Dion (2)

Dion (2)

Prolog

Suara gadis kecil dan gedoran pada pintu kamar membuat Dion membuka mata dan menatap pada jam di dinding kamarnya. “Masih jam 11. Kenapa waktu bergerak lambat hari ini?” pikir Dion lalu kembali memeluk bantalnya, coba tidur lagi.

“Om Dion! Om Dion, Bangun!”

“Iya, Om Dion akan keluar. Sebentar, Yen!” sahut Dion setelah mendengar panggilan kedua dari Yenni, putri tunggal induk semang yang masih TK. Gadis itu sangat menyukai Dion karena selalu diajak bermain sepulang sekolah hingga jam makan siang.

Dion kini sudah mengontrak kamar di rumah sepasang suami istri yang berjarak tak jauh dari kontrakan lamanya. 

Si kembar Oscar dan Tian berhasil lulus UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan melanjutkan pendidikan di Jawa Tengah membuat Dion menjadi satu-satunya penghuni tersisa.

Dion tak memperpanjang kontrak rumah lamanya karena ingin menghemat pengeluaran apalagi ia sudah kembali ke bangku kuliah.

Tetangga pemilik warung memperkenalkan Dion pada pasangan muda, Adian dan Marini. Tak butuh banyak pertimbangan ketika kedua pasangan itu menawarkan kamar berukuran 3x3 meter pada Dion.

Mulanya Dion sempat khawatir karena sebagian orang tidak nyaman dengan perbedaan agama. Tapi Marini dan Adian menertawakan kekhawatiran Dion. Sambil memiringkan kepala, Adian hanya menjawab sambil berkelakar, "Asalkan bukan orang tak beragama saja. Itu melanggar konstitusi dan ilegal di negara kita.”

Dion juga memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang D3 atas dorongan Wina yang ingin pemuda itu menyibukkan diri.

“Dion tak boleh punya waktu untuk berleha-leha lalu melirik wanita lain,” begitu kata Wina kala itu.

Dion melewati hari-harinya dengan semangat. Apalagi ia—yang memang menggandrungi bahasa pemrograman, ingin meningkatkan kemampuan adaptasinya pada penggunaan sintaks berbeda antar bahasa.

Dion langsung jatuh hati pada ‘Java’ dan ‘C++’ dan mulai meninggalkan ‘Pascal’ yang bertele-tele dan tidak berorientasi objek. Belakangan hari, Dion sangat mensyukuri keputusannya karena kedua bahasa itu mempunyai andil besar dalam membangun fondasi hidupnya.

Kehidupan sosialnya tak banyak berubah. Andi dan Hendrik masih merupakan teman terdekat. Ia hanya ketambahan beberapa teman dari kampus baru.

Ia juga tetap mengunjungi Oppung Duma, nenek Wina, secara rutin untuk mengantarkan madu hutan. Dion memang sangat menyukai obrolan dengan wanita tua itu yang selalu antusias membagikan kisah tentang kehidupan orang-orang di masa lalu, terutama poskolonialisme.

Jarak yang tercipta akibat perpindahan Wina ke Jakarta membuat keduanya hanya bisa berkomunikasi lewat telepon, surat konvensional dan elektronik. 

Bulan-bulan pertama, komunikasi mereka cukup intens. Selain bertelepon secara rutin, Wina dan Dion juga saling bertulis surat elektronik dan konvensional, menceritakan hal-hal yang tidak sempat dibicarakan lewat telepon. Maklum, biaya sambungan langsung jarak jauh—atau lebih sering disebut interlokal, cukup mahal.

Belakangan, berkirim surat secara konvensional menjadi favorit mereka. Ada sensasi tersendiri ketika membaca tulisan tangan dan mencurahkan isi hati melalui goresan tinta. Dion kemudian mengerti mengapa korespondensi selalu jadi bagian penting dari karya-karya sastra dekade sebelumnya.

Dion yang semula kelabakan memilih kata-kata yang akan dituliskan pada surat, mulai menemukan ritmenya sendiri. Ia iri pada Wina yang mampu menyusun kata-kata mengalir tanpa ragu. Wina yang straightforward dan spontan membuat suratnya selalu terdiri dari belasan halaman.

Namun, bulan-bulan terakhir, kesibukan memangkas kebiasaan itu. Telepon tak lagi sesering dulu, surat pun semakin jarang tiba. Dion menahan diri, menepis keinginan untuk mendengar suara Wina lebih sering. Ia tahu, kekasihnya butuh fokus penuh untuk menyelesaikan tugas akhir. 

Meski rindu kerap menyelinap tanpa permisi, ia memilih mengalah.

Episodes
1 Prolog
2 “Hariku Sudah Cukup Berat”
3 “Seperti Anjing Menjilati Luka Sendiri”
4 Tak mungkin bisa lebih Rendah lagi
5 Obat Penghilang Rasa Sakit Hati
6 Antara Mimpi dan Realitas
7 Cahaya di Ujung Lorong Gelap
8 Menembus Tembok Putih
9 Sehari di Selatan Jakarta
10 Petinju itu Petarung dan Kesatria
11 Yuna Serenauli
12 Wisuda
13 Bukan Kacamata Kuda
14 Meyleen
15 Bukan Upah pun
16 ‘My Hot Roommate’
17 Gosip Konspirasi
18 Terpaksa dengan Sukarela
19 Tenung Kepala Anjing
20 Dua Sisi Mata Uang
21 Berbagi Kisah
22 Keliling-keliling
23 Menemui Wanita-wanita Cantik
24 Gelimang Wanita Cantik
25 Seperempat Maraton
26 Harinya Dion
27 Kongko-kongko
28 Rock n’ Roll
29 Guna-guna Yuna
30 Cinta Ditolak, Dukun Gagal Bertindak
31 Terlalu Tua jadi Seorang Nenek
32 Properti Impian
33 Bubur Manado
34 Menemukan Kamar Baru
35 Andi Tinggalkan Medan
36 Hampir jadi Cucu Menantu
37 Sepupu yang Tidak Bisa Diatur
38 Oppung Jatuh Sakit
39 Like Mother, Like Daughter!
40 Selamat Jalan, Oppung!
41 Antara Cinta dan Bakti
42 Harga Harta
43 Misi Sehari di Medan
44 Video Kenangan
45 Harta Bawaan
46 Doppelgänger
47 Vania
48 Melati Aisyah Nayra
49 Memberi lebih Baik daripada Menerima
50 Anak Desa Jalan-Jalan ke Kota
51 Saling Merahasiakan
52 Start Awal Kampanye
53 Pembicaraan Dua Pria
54 Maaf yang Belum Terucap
55 “Pemuda Bodoh!”
56 Sejam di Dunia Lain
57 Benang Merah
58 “Lu Wu Ca Bo Peng You Boh?”
59 Mimpi Buruk
60 ‘Boru ni Raja’
61 ‘Aku yang akan Menunggu’
62 ‘Immoral Pragmatism’
63 Posisi Tawar
64 ‘Safe House’
65 Semua Urusan Mesti Uang Tunai
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Prolog
2
“Hariku Sudah Cukup Berat”
3
“Seperti Anjing Menjilati Luka Sendiri”
4
Tak mungkin bisa lebih Rendah lagi
5
Obat Penghilang Rasa Sakit Hati
6
Antara Mimpi dan Realitas
7
Cahaya di Ujung Lorong Gelap
8
Menembus Tembok Putih
9
Sehari di Selatan Jakarta
10
Petinju itu Petarung dan Kesatria
11
Yuna Serenauli
12
Wisuda
13
Bukan Kacamata Kuda
14
Meyleen
15
Bukan Upah pun
16
‘My Hot Roommate’
17
Gosip Konspirasi
18
Terpaksa dengan Sukarela
19
Tenung Kepala Anjing
20
Dua Sisi Mata Uang
21
Berbagi Kisah
22
Keliling-keliling
23
Menemui Wanita-wanita Cantik
24
Gelimang Wanita Cantik
25
Seperempat Maraton
26
Harinya Dion
27
Kongko-kongko
28
Rock n’ Roll
29
Guna-guna Yuna
30
Cinta Ditolak, Dukun Gagal Bertindak
31
Terlalu Tua jadi Seorang Nenek
32
Properti Impian
33
Bubur Manado
34
Menemukan Kamar Baru
35
Andi Tinggalkan Medan
36
Hampir jadi Cucu Menantu
37
Sepupu yang Tidak Bisa Diatur
38
Oppung Jatuh Sakit
39
Like Mother, Like Daughter!
40
Selamat Jalan, Oppung!
41
Antara Cinta dan Bakti
42
Harga Harta
43
Misi Sehari di Medan
44
Video Kenangan
45
Harta Bawaan
46
Doppelgänger
47
Vania
48
Melati Aisyah Nayra
49
Memberi lebih Baik daripada Menerima
50
Anak Desa Jalan-Jalan ke Kota
51
Saling Merahasiakan
52
Start Awal Kampanye
53
Pembicaraan Dua Pria
54
Maaf yang Belum Terucap
55
“Pemuda Bodoh!”
56
Sejam di Dunia Lain
57
Benang Merah
58
“Lu Wu Ca Bo Peng You Boh?”
59
Mimpi Buruk
60
‘Boru ni Raja’
61
‘Aku yang akan Menunggu’
62
‘Immoral Pragmatism’
63
Posisi Tawar
64
‘Safe House’
65
Semua Urusan Mesti Uang Tunai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!