
Kami pun tertawa bersama dan mengobrol sebentar dan berbagi cerita seperti orang-orang pada umumnya.
^^^The Reincarnation Of King Dragon^^^
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments