Chapter 4 : Pria dari Kota

“Jangan mengada-ada, Bee,” tegur Emilia salah tingkah. “Sebaiknya, kau segera masuk. Cuci tanganmu sampai bersih. Granny sudah membuat jus apel yang sangat enak,” suruhnya, berusaha menutupi malu atas celetukan Blossom.

Sementara itu, Hardin hanya mengulum senyum mendengar ucapan polos Blossom. Dia menyodorkan telapak tangan, membiarkan putri semata wayang Emilia tersebut meletakkan cacing yang diberi nama Stacey. “Akan kujaga dia dengan baik,” ucapnya kalem.

“Carikan Stacey kekasih, Paman,” sahut Blossom, seraya menoleh. Dia tak kuasa melawan, ketika Emilia menuntunnya masuk dengan sedikit memaksa.

Hardin mengangguk samar, meskipun Blossom tak melihatnya karena sudah masuk ke rumah. Sesaat kemudian, sang pemilik Rogers Farm tersebut mengalihkan perhatian pada cacing di telapak tangan. “Baiklah, Stacey. Akan kucarikan kau kekasih,” gumamnya, diiringi embusan napas pelan dan dalam.

Berhubung Emilia sudah masuk dan dirasa tak akan keluar lagi untuk melanjutkan perbincangan, Hardin memutuskan kembali menunggang kuda dan meninggalkan tempat itu. Tak lupa, dia membawa Stacey bersamanya.

“Kau benar-benar keterlaluan, Bee! Kenapa kau mengatakan aku seperti cacing ketika sedang mandi?” Emilia begitu kesal atas celetukan sang putri. Tak ayal, itu membuatnya sangat malu di hadapan Hardin.

“Aku pernah melihatmu bergerak seperti cacing saat sedang mandi, Bu,” ujar Blossom yakin.

“Aku tidak pernah seperti itu,” bantah Emilia. Dia berusaha melindungi harga diri, meskipun raut wajahnya terlihat sangat tidak nyaman, seakan ada sesuatu yang ditutupi.

“Kau pembohong, Bu. Aku masuk ke kamar mandi waktu itu, saat kau berdiri sambil bersandar pada dinding. Kau bergerak seperti Stacey dan ___"

“Hentikan, Bee!” Emilia tak kuasa menahan diri lagi, menanggapi ucapan Blossom.

“Ya, ampun. Ada apa ini?” Meredith yang mendengar kegaduhan antara Emilia dan Blossom, datang menghampiri mereka.

“Aku hanya mengatakan bahwa ibu seperti ___”

“Cepat cuci tanganmu, Bee,” suruh Emilia, segera menyela ucapan Blossom. Dia tak akan membiarkan gadis kecil itu mempermalukannya sekali lagi di depan orang lain. Emilia memberi isyarat dengan mata, menandakan tidak menerima bantahan dari sang putri.

“Ibu menyebalkan!” Blossom cemberut, kemudian berlalu ke dapur. Dia sudah dilatih dan terbiasa melakukan hal-hal sederhana seorang diri.

Setelah hanya berdua dengan Emilia, Meredith kembali bertanya kepada sang menantu. “Kenapa kau berselisih dengan Bee? Apakah dia berbuat nakal atau ….”

“Tidak, Bu.” Emilia menggeleng pelan. “Ini bukan masalah besar. Aku hanya tak suka karena dia berbicara yang tidak-tidak di depan Tuan Rogers ….” Wanita bermata hijau zamrud itu tak melanjutkan kalimatnya karena sadar sudah keceplosan. Emilia kembali salah tingkah.

“Apakah Tuan Rogers datang kemari?” tanya Meredith penuh selidik.

Emilia mengangguk pelan. “Tapi, kurasa dia sudah pergi. Aku meninggalkannya di luar pekarangan.”

Meredith tidak menanggapi. Dia mendekat ke jendela kecil dekat pintu, lalu mengintip ke luar. Sesaat kemudian, wanita paruh baya itu mengalihkan perhatian kepada Emilia. “Sepertinya begitu. Aku tidak melihat ada siapa-siapa di luar.”

Meredith kembali ke hadapan Emilia. Rasa penasaran terpancar jelas dari sorot mata wanita berusia setengah abad lebih tersebut. “Apa lagi yang Tuan Rogers inginkan?” tanyanya.

“Tidak ada hal lain yang pria itu inginkan selain tanah milikmu, Bu. Dia mengajak kita berdiskusi lagi untuk tawar-menawar harga. Tuan Rogers akan membayar tanah ini lebih mahal dari tanah milik warga lain, yang sudah dirinya beli,” terang Emilia, kemudian melihat ke arah dapur karena Blossom belum juga kembali dari mencuci tangan.

Emilia berdecak pelan, lalu memeriksa apa yang sedang anak itu lakukan di dapur. “Astaga! Bee! kenapa kau ini?” Lelah, kesal, bercampur jadi satu. Emilia sedikit meninggikan suara, saat menegur sang putri yang tengah asyik bermain busa menggunakan sabun pencuci piring.

