PCC. 2 .

Mengetahui kondisi keuangan sang kakak yang tidak baik, secara diam-diam. Arsen mengambil kerja sampingan untuk meringankan beban yang kakaknya ambil selama ini, dengan kondisi sakit seperti itu ia terus berusaha.

Sedangkan Fio, ia masih termenung duduk di taman tersebut.

"Hasil dari jualan makanan, tidak bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Tabungan pun sudah mulai menipis. Apa aku harus mencari kerja tambahan?" Gimana Dio dengan helaan nafas yang terdengar cukup berat.

Dalan keadaan pikiran yang cukup banyak, Fio memutuskan untuk pulang. Rumah yang sangat sederhana itu, merupakan harta satu-satunya yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.

"Kakak pulang." Fio merebahkan tubuhnya sejenak, pada kursi usang yang berada di ruang tamu rumah tersebut.

"Kakak darimana saja? Tumben, pulang terlambat." Arsen menghampiri dimana Fio merebahkan dirinya.

"Tadi mampir sebentar ke taman, kamu sudah makan?" Fio hampir melupakan keadaan sang adik.

"Sudah, kakak juga makanlah sebelum istirahat." Arsen beranjak menuju kamarnya.

"Obatnya jangan lupa, Arsen." Ucap Fio.

"Iya." Arsen sudah menghilang di balik pintu kamarnya.

Tanpa Fio ketahui, jika obat yang harus Arsen minum itu telah habis. Setiap kali ditanya, Arsen akan menjawab obat tersebut masih ada. Untuk mendapatkan obat itu, membutuhkan uang yang tidak sedikit.

"Kenapa, dada ini semakin terasa menyakitkan?" Tangan itu meremas dada yang terasa sakit, perlahan Arsen mengusapnya dengan tujuan agar rasa sakit itu mereda.

Kedua mata itu menatap botol kecil yang sudah tidak ada isinya, Arsen tidak ingin membuat Fio semakin tertekan untuk mencari biaya atas penyakitnya itu. Dalam beberapa pekan setelah obat itu habis, kini. Rasa sakit itu semakin kuat terasa, bahkan ia harus bersembunyi untuk menutupi semuanya.

"Jangan terus merepotkan kak Fio, Arsen. Seharusnya, kamu yang bertanggung jawab untuk menghidupi Kakaku. Bukan malah sebaliknya, merepotkan sekali." Ucap Arsen dengan lirih.

Ke esokan harinya, bertepatan dengan akhir pekan. Bibi Rosi, adik dari mendiang ibu Fio yang telah merawat mereka selama ini. Mengatakan, jika ditempat ia bekerja sedang membutuhkan seseorang untuk merawat putranya. Hal itu, ia ceritakan pada keponakannya Fio.

"Pekerjaannya hanya menjadi pengasuh serta membantu menyiapkan semua kebutuhan dari anaknya nyonya, di tempat bibi bekerja. Kamu tenang saja, gajinya sangat cukup untuk kebutuhan kamu dan Arsen. Malahan, kamu bisa menabung nak." Jelas Rosi pada Fio.

"Pengasuh? Apakah bisa dengan latar pendidikan yang aku punya, bisa kerja disana bi?" Tanya Dio, karena ia takut jika bekerja di tempat orang kaya membutuhkan latar belakang pendidikan yang baik.

"Mereka adalah keluarga yang tidak memandang seseorang dari sisi pendidikan, Fio. Bukti kinerja kita yang mereka lihat, bagaimana?" Rosi menatap Fio, ia berharap jika Fio mau menerima pekerjaan tersebut.

Bukan tanpa sebab, Rosi mengajak Fio untuk bekerja disana. Wanita itu (Fio) sangat pekerja keras, sejak awal setelah kepergian kedua orangtuanya. Rosi menghidupi kedua keponakannya tersebut, seiring waktu berjalan. Fio bersikeras untuk membantunya mencari uang, apalagi dengan keadaan Arsen yang memang membutuhkan pengobatan.

Anggukan kepala dari Fio, membuat Rosi tersenyum.

Pada hari yang disepakati, dengan bermodalkan selembar kertas yang berisikan alamat dari sang bibi. Fio melajukan langkah kakinya untuk berangkat, setibanya di alamat tersebut. Betapa sorot mata itu menunjukkan rasa kekaguman yang teramat besar, pada sebuah bangunan mewah yang kini berada dihadapannya.

"Ya!" Kaget Fio, saat pintu gerbang besar itu terbuka dengan sendirinya.

Lalu terlihatlah, seorang penjaga yang datang menghampiri dimana Fio berada.

"Nona, Fiorella?" Ujar pria yang merupakan penjaga disana.

"I iya pak, saya Fio." Jawab wanita itu karena kaget.

"Silahkan masuk, tadi Rosi memberitahukan mengenai kedatangan nona sama saya. Mari, saya antar." Dengan sopan, penjaga itu menghantarkan Fio untuk bertemu dengan bibinya.

Keduanya menuju bangunan besar itu dengan menggunakan kendaraan kecil, yang seringkali digunakan oleh para olahragawan gold. Hal tersebut semakin membuat Fio kagum, karena kendaraan itu hanya bisa ia lihat di sosial media saja.

"Terima kasih pak, sudah diantar." Ucap Fio.

"Sama-sama, nona." Setelah mengatakan hal itu, penjaga tersebut kembali pada pekerjaannya semula.

"Nggak nyasar kan, Fio?" Rosi menyambut keponakannya itu.

"Eh bibi, nggak bi."

"Syukurlah kalau begitu, ayo masuk. Bibi akan langsung mengantarmu untuk bertemu dengan nyonya, karena itu sangat penting." Rosi menggenggam tangan Fio, lalu mereka berjalan menuju salah satu ruangan di bangunan mewah tersebut.

"Bibi, rumahnya rapi sekali. Apa, anak dari majikan bibi itu tidak nakal? Atau..."

"Sstthh, nanti kamu akan tahu sendiri." Rosi menahan tawanya, karena pertanyaan Fio membuatnya lupa jika yang akan di asuh oleh keponakannya itu bukanlah anak kecil.

"Nyonya." Sapa nya dengan penuh hormat kepada Angelina, yang saat itu sedang berada diruang keluarga.

"Iya, ada apa?" Rosi mengalihkan tatapannya.

"Ini nyonya, keponakan saya yang mau bekerja menjadi pengasuh tuan muda." Jelas Rosi .

Angelina segera membalikkan tubuhnya untuk melihat ke arah suara tersebut, pandangan itu langsung tertuju pada seorang wanita yang sangat berbeda. Lalu, Angelina mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Nyonya, ini keponakan saya yang saya katakan waktu itu. Namanya Fiorella, kami dirumah memangilnya Fio." Rosi memperkenalkan Fio kepada majikannya.

"Fio?" Ucap Angelina dan menatap ke arahnya.

"Iya nyonya, saya Fio." Walaupun gugup, Fio berusaha menetralkan perasaannya.

"Kamu sudah tahu mengenai pekerjaan yang dibutuhkan saat ini?" Tanya Angelina dengan cukup serius.

"Sudah nyonya, bibi Rosi sudah mengatakannya kepada saya." Fio menyakinkan akan ucapannya, namun sebenarnya ia tidak tahu fakta dibalik siapa yang akan di asuhnya.

"Baguslah, kalau begitu. Ayo, saya akan tunjukkan tempat kamu bekerja dan orang yang akan kamu rawat. Kamu diterima dan mulai bekerja hari ini, Rosi. Kamu bisa lanjutkan pekerjaan, ayo Fio." Senyuman di wajah wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu.

Rosi kembali melanjutkan pekerjaannya, sedangkan Fio. Dirinya bersama dengan Angelina, berjalan menuju kamar dimana putranya berasa.

Selama perjalanan itu, Fio hanya bisa mengucapkan rasa kagumnya dengan setiap benda-benda yang berada di tempat tersebut. Terkesan mewah, antik dan juga elegan. Rasa kagum itu tidak henti-hentinya Fio rasakan.

"Berapa umurmu, Fio?" Angelina menghiasi perjalanan mereka dengan pertanyaan.

"Hmm, dua puluh dua tahun nyonya." Singkat Fio.

"Wajar saja, wajah kamu sangat lembut dan juga imut. Selain cantik, ternyata kamu masih sangat muda." Ada perasaan senang yang Angelina rasakan, entah apa itu.

"Terima kasih, nyonya."

Mereka terus berjalan, hingga kini. Keduanya berhenti pada salah satu pintu yang berada di lantai dua bangunan mewah tersebut.

Akan tetapi, belum saja pintu kamar itu terbuka. Terdengar suara-suara yang cukup keras dari dalam kamar tersebut, seperti suara benturan dari benda-benda hingga suara pecahan benda yang terbuat dari kaca.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!