Pagi ini aku kembali menjalani aktivitasku yaitu bersekolah, dan akan bertemu dengan guru maupun teman-teman ku yang mempunyai karakter berbeda-beda. Tak kusangka juga, semalaman makhluk sempurna itu masih ada di rumahku. Dia menginap karena hujan yang kembali dan pergi lagi, membuat motor kesayangan nya yang terparkir di luar bagasi itu basah kuyup sejak kemarin siang.
tetapi, pas aku bangun tadi pagi, dia sudah ada di luar sambil mengeringkan semua bagian yang ada pada motornya supaya tidak basah lagi. Wah, dia sudah berganti pakaian. Apa mungkin baju Dhika ada yang cocok dengannya? Kulihat dia kali ini memakai sebuah sweater hoodie Army yang tampak cocok dikenakan di tubuhnya. tetapi, iya juga sih. Dia kan tampan, pasti semua yang dipakainya pasti akan terasa cocok dan sangat bagus,walau pun aku juga tidak tahu si Dhika beli nya di mana.
Eh, tetapi aku baru ingat, kalau Dhika dari hari minggu di rumah nenek, dia menginap di sana. Karena, ya begitu lah, namanya juga orang tua pasti pengen deket sama cucu dan keluarganya sambil menikmati masa tua mereka.
Aku kembali membuka tasku dan memperhatikan semua barang yang aku bawa, apakah sudah ada dan lengkap atau masih ada yang ketinggalan, semuanya sudah aku bereskan. Lalu, aku segera memasang kedua sepatu sekolahku itu, dan aku dengar kali ini bukan keributan seseorang, tetapi suara motor sport hitam kesayangan Kak Leon sedang dihidupkan. Ah, dia mau ke mana? Pulang, gak tunggu papa nya dulu?Apa dia cuman mau panasin mesinnya aja? Aku terlalu banyak merenung, jadi aku lupa sekarang sudah menunjukkan pukul 06:20 WIB, aku harus cepat bergegas karena perjalanan akan lama belum lagi menunggu busway.
Aku segera beranjak dari kursi dan berlari turun ke bawah, tadi aku sudah sarapan jadi aku tinggal berpamitan saja dengan ayah, bunda, maupun papa dan kak Leon. "Bunda, ayah, papa! Tiara pergi dulu ya, udah telat nih! Assalamualaikum!" Sapaku sambil tetap berlari keluar.
"Iya, waalaikumsalam." Jawab serentak ayah dan bunda.
"Hati-hati, nanti jatuh Tiara!" Ucap bunda khawatir.
"Aih, bukanya tadi Leon udah panasin motor? mengapa gak sama Leon aja." Tanya Papa sambil berteriak.
Aku mendengar suaranya dari dalam, "Tidak apa-apa, pa! Tiara bisa berangkat sendiri kok." Jawabku menolak.
Tiba-tiba aku tertabrak sesuatu, "Aduuuh!" Saat aku melihat, ternyata aku menabrak tubuh Leon yang berdiri di depanku sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, dia bersikap sangat tenang.
Aih, apa yang harus aku lakukan sekarang? Mau minta maaf, tetapi masih saja canggung berbicara dengannya. Bagaimana ini? Aku takut telat.
"Ehem, kamu melamun Tiara? Gak baik loh." Katanya memulai percakapan.
"Ah, hehe ... Iya kak. Udah kebiasaan Tiara, temen-temen juga bilang nya gitu. Kalau ditegur, pasti nanti tetap ngulang lagi." Jawabku sambil tersenyum.
Dia memperhatikan penampilanku yang memakai seragam olahraga berwarna merah-hitam dengan sangat saksama sekali, seperti mengamati sesuatu dengan teliti. Aku merasa kembali gugup, karena dia melihatku begitu. Lalu, dia tiba-tiba langsung bilang ....
"Ayo, biar aku yang antar kamu! Tampaknya memang sudah hampir telat." Dia kembali menghidupkan mesin motornya itu.
Tidak bisa menolak, jadi aku bukakan pagar rumah supaya kami bisa berangkat. Dia menjalankan motornya keluar pagar, barulah aku menutup pagarnya kembali. Sambil menunggu aku menutup pagar, dia sedang memasang helm nya. Hah, lagi-lagi aku terpesona. Padahal hanya memakai helm loh Tiara, bukan memelukmu atau tersenyum pada mu kan???
Dia menoleh padaku, dia menggeleng. "Ternyata Tiara sekarang lebih suka melamun." Batinnya.
Tiiiiin, Tiiiiin! Aku terkejut, suara klakson berbunyi dua kali, ternyata Kak Leon membangunkanku dari lamunan indah tadi.
Aku menekuk keningku, "Kak Leon! Tiara terkejut tahu, nanti kalau jantungan gimana?" Tanyaku ketus sambil berjalan ke arah motornya.
Dia menepuk tempat duduk di belakang, "Justru, aku ingin tahu kamu melamun apa tidak." Jawabnya jelas.