Sementara itu, Hardin tak langsung pulang ke rumah peternakan. Dia lebih dulu memantau lahan yang sudah mulai dikosongkan. Awalnya, Hardin hanya memperhatikan tanpa turun dari kuda, hingga ada seorang wanita yang datang menghampiri dan bicara padanya.

“Apakah Anda sengaja melewatkan rumah para janda?” tanya wanita berambut pirang, dengan nada agak ketus.

“Siapa maksudmu, Nona?” Hardin balik bertanya.

“Siapa lagi kalau bukan Nyonya Meredith Olsen dan menantunya, Emilia. Kulihat, rumah yang mereka tempati masih berdiri kokoh tanpa terganggu.”

“Kami masih bernegosiasi. Lagi pula, itu bukan urusanmu, Nona," ujar Hardin datar.

Wanita berambut pirang yang tak lain adalah Maria, tersenyum sinis menanggapi jawaban Hardin. “Keluargaku tidak menyusahkanmu, Tuan. Seharusnya, Anda memberikan sedikit penghargaan kepada kami.”

“Aku sudah membayar sesuai dengan kesepakatan. Aku juga memberikan batas waktu untuk berkemas. Apa lagi yang kau dan keluargamu inginkan?” Hardin turun dari kuda, meskipun tak ada niat untuk berlama-lama menanggapi perbincangan itu.

“Ibuku membutuhkan pekerjaan. Mungkin, Anda bisa membantunya, Tuan.”

Hardin tidak segera menanggapi. Dia juga tak memfokuskan diri kepada Maria. Perhatian pria 37 tahun tersebut justru tertuju pada beberapa pekerja, yang tengah membersihkan sisa-sisa bangunan.

“Anda tidak mendengarku, Tuan?”

“Apa pekerjaan ibumu sebelumnya?” Kali ini, Hardin mengarahkan perhatian penuh kepada Maria. Wanita berperawakan sedikit lebih kurus dibanding Emilia.

“Ibuku menanam bunga di halaman. Setiap musim panen, ada orang yang mengambil kemari. Setelah tidak tinggal di sini, kami harus memulai dari awal,” terang Maria.

Hardin menggumam pelan. “Baiklah. Akan kupikirkan untuk membuka lowongan pekerjaan bagi para wanita di desa ini. Tapi, tidak sekarang karena masih ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan,” pungkasnya. Tak ingin terlibat dalam perbincangan yang lebih jauh, Hardin segera berlalu dari hadapan Maria.

Maria menggeleng samar, lalu berbalik. Wanita itu menaiki sepeda, kemudian pergi dari sana. Ketika melewati jalan setapak di sebelah rumah Meredith, dia berpapasan dengan Emilia yang hendak pergi mengantarkan roti.

“Hai, Millie,” sapa Maria, menghentikan laju sepeda tepat di sebelah Emilia.

“Hai, Maria. Kau dari mana?” Emilia yang sudah bersiap pergi dengan mengendarai sepeda, mengurungkan niatnya.

“Aku baru bicara dengan Tuan Rogers. Namun, pria itu … dia agak sombong.”

Emilia tersenyum kecil. “Begitulah orang kaya. Dia terus mendesak kami agar menjual tanah ini kepadanya. Namun, ibu mertuaku tidak bersedia.”

“Dia langsung membayar setelah ada kata sepakat. Aku rasa, pria itu memang memiliki banyak uang,” bisik Maria. “Tuan Rogers juga sangat tampan dan seksi. Kudengar, dia masih lajang hingga saat ini. Apa menurutmu dia masih perjaka?”

“Astaga, Maria. Bagaimana kau bisa memikirkan hal itu? Aku tidak peduli dengan statusnya. Masa bodoh apakah pria itu masih perjaka atau tidak. Namun, ingatlah satu hal. Tuan Rogers hidup di kota besar sebelum pindah kemari. Dia tampan dan kaya. Jadi, bayangkan saja sendiri.”

Terpopuler

Comments

Najwa Aini

Najwa Aini

kok..kok...kok...
Aku mikirnya jauh ya

2025-05-19

1

Evitha Junaedy

Evitha Junaedy

sumpah aku d buat ngakak m Blossom ni

2025-06-02

0

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

tambah lagi biro jodoh 😅

2025-05-31

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 : Pertemuan Kuda dan Sepeda
2 Chapter 2 : Tuan Tanah
3 Chapter 3 : Stacey
4 Chapter 4 : Pria dari Kota
5 Chapter 5 : Sang Pembuat Roti
6 Chapter 6 : Stacey (Lagi)
7 Chapter 7 : Menantu Terbaik
8 Chapter 8 : Kotak Makan Siang
9 Chapter 9 : Terlalu Serius
10 Chapter 10 : Di Bawah Pohon Rindang
11 Chapter 11 : Emilia-Hardin
12 Chapter 12 : Penuh Tekanan
13 Chapter 13 : Forget-Me-Not
14 Chapter 14 : Filosofi Bodoh
15 Chapter 15 : Bunga yang Tertinggal
16 Chapter 16 : Tiba-tiba
17 Chapter 17 : Terlalu Nekat
18 Chapter 18 : Wooden House
19 Chapter 19 : Terdiam tak Berdaya
20 Chapter 20 : Kebebasan Sempurna
21 Chapter 21 : Seamless
22 Chapter 22 : Sekadar Memastikan
23 Chapter 23 : Sang Pemikat
24 Chapter 24 : Lelucon tak Lucu
25 Chapter 25 : Pecundang
26 Chapter 26 : Aneh
27 Chapter 27 : Kejutan Besar
28 Chapter 28 : Drama Pakaian Dalam
29 Chapter 29 : Rasa yang Berbeda
30 Chapter 30 : Undangan dari Tuan Rogers
31 Chapter 31 : Hanya Berdua
32 Chapter 32 : Naluri yang Terbangkitkan
33 Chapter 33 : Suka Sama Suka
34 Chapter 34 : Berhak Bahagia
35 Chapter 35 : Derap Langkah Kuda dalam Kegelapan
36 Chapter 36 : Kelemahan Terbesar
37 Chapter 37 : Dalam Selimut Malam
38 Chapter 38 : Billionaires Row
39 Chapter 39 : Kesalahan Fatal
40 Chapter 40 : Penawaran Lain
41 Chapter 41 : Lupa Jalan Pulang
42 Chapter 42 : Pikiran Kacau
43 Chapter 43 : Kembali Terbuai
44 Chapter 44 : Menepis Rasa Curiga
45 Chapter 45 : Menjaga Reputasi
46 Chapter 46 : Paman Eden
47 Chapter 47 : Perbincangan di Dapur
48 Chapter 48 : Jadwal yang Terlewat
49 Chapter 49 : Dua Garis
50 Chapter 50 : Tiket Emas
51 Chapter 51 : Rumit
52 Chapter 52 : Penuh Sindiran
53 Chapter 53 : Meminta Pengampunan
54 Chapter 54 : Mengalah tak Berarti Kalah
55 Chapter 55 : Kejujuran Hati
56 Chapter 56 : Melepaskan Diri
57 Chapter 57 : Blossom Bertingkah
58 Chapter 58 : Jackpot
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Chapter 1 : Pertemuan Kuda dan Sepeda
2
Chapter 2 : Tuan Tanah
3
Chapter 3 : Stacey
4
Chapter 4 : Pria dari Kota
5
Chapter 5 : Sang Pembuat Roti
6
Chapter 6 : Stacey (Lagi)
7
Chapter 7 : Menantu Terbaik
8
Chapter 8 : Kotak Makan Siang
9
Chapter 9 : Terlalu Serius
10
Chapter 10 : Di Bawah Pohon Rindang
11
Chapter 11 : Emilia-Hardin
12
Chapter 12 : Penuh Tekanan
13
Chapter 13 : Forget-Me-Not
14
Chapter 14 : Filosofi Bodoh
15
Chapter 15 : Bunga yang Tertinggal
16
Chapter 16 : Tiba-tiba
17
Chapter 17 : Terlalu Nekat
18
Chapter 18 : Wooden House
19
Chapter 19 : Terdiam tak Berdaya
20
Chapter 20 : Kebebasan Sempurna
21
Chapter 21 : Seamless
22
Chapter 22 : Sekadar Memastikan
23
Chapter 23 : Sang Pemikat
24
Chapter 24 : Lelucon tak Lucu
25
Chapter 25 : Pecundang
26
Chapter 26 : Aneh
27
Chapter 27 : Kejutan Besar
28
Chapter 28 : Drama Pakaian Dalam
29
Chapter 29 : Rasa yang Berbeda
30
Chapter 30 : Undangan dari Tuan Rogers
31
Chapter 31 : Hanya Berdua
32
Chapter 32 : Naluri yang Terbangkitkan
33
Chapter 33 : Suka Sama Suka
34
Chapter 34 : Berhak Bahagia
35
Chapter 35 : Derap Langkah Kuda dalam Kegelapan
36
Chapter 36 : Kelemahan Terbesar
37
Chapter 37 : Dalam Selimut Malam
38
Chapter 38 : Billionaires Row
39
Chapter 39 : Kesalahan Fatal
40
Chapter 40 : Penawaran Lain
41
Chapter 41 : Lupa Jalan Pulang
42
Chapter 42 : Pikiran Kacau
43
Chapter 43 : Kembali Terbuai
44
Chapter 44 : Menepis Rasa Curiga
45
Chapter 45 : Menjaga Reputasi
46
Chapter 46 : Paman Eden
47
Chapter 47 : Perbincangan di Dapur
48
Chapter 48 : Jadwal yang Terlewat
49
Chapter 49 : Dua Garis
50
Chapter 50 : Tiket Emas
51
Chapter 51 : Rumit
52
Chapter 52 : Penuh Sindiran
53
Chapter 53 : Meminta Pengampunan
54
Chapter 54 : Mengalah tak Berarti Kalah
55
Chapter 55 : Kejujuran Hati
56
Chapter 56 : Melepaskan Diri
57
Chapter 57 : Blossom Bertingkah
58
Chapter 58 : Jackpot

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!