Chapter 3 : Stacey

“Hm.” Hanya itu tanggapan dari Hardin, setelah mendengar penuturan Albert. Dia mengisap, lalu mengepulkan asap cerutu sambil menatap aneh. “Kau boleh pergi.”

Albert mengangguk sopan, sebelum berbalik meninggalkan ruang kerja.

Sepeninggal Albert, Hardin langsung mengalihkan perhatian kepada Ethan. Namun, dia tak mengatakan apa pun. Hardin memahami makna dari tatapan sang ajudan.

Keesokan harinya

Hardin pergi berkuda, ketika mentari sudah menampakkan sinarnya. Dia terlihat begitu gagah dalam balutan kemeja putih berlapis rompi hitam, yang dipadukan dengan celana jeans dan topi pet warna senada. 

Pagi itu, Hardin pergi tanpa ditemani Ethan. Tidak biasanya, sang pemilik Rogers Farm tersebut berkeliling sendirian. Mungkin karena tempat yang hendak dituju adalah kediaman Meredith Olsen. 

Dari jarak beberapa meter sebelum tiba di depan rumah Meredith, Hardin sudah memelankan laju kudanya. Terlebih, saat melihat gadis kecil sedang bermain di halaman. Gadis kecil itu adalah Blossom.

Tanpa turun dari kuda, Hardin memperhatikan Blossom yang tengah asyik bermain tanah. Di dekatnya, ada beberapa mainan khas anak perempuan yang berserakan. 

Beberapa saat kemudian, Emilia muncul dari pintu samping dengan membawa keranjang berisi cucian yang hendak dijemur. Namun, pandangannya lebih dulu tertuju kepada Hardin, yang berada di luar halaman. 

“Cuci tanganmu, lalu masuklah, Bee,” suruh Emilia cukup nyaring.

“Aku masih ingin bermain, Bu,” tolak Blossom tak kalah nyaring.

“Lanjutkan saja nanti. Granny membuatkanmu jus apel yang sangat enak,” bujuk Emilia, seraya berjalan mendekat kepada sang putri. Dia membantu membereskan mainan yang berserakan. 

“Ayolah, Bu,” protes Blossom, tak setuju mainannya dibereskan sang ibunda.

Emilia mengembuskan napas pelan, lalu kembali berdiri. Dia menoleh sekilas kepada Hardin, sebelum bersikap tak peduli dan melanjutkan niat untuk menjemur baju. 

Melihat sikap yang ditunjukkan Emilia, membuat Hardin menautkan alis. Dia mengarahkan kuda ke pinggir halaman, di mana ibunda Blossom itu berada. 

“Selamat pagi, Nyonya,” sapa Hardin sopan dan penuh wibawa, setelah turun dari kuda. Dia berdiri di luar pagar, menatap lurus kepada Emilia yang tengah menjemur baju. 

“Selamat pagi. Ada yang bisa kubantu, Tuan?” Emilia menghentikan aktivitasnya, lalu menatap Hardin penuh selidik. 

“Apakah gadis kecil itu putrimu?” tanya Hardin basa-basi. 

“Ya,” jawab Emilia singkat, seraya melanjutkan pekerjaan. 

Hardin tak langsung bicara. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar, pada pemandangan yang sangat indah dan memanjakan mata. 

“Kau tahu, Nyonya. Sebagian besar wilayah ini sudah kubeli. Hanya tanah milik Nyonya Meredith Olsen yang belum menemukan kata sepakat. Sebenarnya, kita bisa bekerja sama dan membuat urusan ini jadi lebih mudah,” ucap Hardin tenang.

“Kau kemari hanya untuk mengatakan itu, Tuan Rogers?” Emilia yang sudah selesai menjemur baju, mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Hardin. 

“Aku tidak punya alasan lain untuk menemuimu, Nyonya.” Hardin menatap penuh arti, lalu tersenyum samar.

“Kau sudah tahu seperti apa keputusan kami,” balas Emilia, tetap pada pendiriannya. 

“Kita bisa melakukan tawar-menawar lagi. Tanah ini akan kuhargai lebih tinggi dari yang lain,” bujuk manis Hardin.

Emilia tersenyum kecil, lalu mendekat ke hadapan Hardin. Mereka hanya terhalang oleh pagar kayu setinggi perut. “Kau sudah melakukan pembebasan tanah dari beberapa warga di sini. Kenapa masih memaksa ibu mertuaku agar ikut menjual tanahnya?”

“Sebenarnya, tanah Nyonya Meredith lah yang benar-benar kuinginkan. Aku punya rencana bagus untuk memajukan perekonomian di desa ini. Jadi, tolong bekerja samalah,” bujuk Hardin lagi, berusaha tetap sabar menghadapi Emilia.

Seulas senyuman kembali terlukis di bibir Emilia. “Maafkan aku, Tuan Rogers. Kau berasal dari kota besar. Kami tidak tahu seberapa tulus niatmu untuk memajukan perekonomian desa ini. Sejujurnya, aku tidak terlalu yakin, berhubung kau adalah pengusaha yang pasti mementingkan keuntungan pribadi.”

Bukannya tersinggung dengan ucapan Emilia yang terkesan agak ketus, Hardin justru menanggapi dengan senyum kecil. Sedikit demi sedikit, dia mempelajari karakter wanita di hadapannya, dari cara bicara serta luapan emosi yang terlihat. 

“Maaf, Nyonya. Kudengar kau seorang janda,” ucap Hardin, yang membuat raut wajah Emilia tiba-tiba berubah tegang. 

“Siapa yang mengatakan itu padamu, Tuan Rogers?” Emilia menatap tajam pria di hadapannya.

“Telingaku ada di mana-mana, Nyonya. Namun, tidak penting berita itu kudapatkan dari mana.”

“Kau mengawasiku, Tuan?” Suara Emilia terdengar cukup pelan, tetapi penuh penekanan. 

“Satu hal yang diperlukan dalam berdiskusi adalah mengetahui siapa lawan bicaramu. Begitu, kan?” 

Emilia tidak menjawab. Namun, sorot mata wanita 25 tahun tersebut telah mewakili segalanya.

“Aku akan menawarkan kesepakatan, Nyonya.”

“Bukankah kau mengatakan tidak suka membahas sesuatu dengan cara seperti ini? Tidak sopan." 

“Kau tidak mempersilakanku masuk, Nyonya.”

Emilia kembali tidak menjawab. Rasa tak nyaman mulai menyeruak hebat. Terlebih karena sejak tadi Hardin tak mengalihkan pandangan sehingga membuatnya risi. 

Demi mengurangi sedikit perasaan tak nyaman itu, Emilia mengalihkan perhatian kepada Blossom, yang sejak tadi bermain tanah. “Apa kau sudah selesai, Bee?” tanyanya, dengan ekor mata yang sesekali melirik ke arah Hardin.

Blossom menoleh, lalu tersenyum sambil memperlihatkan kedua tangannya yang kotor. “Aku menemukan cacing, Bu,” sahut gadis kecil berambut cokelat terang tersebut, kemudian menunjukkan cacing yang dimaksud kepada Emilia.

“Astaga! Kau jorok sekali.”

“Siapa nama putrimu?” tanya Hardin, yang ikut memperhatikan Blossom. 

“Blossom,” jawab Emilia, setengah bergumam. Sesaat kemudian, wanita itu tersadar dan langsung menoleh kepada Hardin. “Jangan ganggu putriku,” tukasnya.

“Astaga. Apa maksudmu, Nyonya? Kau pikir aku akan melukai putrimu? Aku bukan penjahat,” balas Hardin, dengan ekspresi tak mengerti. “Aku sangat bersimpati karena kau bisa membesarkan anak seorang diri ___”

“Apa maksudmu, Tuan Rogers?” sergah Emilia, meskipun dengan suara cukup pelan. 

“Kau seorang ibu tunggal.” Hardin memperjelas ucapannya.

“Aku masih bersuami!” bantah Emilia tegas.

“Kalau begitu, aku ingin bicara dengan suamimu. Perbincangan antara pria dengan pria akan jauh lebih baik,” ucap Hardin tenang, seakan sengaja memancing Emilia, yang justru terlihat sebaliknya. “Maafkan aku, Nyonya. Namun, aku tidak menemukan titik temu saat berbicara denganmu.”

“Bukan tidak ada titik temu, Tuan Rogers. Aku sudah menegaskan sejak awal. Namun, kau sendiri yang tetap memaksakan kehendak untuk memiliki tanah ibu mertuaku. Jadi, kau sendiri yang aneh dan …. Ya, Tuhan. Ini masih pagi dan aku sudah dibuat kesal olehmu,” gerutu Emilia pelan. 

Hardin tidak membalas ucapan Emilia dengan umpatan atau kemarahan. Dia justru tersenyum simpul. Terlebih, saat Blossom tiba-tiba menghampirinya.

“Ini, Paman. Namanya Stacey,” ucap Blossom, seraya menyodorkan cacing yang dibawanya kepada Hardin.  "Jagalah dia untukku."

“Bagaimana kau bisa tahu cacing ini betina?” 

“Dia bergerak seperti ibuku ketika sedang mandi,” celetuk Blossom polos.

Terpopuler

Comments

Najwa Aini

Najwa Aini

Ya ampun..jadi ibumu cacingan saat mandi gitu ya, Bee..
upss..kok cacingan sih..

2025-05-19

1

Rahmawati

Rahmawati

lah emg gimana gerakan ibumu kalo mandi bee?