Aku naik ke motornya dan memegang kedua bahu nya dengan sangat erat, aku takut kalau nanti akan terjatuh. Apalagi kan kalian tahu sendiri, kalau motor yang dia pakai ini bukan main-main lagi kecepatannya, sudah melampaui batas kecepatan motor biasanya.
Tanpa berbicara lagi, dia langsung menjalankan motornya meninggalkan rumahku. Tak ada yang aneh, dia mengendarai dengan kecepatan stabil, apa karena dia membawaku? Ah, mana mungkin hanya karena membawa bocah ingusan sepertiku dia mau memperlambat laju motornya. Apalagi, motor ini kan sangat sulit di kendalikan keseimbangan kalau kecepatannya lambat, motornya kan juga berat.
Aku baru ingat kalau kak Leon tidak tahu arah sekolah ku di mana, jadi aku mencoba memberitahu ke mana arah yang harus dituju padanya. Aku mendekatkan tubuhku padanya, supaya dia bisa mendengar apa yang aku katakan. "Kak, nanti di sana belok kiri ya! Terus tinggal lurus aja nanti ada lampu merah baru belok kanan."
Dia hanya mengangguk tenang, aku pun kembali menjaga jarak antara tubuhku dengan tubuhnya. Menikmati pemandangan jalan yang padat tetapi tidak macet, masih banyak pepohonan yang mengelilingi pinggir trotoar jalan untuk menghidupkan suasana dan membuat polusi menjadi hilang.
Waktu cepat sekali berjalan, aku tak bicara apapun lagi di saat perjalanan. Lagipula aku tak bisa melihat jelas wajahnya dari spion karena helmnya menutupi sebagian wajahnya itu. Akhirnya Sudah sampai di sekolahku yang aku cintai ini! Ah, lebay Tiara. Emang mau terus-terusan di sekolah ini? Gak kan!!
Saat aku turun dari motor, kulihat sekelilingku pada memperhatikanku dan juga kak Leon sejak tadi. Entah apa yang mereka pikirkan di dalam kepala, aku juga tidak tahu, tetapi aku hiraukan mereka seperti kak Leon yang hanya diam saja sejak tadi.
Aku mencoba membuka percakapan, "Ah, kak Leon?"
"Iya, Tiara?"
"Kak, umur kakak berapa?" Entah darimana munculnya pertanyaan itu, aku bingung mengapa itu yang keluar dari dalam mulutku ini.
Dia melihatku dengan tatapan serius, "Kamu sungguh tidak tahu atau kamu lupa?" Dia balik bertanya.
Aku mengangguk bingung, "Iya, aku gak tahu."
"Kamu yang dulu bertanya aku kelas berapa, waktu itu aku kelas 3 SD. Sekarang kamu hitung saja sendiri, berapa kira-kira umurku?"
Aku berpikir keras untuk menghitungnya, karena aku Mutiara Nabila gak akan pernah bisa memperbaiki nilai mtk atau pun ipa. "Emm, kita beda tiga tahun. Sekarang Tiara 16 tahun, berarti kakak ..... 19 tahun? Wah, masih muda tetapi kakak sudah mau kuliah sekarang!! "Aku kagum padanya, tak terasa emang waktu berjalan. Dia ternyata sudah kuliah saja, benar-benar tak kusangka hal ini akan terjadi.
Kak Leon mengangguk,"Iya, saya 19 tahun, minggu depan saya sudah 20 tahun."Jawabnya. "Yaudah, sana masuk! Entar kalau ditutup gerbangnya, kan repot!" Sambungnya sambil melihat ke arah gerbang sekolah.
Aku pun tersenyum, entah mengapa kini aku tidak lagi merasa gugup dan canggung berada di dekatnya lagi. Entah mengapa begitu, yang jelas sekarang aku harus masuk dulu ke dalam sekolah, supaya tidak di kunci gerbangnya oleh pak security sekolah kami yang ramah tetapi dia tetap tegas loh.
"Ya, baiklah. kak!" Aku melambaikan tanganku sambil berjalan mundur.
Beberapa detik kemudian, dia kembali memanggilku. "Tiara!"
Aku kembali berbalik, "Iya, kak?" Tanyaku penasaran.
"Panggil aku Leon aja, gak usah pakai 'kakak'!"
Aku bingung seketika, "I-iya, kak?"
"Kamu panggil aku Leon saja! Aku gak suka dipanggil dengan sebutan itu, kan kamu juga tahu apa yang membuat aku beda dari yang lain." jelasnya dengan nada lantang.
Aku pun mengangguk walau sedikit tidak mengerti dengan apa yang dimaksudnya, "Ah, iya .... Kak! Eh, maksudnya .... Leon. Tiara masuk dulu ya!" Aku langsung berbalik dan segera masuk ke dalam sekolah, lagi-lagi jantungku berdebar kencang mau copot rasanya. Entah mengapa setiap kali dia menghentakkan suaranya dengan lantang, hatiku jadi ciut.
BERSAMBUNG ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments