Siang Yang Membungkam Kata.

.

.

Dapat dia rasakan semua mata orang-orang yang ada di sana terus memandang ke arah mereka. Atau lebih tepatnya ke arah dirinya.

Dan itu sungguh tidak nyaman.

Sungguh dirinya bukanlah seorang yang suka menjadi pusat perhatian orang-orang.

Jika bisa dia selalu memilih menjadi orang yang selalu terlupakan dan tidak usah di anggap, entah itu saat berada tempat umum seperti ini, ataupun saat berada di sekitar keluarganya.

Setelah pembicaraan mereka di ruangan pribadi Flauza, waktu tidak terasa telah berputar menunjukkan jam makan siang.

Dan dengan tidak tahu malunya, suara perutnya memanggil dengan kuat membuat sosok pria bermata kecokelatan itu, kembali tertawa saat mendengarkannya.

Atau lebih tepat menertawakannya.

Tentu saja itu membuatnya malu setengah mati.

Namun dia tidak bisa berkata apa-apa kepada pria yang sekarang ini mungkin sudah menjadi atasannya.

Atau tidak?

Dia tidak tahu pasti dengan semua yang begitu cepat terjadi.

Sedangkan otak dan hatinya masih saja dalam memproses hal aneh yang terjadi dalam hidupnya.

“What’s wrong?” tanya pria yang berdiri di sampingnya dengan tegap. Dan membuatnya kembali tersadar dari semua pemikiran-pemikiran anehnya.

“ah.... No.-nothing....” balas sang gadis, dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dan segera memfokuskan kembali dirinya. Mengabaikan tatapan bertanya dari sosok pria itu, tanpa memberikan penjelasan yang lebih kepada Flauza.

Dan beruntungnya Flauza juga tidak berusaha menekan dirinya.

Cukup lama dirinya terus mengikuti langkah pria itu, setelah keluar dari ruangan pribadi milik pria itu, mereka berdua masuk pada lift dan dia melihat Flauza menekan tombol dua pada lift itu.

Dia tidak banyak bertanya, maupun tidak banyak bergerak saat berada di sisi pria itu.

Sosok pria yang jauh lebih tinggi darinya dengan tubuhnya yang juga luar biasa besar namun maskulin itu, sungguh membuatnya merasa kecil. Dan dia tahu pasti, untuk ukuran orang-orang di sekitarnya dia bukanlah orang yang terlalu pendek.

Tapi kini dia merasa menjadi salah satunya.

Saat hembusan hangat menerpa wajahnya, yang terasa begitu berbeda dari udara pada dalam gedung mewah itu, kini dia tersadar jika dia telah berada di luar bangunan ini. Lebih tepatnya pada lobi utama lantai dua.

Ah... makan siang...

Mereka akan melakukan makan siang bersama, setelah Flauza mendengar suara perutnya yang memprotes meminta makanan.

Tapi...

Tapi dia tidak membawa banyak uang hari ini!

Apa yang harus dia lakukan!

Tanpa sadar gadis itu mengedipkan matanya beberapa, berusaha menarik dirinya kembali ke dunia nyata. Dengan mobil bewarna merah tua, yang dia yakin itu masih begitu mirip dengan mobil tadi pagi yang dia naikkin.

Sejenis dengan Roll- Royce, namun dia tidak terlalu ingat lengkapnya.

Mungkin karena nama-nama yang terlalu sulit di ingat?

Seperti La-la, sesuatu dari kata La!

Flauza yang melihat sang gadis kembali tenggelam dalam pemikirannya sendiri itu tidak bisa menutupi senyumannya, merasa lucu melihat sosok gadis berambut hitam gelap itu berdiri mematung di sampingnya dengan kemeja biru raven sedikit kebesaran untuknya, dan mata hitamnya menatap tajam kepada mobil yang telah Tobito parkirkan di hadapan mereka.

“Miss Revander...” panggilannya selembut mungkin lagi. Dan dengan cepat pula sang gadis menolehkan tatapan mata hitam indahnya kepada sosok pria yang jauh lebih tinggi berdiri di sampingnya.