2025-05-16

1

Evitha Junaedy

Evitha Junaedy

busyeeet Blossom kamu buat ibumu mati gaya y/Facepalm/

2025-06-02

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 : Pertemuan Kuda dan Sepeda
2 Chapter 2 : Tuan Tanah
3 Chapter 3 : Stacey
4 Chapter 4 : Pria dari Kota
5 Chapter 5 : Sang Pembuat Roti
6 Chapter 6 : Stacey (Lagi)
7 Chapter 7 : Menantu Terbaik
8 Chapter 8 : Kotak Makan Siang
9 Chapter 9 : Terlalu Serius
10 Chapter 10 : Di Bawah Pohon Rindang
11 Chapter 11 : Emilia-Hardin
12 Chapter 12 : Penuh Tekanan
13 Chapter 13 : Forget-Me-Not
14 Chapter 14 : Filosofi Bodoh
15 Chapter 15 : Bunga yang Tertinggal
16 Chapter 16 : Tiba-tiba
17 Chapter 17 : Terlalu Nekat
18 Chapter 18 : Wooden House
19 Chapter 19 : Terdiam tak Berdaya
20 Chapter 20 : Kebebasan Sempurna
21 Chapter 21 : Seamless
22 Chapter 22 : Sekadar Memastikan
23 Chapter 23 : Sang Pemikat
24 Chapter 24 : Lelucon tak Lucu
25 Chapter 25 : Pecundang
26 Chapter 26 : Aneh
27 Chapter 27 : Kejutan Besar
28 Chapter 28 : Drama Pakaian Dalam
29 Chapter 29 : Rasa yang Berbeda
30 Chapter 30 : Undangan dari Tuan Rogers
31 Chapter 31 : Hanya Berdua
32 Chapter 32 : Naluri yang Terbangkitkan
33 Chapter 33 : Suka Sama Suka
34 Chapter 34 : Berhak Bahagia
35 Chapter 35 : Derap Langkah Kuda dalam Kegelapan
36 Chapter 36 : Kelemahan Terbesar
37 Chapter 37 : Dalam Selimut Malam
38 Chapter 38 : Billionaires Row
39 Chapter 39 : Kesalahan Fatal
40 Chapter 40 : Penawaran Lain
41 Chapter 41 : Lupa Jalan Pulang
42 Chapter 42 : Pikiran Kacau
43 Chapter 43 : Kembali Terbuai
44 Chapter 44 : Menepis Rasa Curiga
45 Chapter 45 : Menjaga Reputasi
46 Chapter 46 : Paman Eden
47 Chapter 47 : Perbincangan di Dapur
48 Chapter 48 : Jadwal yang Terlewat
49 Chapter 49 : Dua Garis
50 Chapter 50 : Tiket Emas
51 Chapter 51 : Rumit
52 Chapter 52 : Penuh Sindiran
53 Chapter 53 : Meminta Pengampunan
54 Chapter 54 : Mengalah tak Berarti Kalah
55 Chapter 55 : Kejujuran Hati
56 Chapter 56 : Melepaskan Diri
57 Chapter 57 : Blossom Bertingkah
58 Chapter 58 : Jackpot
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Chapter 1 : Pertemuan Kuda dan Sepeda
2
Chapter 2 : Tuan Tanah
3
Chapter 3 : Stacey
4
Chapter 4 : Pria dari Kota
5
Chapter 5 : Sang Pembuat Roti
6
Chapter 6 : Stacey (Lagi)
7
Chapter 7 : Menantu Terbaik
8
Chapter 8 : Kotak Makan Siang
9
Chapter 9 : Terlalu Serius
10
Chapter 10 : Di Bawah Pohon Rindang
11
Chapter 11 : Emilia-Hardin
12
Chapter 12 : Penuh Tekanan
13
Chapter 13 : Forget-Me-Not
14
Chapter 14 : Filosofi Bodoh
15
Chapter 15 : Bunga yang Tertinggal
16
Chapter 16 : Tiba-tiba
17
Chapter 17 : Terlalu Nekat
18
Chapter 18 : Wooden House
19
Chapter 19 : Terdiam tak Berdaya
20
Chapter 20 : Kebebasan Sempurna
21
Chapter 21 : Seamless
22
Chapter 22 : Sekadar Memastikan
23
Chapter 23 : Sang Pemikat
24
Chapter 24 : Lelucon tak Lucu
25
Chapter 25 : Pecundang
26
Chapter 26 : Aneh
27
Chapter 27 : Kejutan Besar
28
Chapter 28 : Drama Pakaian Dalam
29
Chapter 29 : Rasa yang Berbeda
30
Chapter 30 : Undangan dari Tuan Rogers
31
Chapter 31 : Hanya Berdua
32
Chapter 32 : Naluri yang Terbangkitkan
33
Chapter 33 : Suka Sama Suka
34
Chapter 34 : Berhak Bahagia
35
Chapter 35 : Derap Langkah Kuda dalam Kegelapan
36
Chapter 36 : Kelemahan Terbesar
37
Chapter 37 : Dalam Selimut Malam
38
Chapter 38 : Billionaires Row
39
Chapter 39 : Kesalahan Fatal
40
Chapter 40 : Penawaran Lain
41
Chapter 41 : Lupa Jalan Pulang
42
Chapter 42 : Pikiran Kacau
43
Chapter 43 : Kembali Terbuai
44
Chapter 44 : Menepis Rasa Curiga
45
Chapter 45 : Menjaga Reputasi
46
Chapter 46 : Paman Eden
47
Chapter 47 : Perbincangan di Dapur
48
Chapter 48 : Jadwal yang Terlewat
49
Chapter 49 : Dua Garis
50
Chapter 50 : Tiket Emas
51
Chapter 51 : Rumit
52
Chapter 52 : Penuh Sindiran
53
Chapter 53 : Meminta Pengampunan
54
Chapter 54 : Mengalah tak Berarti Kalah
55
Chapter 55 : Kejujuran Hati
56
Chapter 56 : Melepaskan Diri
57
Chapter 57 : Blossom Bertingkah
58
Chapter 58 : Jackpot

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!