MCD 3

Lea menyeret kakinya ke sebuah restauran yang tak begitu jauh dari restauran pertama.

Tetapi begitu masuk, dia dikejutkan oleh keberadaan tiga orang gadis yang selalu berulah padanya.

Dia memperhatikan tiga gadis yang sedang makan sambil bergurau itu. Mungkin hari ini merupakan hari kesialan Lea. Di restauran sebelumnya, dia dikacaukan oleh keberadaan wanita gila yang tak dikenalnya. Dan disini dia bertemu dengan para musuh bebuyutan nya. Kenapa hidupnya tak pernah tenang?

"Tuh lihat siapa yang datang?"

Lea tersentak ketika salah satu dari mereka melihat ke arahnya dan memberitahu pada kedua temannya. Padahal, dia baru saja hendak berbalik untuk meninggalkan restauran tersebut.

Kedua temannya menoleh serempak pada Lea dan terlihat terkejut.

Lea perlahan mundur, lalu berbalik dan langsung pergi dengan langkah cepat. Bukan takut, hanya saja dia sedang tidak ingin berurusan dengan ketiga gadis tersebut.

"Ayok kita ikuti dia...." seru salah satunya.

Lea melihat ke belakang. Terlihat tiga gadis tersebut tergopoh-gopoh mengejarnya. Karena tak ingin terkejar, dia mempercepat langkahnya. Tapi begitu menoleh kebelakang lagi, dia melihat ketiga gadis itu tak lagi mengejarnya melainkan memandangi seorang pria yang melintasi mereka dengan langkah gagah berwibawa.

Langkah Lea ikut berhenti dan memperhatikan pria gagah tersebut dari samping. Meski jaraknya lumayan jauh, tapi penglihatannya cukup tajam.

"Itu seperti Daddy !!" dan saat pria itu menoleh ke arahnya, Lea segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Tapi begitu dia menoleh lagi, pria yang mirip sekali dengan Daddy nya sudah tak tampak lagi.

"Pria tadi bukan kah itu Varen Andreas investor terbesar di kampus kita?"

"Kamu benar. Wah, baru kali ini aku melihatnya dari jarak yang sangat dekat. Dia benar-benar tampan sekali."

"Ck, dasar. Pria mana sih yang tidak kamu bilang tampan. Hampir semua laki-laki kamu bilang tampan."

"Tidak juga. Kalau Tuan Varen ini lain. Dia benar-benar tampan meskipun usianya sudah tidak lagi muda. Dia Om tertampan yang pernah kita temui ya tidak Clara?"

Gadis yang ditanya hanya diam mematung dengan arah pandang ke arah menghilangnya pria tadi. Entah apa yang gadis itu pikirkan.

"Clara !!"

Gadis yang bernama Clara tersentak kaget begitu dipukul pelan pundaknya." Ya, dia dia sangat tampan dan dia target ku. Ya sudah ayok kita cari si anak sialan itu."

Kedua gadis itu saling tatap, seakan matanya saling berbicara. Kemudian, mereka segera menyusul gadis bernama Clara yang sudah pergi lebih dulu.

Lea menghela nafas lega setelah ketiga gadis tersebut menjauh. Tanpa mereka sadari, orang yang mereka cari ada dibelakang mereka. Dia bersembunyi di balik dinding penyekat dan mendengar obrolan mereka.

"Dasar pe rek. Dia calon suamiku. Apa kalian pikir calon suamiku bakal naksir sama kalian? ck, mimpi." Lea tersenyum mengejek, lalu bergegas mencari keberadaan pria yang mirip sekali dengan Daddy nya.

Tapi begitu di hadapkan oleh dua arah, Lea kebingungan karena dia tak melihat arah kepergiannya ke arah kiri atau ke arah kanan. Setelah berpikir sejenak, Lea akhirnya memilih arah kanan meski tak yakin.

Lea celingukan dan memasang mata jeli mencari targetnya di sebuah tempat yang sepi. Tak ada aktifitas manusia di sana, yang ada hanya tumpukan barang bekas yang menggunung dan di mana-mana. Dia baru sadar tak mungkin Varen ke tempat seperti ini. Ini pasti salah arah mestinya ke kiri bukan ke kanan.

Tapi saat Lea hendak meninggalkan tempat tersebut, dia di hadang oleh dua orang preman berbadan besar dan penuh dengan tatto. Tak hanya badannya tapi juga wajahnya.

Lea bergidik melihat tubuh dua preman tersebut terlebih melihat ekspresi mesum mereka.

"Ada santapan enak nih," ujar salah satu preman dengan tatapan lapar.

Preman satunya menjilat-jilat bibir bawahnya yang terlihat hitam legam dan pecah-pecah.

"Benar sekali. Tanpa dicari santapan sedap datang sendiri dan kita tinggal menyantapnya. Kita benar-benar beruntung hari ini kawan," sahut si preman satunya diikuti tawa kecil.

Nafas Lea memburu karena takut. Tapi, dia berusaha agar tetap tenang.

"Ma-mau apa kalian?" Lea memberanikan diri bertanya meski sudah tau jika mereka memiliki niat jahat padanya.

Kedua preman tersebut saling menatap, lalu melihat lagi pada Lea dan tertawa.

"Hahahah....."

"Kami hanya ingin bersenang-senang saja dengan mu nona cantik."

Lea mengerti apa yang dimaksud dengan 'bersenang-senang'. Dia berkata," oh. Kalau begitu jangan di sini. Di sini sangat panas dan tempatnya tidak nyaman. Gimana kalau kita bersenang-senangnya di sana saja." Lea menunjuk ke suatu bangunan seperti gudang dan letaknya tak jauh dari arah jalan keluar.

Kedua preman tersebut saling menatap seakan berunding melalui isyarat tatapan." Baiklah," putus keduanya.

Lea tersenyum samar meski tak yakin rencananya akan berhasil atau tidak. Tapi alangkah baiknya mencoba dulu dari pada tidak sama sekali. Meski dia berontak atau berteriak tak akan ada yang menolongnya karena tempat itu benar-benar sepi.

Diikuti kedua preman itu, Lea berjalan ke arah bangunan kecil dan masuk ke dalamnya dengan sikap tenang dan berusaha tak menaruh kecurigaan.

Karena calon mangsanya seolah penurut, mereka percaya jika Lea akan menyerahkan tubuhnya secara suka rela tanpa paksaan.

"Tidak perlu di tutup pintunya," cegah Lea saat melihat salah satu preman hendak menutup pintu. Dia berkata lagi sebelum si preman curiga." Aku tidak bisa bersenang-senang di tempat yang pengap. Jadi biarkan dibuka supaya angin bisa masuk. Lagi pula tempat ini sepi jadi tidak akan ada yang melihat kita."

Preman tersebut percaya dan membiarkan pintunya terbuka lebar.

"Siapa yang mau duluan?" Tanya Lea pada kedua preman tersebut.

"Aku." Kedua preman itu menjawabnya serempak lalu saling pandang.

"Aku duluan."

"Tidak bisa. Aku duluan."

"Aku duluan karena aku yang pertama kali melihat keberadaan nona cantik ini."

"Stop," teriak Lea.

Kedua preman itu terdiam dan melihat pada Lea.

"Jangan berdebat aku tidak suka. Begini saja bagaimana kalau kalian fight dulu. Siapa yang menang dia yang duluan. Tapi tenang saja yang kalah pun akan kebagian," usul Lea.

Keduanya saling tatap dan diam. Tampaknya mereka sedang menimang-nimang.

"Baiklah aku setuju."

"Aku juga setuju."

Setelah keduanya sepakat, fight pun di mulai. Lea menyaksikan pertarungan yang cukup sengit itu sambil berpikir caranya keluar dari tempat tersebut.

Kedua preman itu saling menyerang satu sama lain. Saling memukul, menonjok, menendang persis seperti sebuah pertarungan diatas ring.

Disaat kedua preman itu semakin loyo akibat pertarungan tersebut, Lea perlahan mundur mendekati pintu keluar.

"Dasar preman kampung mau saja ku bodohi. Bertarung lah kalian sampai mati," ujar Lea dalam hati, lalu menutup pintu itu perlahan dan menguncinya dari luar.

Lea dapat mendengar makian dan sumpah serapah dari dalam sana. Tak hanya itu, pintu gudang itu pun terlihat bergoyang-goyang. Tampaknya kedua preman itu sedang berusaha membukanya.

Dia bergegas lari sebelum mereka berhasil mendobrak pintunya. Begitu lolos dari gudang tersebut, Lea berhenti dan mengatur nafasnya yang ngos ngosan imbas lari-larian.

"Itu dia..."

Teriakan itu mengejutkan Lea. Ternyata kedua preman itu telah berhasil keluar dan kini mengejarnya.

"Sial." Lea mengumpat kesal. Dia segera berlari lagi menghindari kedua preman yang kini berlari ke arahnya untuk menangkapnya.

Brugh

Dan sialnya, Lea tersungkur imbas menyandung sebuah batu ukuran genggaman tangan yang tergeletak disembarangan.

"Cepat kejar dia? Jangan sampai lolos."

Mendengar seruan itu, Lea segera bangkit dan meninggalkan tempat itu dengan tertatih-tatih.

Lea melihat ke belakang, kedua preman itu semakin mendekat. Sambil menahan rasa sakit, dia terus menyeret kedua kakinya.

Tiba-tiba, seseorang membekap mulut Lea dan membawanya ke sebuah ruangan kecil.

"Ssssst. Jangan berteriak!"

Suara itu? otot Lea seketika mengendur mendengar suara yang tak asing. Dia diam tak lagi memberontak terhadap sosok yang ternyata sedang berusaha menyelamatkan nya dari dua preman itu.

"Kemana dia larinya?"

"Sepertinya ke sana."

"Kau yakin."

"Ya aku yakin."

"Baiklah. Ayok kita ke sana."

Hening.

Tangan besar yang membekap mulut Lea perlahan mengendur. Gadis itu lantas mendongak.

"Daddy ?" lirih Lea. Matanya berkaca-kaca.

"Dasar anak nakal. Kenapa kamu bisa ada disini dan sampai di kejar preman?" Varen berbicara tanpa membalas tatapan Lea. Dia menghindari kontak mata dengan Lea karena tak sanggup menatap matanya yang berkaca-kaca itu.

Lea tak menjawab, dia meletakkan wajahnya pada dada bidang Varen dan tubuhnya bergetar.

Sekuat apapun Varen menahan diri untuk tak menyentuh Lea, tapi kenyataannya dia tak bisa menahannya. Dia memeluk Lea dan dipastikan pelukan nya ini bukan karena cinta tapi karena kasihan.

"Kita pulang sekarang," ajak Varen setelah Lea tenang.

Lea mengangguk tanpa sepatah kata.

Begitu menyadari jalan Lea tak normal, Varen segera mengangkat tubuh Lea dan membawanya ala anak koala. Sekali lagi dia pastikan ini bukan karena cinta, tapi karena kasihan putrinya sedang terluka.

Terpopuler

Comments

💥💚 Sany ❤💕

💥💚 Sany ❤💕

Nah kan.... Varen jadi serba salah, bagaimanapun dia seorang Ayah wlo bukan Ayah kandung Lea tp Lea juga gak salah kan mengharapkan Dady nya jadi miliknya karna sang Daddy blom ada yg punya.

2025-05-01

0

Nar Sih

Nar Sih

cerita nya lain dri cerita kak othor yg lain nya ,anak angkat yg sng dgn ayah nya wahh..seru kakk ,lanjuttt👍

2025-04-24

1

🤩😘wiexelsvan😘🤩

🤩😘wiexelsvan😘🤩

untung daddy dateng di saat yg tepat 😉😉

2025-04-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!