“Come.... I'll take you to one of the places, to enjoy lunch together...”lanjut Flauza berjalan sembari memberikan gestur untuk gadis itu masuk ke dalam mobil merah maroon itu.

“Ah... ya-ya.... Thank you Mister Flauza...” dan dengan langkah sedikit tertatih pula dia memasuki mobil itu dari pintu mobil yang telah dibukakan, meletakan tas yang selalu berada di genggamannya itu pada pangkuannya.

Sedangkan dari dalam Flauza sendiri berjalan memutar untuk sampai ke sisi lain mobil ini, sebelum masuk dan duduk di kursi pengemudi, dan pintu itu di tutupi oleh Tobito yang kini berdiri di samping lebih jauh dari mobil itu.

Kembali membungkukkan sedikit tubuhnya dengan salah satu tangannya terlipat pada dada. Dan Revander tahu itu adalah gestur orang-orang di sini untuk memberikan hormatnya kepada pria yang kini berada di sampingnya.

Apa dia harus melakukan gestur seperti itu juga?

Entahlah dia tidak tahu!

Bahkan dia tidak tahu siapa, dan apa yang sebenarnya keberadaan dirinya ada di sini.

Flauza menjalankan mobil itu dengan mulus, dengan kecepatan tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Berjalan menuju gerbang utama dari gedung pencakar langit ini, sebelum mobil ini menyatu pada ramainya jalan raya siang hari itu.

Perlahan namun pasti sang gadis menyenderkan tubuhnya pada kursi penumpang, dengan mata yang kembali melihat-lihat suasana ramai jalanan, dengan bangunan-bangunan yang tidak lebih tinggi dari pada bangunan yang mereka tinggalkan beberapa menit yang lalu.

Tapi dia tahu, jika di sisi seberang sana ada sebuah sekolah swasta berwarna kuning pucat tidak jauh dari perempatan yang memiliki lampu merah dengan arah kendaraan yang hanya bisa berjalan lurus atau berbelok ke arah kanan. Dan beberapa kendaraan umun yang kini berhenti di depan mereka memiliki warna biru muda dengan garis-garis putih dan nomor seratus tiga puluh tiga.

Itu adalah kendaraan yang akan melewati rute yang sama dengan jalannya pulang dari wilayah ini.

Tanpa sadar dia menggerakkan kepalanya lagi, untuk melihat-lihat sekelilingnya lebih jauh. Dengan mobil yang mereka kendarai kini juga telah kembali bergerak.

“Do you have anything you would like to enjoy for lunch this time, Miss Revander?” tanya Flauza membuka pembicaraan mereka. Hal itu membuat sang gadis cukup terkejut, mengetahui jika pria itu menanyakan keinginannya, untuk sesuatu hal yang sebenarnya adalah keinginan pria itu sendiri membawanya menikmati makan siang bersama.

Dia mengira dia hanya akan bisa menerima kemana pun dirinya di bawa oleh pria itu.

“hmm....” dia bergumam sejenak. “I don't know if it will suit your tastes Mr. Flauza, but I like something with seafood, and chicken or meat and it has a spicy taste..” jawabnya seadanya.

“Ah... okay... we'll go to the restaurant that may be have the menu you like...” Flauza mengarakah lurus mobil itu sehingga mereka sampai pada perempatan lampu merah lainnya, dengan kali ini memberikan opsi arah lurus ke depan, berbelok kiri ataupun kanan.

Dan pria itu menyalakan lampu sen kirinya, menandakan mereka akan berbelok kiri dari persimpangan ini.

Ke jalan saringgah?

Dia tidak terlalu tahu wilayah ini.

Tapi jika tidak salah ini adalah tempat kuliner yang cukup mewah dan terkenal di barisan kiri wilayah ini, itu memerlukan waktu sekitar sepuluh menit dari gedung tempat mereka keluar tadi. jaid bisa di bilang jaraknya tidak terlalu jauh.

Dia merasakan tubuhnya sedikit menegang, dengan jantung yang semakin berdegup cepat dan cepat.

“You seem to already know a few things here, Mr. Flauza...”gumam Revander pelan. Namun pria itu hanya tertawa kecil mendengar nada suara sang gadis dengan pandangan yang masih terfokus pada jalan raya.

“I've been here for about two months, and it's not hard to remember the intricacies of the same road we always go through in two months...”

Tidak lama mobil itu kembali berbelok kiri, memasuki area parkir dari salah satu restoran yang sangat mewah disana.

Sang gadis yang melihat di mana mereka sekarang sempat terpaku dalam duduknya, dengan rasa degup jantungnya yang semakin meningkat tidak beraturan.

Ini....

Bukankah ini tempat yang sangat.... mahal?

Er.... apa kita akan benar-benar makan di sini?

Tentu saja!

Tapi.... tapi....

Kamu tenanglah.... dia tidak mungkin meminta dirimu yang melakukan pembayaran makananmu sendiri!

Seperti kamu bisa menebak dia saja!

Apa kamu pikir orang seperti dia akan merendahkan dirinya dengan membuatmu malu!

Dengan membawaku ke tempat seperti ini saja sudah membuat dia malu... tahu!

“Miss Revander....? We here...” untuk ke sekian kalinya pria itu berusaha memanggil dirinya yang lagi tenggelam dalam pemikirannya. Dengan pria itu telah membukakan pintu penumpang di sisi lain mobilnya, dengan senyuman yang tampak tidak luntur dari wajah tampan itu pula.

Tuhan!!!!

Mau sampai kapan dia melakukan hal seperti itu di depan pria yang kemungkinan sudah menjadi atasannya ini!

“Ah ya...” dia pun keluar dari mobil itu, sedikit merapikan baju kemejanya, dan tangan yang lain masih menggenggam tas miliknya.

Flauza terlihat sedikit menunggu sang gadis itu berjalan melewatinya sebelum menutup pintu mobil serta menguncinya, dan kembali berjalan di samping gadis itu. memasuki restoran itu.

Beberapa pelayan, berpakaian kuning dan hitam segera menyambut mereka dengan rama-tamah sebelum salah satu mereka menanyakan jenis tempat duduk yang mereka ingin miliki.

Revander sedikit melirik ke arah Flauza, namun Flauza malah menatapnya dengan terang-terangan sambil tersenyum.

Apa yang dia ingin lakukan?

“What if,  you were the one who choose the table for us?” ucap Flauza lembut namun memiliki rasa seperti perintah yang tidak bisa di bantah.

Ah...

Dia semakin panik, kedua pundaknya terangkat terkejut mendengar itu. bahkan dia yakin jika dia sedikit melompat dair tempatnya saat mendengar perkataan Flauza itu.

Tenanglah-tenanglah-tenanglah...

Dengan kesadaran penuh dia hanya menghela nafas panjang, dan mengalihkan pandangannya ke sekitar restoran tersebut mencari-cari tempat yang nyaman untuk mereka berdua.

Dan dia menemukannya!

Salah satu tangannya terangkat, menunjukkan pada meja berukuran sedang kosong yang terletak di depan, dengan pemandangan mobil yang terparkir di depan restoran dan juga jalan raya.

“hmm.... An interesting selection Miss Revander...” gumam Flauza.

“I guess that's the place to enjoy lunch for the time being, Mr. Flauza... Besides, it's closer, don't you also have a short schedule to enjoy lunch today?" kini mereka berdua berjalan menuju meja itu di susul oleh pelayan yang mengikuti mereka di belakang. “You have another important meeting this afternoon, have you?” tutup Revander sembari membaca-baca menu makanan yang di berikan pelayan itu.

Dan lagi Flauza hanya tertawa mendengar perkataan dari sang gadis.

“Ya... I do have one important meeting, but did you really think it will the ending?” katan pria itu dengan senyum yang tidak berubah "you don't have to worrying about thing like that Miss Revander. You just need relax and i will take care anything, everything."

Tampaknya tidak.

“I would like to order a tomahawk, a medium rare with mashed potatoes and truffle sauce, and give me some zero proof paloma, and for dessret two chocolate ice cream...” Revander yang mendengar semua pesanan pria yang kini tengah duduk berhadapannya itu hanya mengedipkan matanya beberapa kali, dengan cepat melihat-lihat harga dari setiap menu yang pria itu ucapkan.

Dan itu….

Sungguh sangat mahal!

Seperti sangat-sangat mahal….!

Dengan pelayan yang dengan cekatan menulis setiap pesanan Flauza, kini giliran dirinyalah yang harus memeasan.

Tapi....

Semua di dalam menu ini berbahasa inggris, dengan angka nominal yang begitu besar!

Uhhh....

“What do you want, Miss Revander? “ panggil Flauza dengan lembut. “Don't worry, I'm sure this place has food you like, just like you wanted...”

“emmm... I want black paper butter chicken with potato mash, and orange juice..."

Pelayan itu kembali menulis saat mendengar pesanannya. “and for dessert?"

Sekilas dia melihat kearah Flauza yang masih saja menatap kepadanya itu.

Membuat dirinya semakin merasa berdebar, dan juga panik.

Uhh...

“J-just chocolate pudding...” gumamnya pelan, menahan gugup dan malu yang tidak bisa terkendali pada dirinya.

Flauza kembali tertawa kecil.

“Baiklah... mohon untuk menunggu sebentar Tuan dan Nona...” ucap pelayan itu, sebelum pergi dari meja mereka.

Dan meninggalkan mereka berdua, yang masih dalam keadaan diam dengan dimana Flauza masih memandang ke arah sang gadis dengan senyumannya.

Sedangkan dia, hanya memandang ke arah jalan raya yang berada di seberang dari parkir mobil-mobil mewah yang berada di sekitar restoran ini.

Dia tidak tahu harus, berkata apa...

Dia sungguh tidak tahu harus berkata apa...

“You really still feel scared of me, Miss Revander?...” kalimat itu berhasil membuat dia menolehkan pandangannya kepada sang pria itu. “or you have other thoughts about me that still make you feel scared?”

Gadis itu menghela nafas panjang.

Apa yang harus dia katakan kepada pria ini?

“I won't deny that Mr. Flauza, even to this day I feel confused as to why you and I did.... doing all of this...”

Flauza menaikkan salah satu alisnya menatap sang gadis sedikit bingung, namun dia masih menunggu Revander untuk melanjutkan perkataannya.

Dia terdiam sejenak, kedua tatapan mereka bertemu di sana.

Kedua iris mata mereka yang begitu kontras, saling berusaha membalas.

"Don't you like this place Miss Revander?" sang gadis menggelengkan kepalanya pelan. “so...?”

“This is about what I offered you a while ago?"

Dan kali ini dia menganggukkan kepalanya.

Tapi membuat sang pria itu kembali tersenyum begitu lebar.

“I suppose, this is a good thing for you Miss Revander, you are in need of a job, and I am giving you something you need... Isn't that a good thing?”lanjut Flauza dengan suara lembut, namun penuh otoritas dengan salah satu tangannya menjulur ke atas meja menyentuh pelan salah satu tangan miliknya yang juga ada di atas meja itu.

Dia melihat semua tidakkan gestur perlahan pria itu dalam diam, dan tidak mengatakan apa pun, namun juga tidak menghindarinya.

Lebih tepatnya takut untuk menghindarinya.

Takut untuk membuat sesuatu yang buruk tiba-tiba saja terjadi di antara mereka.

Walaupun pria itu berbicara dengan hangat dan masih tetap tersenyum kepadanya.

“Does that mean you're my boss now?" ucap Revander pelan.

“You don’t have to...” saat dia ingin menanyakan maksudnya, beberapa pelayan itu datang membawa menu-menu makan siang mereka. Membuat percakapan keduanya terhenti di tengah jalan.

Dan sekilas, dia dapat melihat senyuman lebar milik Flauza itu menghilang di gantikan dengan wajah dingin dan sudut bibir yang menjadi lurus.

Mantap tajam pada orang-orang berseragam kuning itu, dengan tajam dan tidak berbicara apapun.

Ah.. itu dia...

.

.

.

Sesosok yang tidak terbantahkan, dan tidak ingin terbantahkan...

Seorang yang tidak suka, di abaikan dan menjadi terabaikan....

.

.

.

“Selamat menikmati hidangannya Tuan dan Nona...” ucap salah satu pelayan itu saat mereka selesai dengan pekerjaan mereka. Dan Flauza kembali menatap ke arah dirinya.

Jantungnya berdegup kencang melihat hal itu.

Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa dengan apa yang telah dia lihat.

Apa yang harus dia lakukan...

Apa yang harus dia lakukan...

“Let's enjoy this lunch Miss Revander...” dan dia hanya bisa mengikuti apa pun hal yang ada di depannya sekarang ini.

Tenanglah-tenanglah-tenanglah....

.

.

.

Setelah dua jam menikmat waktu makan siang, dia dan pria itu akhirnya kembali pada gedung pencakar langit ini. Memberhentikan mobil merah maron itu tepat di lobi depan yang tampak telah di tunggu oleh beberapa orang di sana, salah satunya Tobito, Elena dan dua pria lain yang tidak dia kenal.

Dengan cekatan orang-orang itu membukakan pintu mobil itu, membiarkan dirinya dan Flauza keluar.

Benar-benar terasa seperti bangsawan...

Dan aku yakin dia bukan hanya sekedar seorang kaya...

“Mister Flauza...” panggil Tobito mendekat kearah pria berambut kecokelatan itu. “In the next hour, it will be your meeting with government officials and directors to discuss new projects and permits from the state." Ucap Tobito dengan formal. “We have provided some important points that may be discussed with the government, several directors have also made an outline of the laws that apply to this region, as well as the sources of production and human resources that will be needed.”

Dengan tenang Flauza memberikan kunci mobil miliknya itu kepada Tobito, dengan tetap mendengar setiap penjelasan sang pria pirang, masih tidak memberikan tanggapan apapun.

Tapi, sedetik kemudian pria itu langsung mencari dia yang masih berdiri diam, cukup jauh dari pria itu, dengan mobil merah itu menjadi sedikit penghalang mereka.

Ada apa?

“Are you tired Miss Revander? If so, then rest in my room for the next hours.”Ucap Flauza dengan senyuman itu.

Dan ucapan itu berhasil membuat orang-orang di sana, menjadi tegang dan kaku. Walaupun mereka berusaha menutupinya dengan wajah yang tetap profesional di hadapan orang yang paling berkuasa di sini.

Ah....

Ini sungguh menjadikan semua tidak nyaman.

Flauza sedikit melihat-lihat kepada orang-orang itu sebelum dia berhenti dan menunjukkan kepada satu-satunya wanita lain yang ada di sana.

“Take her to my room, and give her some snack and drink.” ucapnya tenang dan seperti tak terbantahkan.

“Yes, sir...”

Hanya ucapan itu pula, berhasil membuat Elena, mengangguk dan menunduk tegang, serta langsung melakukan apa pun perintah sang Tuan Flauza itu.

Dan lagi, hal itu berhasil membuat, jantung dirinya berdegup kencang, bahkan dia dapat merasakan bulu kudunya sedikit berdiri.

Dia tidak pernah mendapatkan perintah, yang seperti titah seperti itu.

Dan dia berharap dia tidak akan pernah mendapatkan kejadian seperti ini dari pria berambut kecokelatan itu.

Uuhhh....

Elena dengan segera melakukan tugasnya, bahkan tanpa menunggu Flauza berkata apapun lagi.

“Mari Nona Revander, saya antarkan Anda ke ruangan pribadi Tuan Evangrandene.” Ucapnya sebisa mungkin tersenyum dengan wajah tegangnya itu.

“Go, take some rest Miss Revander.” Revander hanya mengangguk pelan dan mengikuti Elena dalam diam. Sedangkan Flauza kembali berfokus pada Tobito yang kembali berbicara tentang pekerjaan mereka.

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!