Matahari terbenam di balik pegunungan, menumpahkan cahaya keemasan terakhirnya di atas ibukota Kerajaan Luo. Gerbang timur yang sebelumnya menjadi medan pertempuran berdarah kini telah dibersihkan. Mayat-mayat iblis dikumpulkan dan dibakar di luar kota, asap hitamnya membubung tinggi ke langit senja sebagai tanda akhir bagi makhluk-makhluk kegelapan itu.
Di alun-alun utama istana, rakyat berkumpul dengan wajah-wajah berseri. Lilin-lilin dan lentera merah menyala di sepanjang jalan, menari-nari ditiup angin malam yang sejuk. Bau daging panggang dan arak manis memenuhi udara, bercampur dengan aroma bunga yang ditaburkan di jalan-jalan untuk menyambut kemenangan.
Luo Yunshang berdiri di balkon istana, memandang kerumunan rakyatnya di bawah. Tangannya menggenggam erat piala arak, tapi pikirannya jauh melayang.
"Yang Mulia," seorang menteri tua mendekat, membungkuk hormat. "Upacara pemakaman untuk para pahlawan yang gugur telah selesai. Keluarga mereka telah menerima santunan sesuai perintah Yang Mulia."
Luo Yunshang mengangguk pelan. "Pastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan terbaik di akademi kerajaan. Itu hutang kita pada pengorbanan mereka."
Di bawah, sorak-sorai rakyat semakin menjadi ketika sekelompok prajurit yang selamat muncul dengan seragam kebanggaan mereka. Beberapa masih terlihat luka-luka, tapi senyum mereka cerah.
"Lihat! Itu Kapten Li yang mempertahankan gerbang!"
"Pahlawan kita!"
Seorang penyanyi jalanan mulai melantunkan balada tentang keberanian pasukan Luo. Anak-anak kecil menirukan gerakan-gerakan pedang, tertawa riang sambil berlarian di antara kerumunan. Perempuan-perempuan tua menitikkan air mata, mengingat anak atau cucu mereka yang ikut bertempur.
Tapi di tengah kemeriahan ini, Luo Yunshang tetap merasa ada yang mengganjal.
Dia memalingkan wajah ke arah barat, ke arah jalan menuju Kekaisaran Han.
"Yang Mulia masih memikirkan serangan misterius itu?" bisik Jendral Bai, tangan kanannya yang buntung dibalut perban.
Luo Yunshang menghela nafas. "Jika benar itu utusan Kekaisaran Han, kenapa tidak menghadap? Kenapa tidak menunjukkan diri?"
***
Fajar baru saja menyingsing di Kerajaan Luo ketika Luo Yunshang masih duduk di paviliun taman istana, matanya menatap cangkir teh yang sudah dingin. Pikirannya terus berputar pada kejadian kemarin—serangan misterius yang melenyapkan Naga Darah dalam sekejap.
"Suamiku," suara lembut memecah kesunyian.
Han Qingyi, sang ratu, mendekat dengan langkah pelan. Gaunnya yang longgar tak bisa menyembunyikan perutnya yang mulai membulat. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat penuh kelelahan, tapi matanya masih memancarkan keteguhan.
"Kau seharusnya masih beristirahat," ujar Luo Yunshang, bangkit untuk menyambutnya.
"Bagaimana aku bisa tidur tenang ketika suamiku terus terjaga?" Han Qingyi tersenyum kecil, tangannya yang halus memegang lengan Luo Yunshang. "Aku juga mendengar tentang... kejadian aneh itu."
Luo Yunshang menghela napas. "Kekuatan yang bisa menghancurkan Raja Kegelapan dalam satu serangan... itu bukanlah sesuatu yang biasa."
"Apakah mungkin ayah mengirim seseorang yang tak kita kenal?" bisik sang ratu, matanya berbinar penuh harap.
"Jika iya, mengapa tidak menampakkan diri?"
Sebelum percakapan mereka berlanjut, suara terompet perang tiba-tiba menggema dari arah gerbang timur.
Di langit yang masih berwarna jingga, seekor burung elang raksasa dengan empat sayap membelah awan. Bulu-bulunya yang keemasan berkilauan diterpa sinar matahari pagi, sementara cakar besinya menggenggam erat tanah saat mendarat di gerbang timur Kerajaan Luo.
Qin Ruo, sang pengendara, melompat turun dengan gerakan lincah meski usianya sudah tak muda lagi. Jubah hitamnya yang bordir emas berkibar ditiup angin, sementara matanya yang tajam menyapu pemandangan di sekelilingnya.
"Mayat iblis di mana-mana," gumamnya, keningnya berkerut.
Dia mengamati bekas pertempuran—tembok yang retak, tanah yang hangus, dan bau darah yang masih menyengat. Sesuatu tak beres di sini.
"Seharusnya pasukan Luo tak mampu bertahan melawan iblis di tingkat Raja Kegelapan," bisiknya pada burung elangnya yang sedang membersihkan bulu.
Pikirannya berputar cepat. Apakah Luo Yunshang mencapai tingkat Transenden? Tidak mungkin, terakhir kali mereka bertemu, raja itu masih di tahap Kelahiran Kembali.
Dengan langkah pasti, Qin Ruo berjalan menuju istana. Setiap prajurit yang melihatnya langsung membungkuk dalam-dalam—tidak hanya karena statusnya sebagai utusan Kekaisaran Han, tapi juga karena aura petapa agung yang memancar dari tubuhnya.
"Bawa aku menghadap rajamu," perintahnya pada seorang kapten yang gemetar.
Sementara itu, di paviliun taman, Luo Yunshang dan Han Qingyi sudah berdiri, mata mereka tertuju pada asap debu yang mengepul dari arah pendaratan sang utusan.
"Itu paman Qin..." Han Qingyi berbisik, mengenali burung elang bersayap empat milik pamannya.
Luo Yunshang mengencangkan ikat pinggang pedangnya. "Akhirnya kita akan dapat jawaban."
Pintu aula istana terbuka dengan gemuruh, mengungkapkan sosok Qin Ruo yang berdiri tegap. Jubah hitamnya yang berhiaskan benang emas masih berdebu dari perjalanan jauh. Matanya yang tajam langsung tertuju pada pasangan kerajaan yang sedang duduk di singgasana.
"Paman!" Han Qingyi segera bangkit, wajahnya berseri. Perutnya yang mulai membesar membuat gerakannya sedikit lambat, tapi senyumnya penuh kehangatan.
Luo Yunshang juga berdiri, tangannya tergenggam dalam salam hormat. "Sang Utusan Kekaisaran Han, kerajaan kami sangat—"
Qin Ruo sudah melangkah cepat, memotong ucapan sang raja. "Tidak perlu formalitas!" Tangannya mengangkat, memotong salam Luo Yunshang. "Aku datang terlambat, tapi ternyata kalian sudah menang!"
Suasana seketika menjadi kaku.
Han Qingyi mengerutkan kening halus. Luo Yunshang berdiri membeku, tangannya masih setengah terangkat dalam posisi salam.
"Kami... yang berterima kasih pada Sang Utusan," ujar Luo Yunshang perlahan, matanya penuh tanya. "Berkat bantuan Kekaisaran Han, kami bisa mengalahkan Naga Darah itu."
Qin Ruo berhenti di tengah ruangan, wajahnya tiba-tiba kosong. "Apa?"
Han Qingyi tersenyum manis. "Paman, kami sangat berterima kasih atas serangan itu. Tanpa bantuan paman yang melenyapkan Naga Darah dengan satu serangan, mungkin kami—"
"Tunggu." Qin Ruo mengangkat tangan lagi, kali ini dengan ekspresi yang benar-benar bingung. "Aku baru saja tiba. Burungku bahkan belum sempat istirahat."
Keheningan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan itu terasa tebal.
Luo Yunshang dan Han Qingyi saling memandang. Mata ratu melebar perlahan, sementara raja itu tiba-tiba merasa mulutnya kering.
"Jadi... itu bukan..." suara Luo Yunshang tercekat.
Qin Ruo menghela napas panjang, lalu tiba-tiba tertawa keras. "Ha! Jadi kalian pikir aku yang membantu? Tidak, tidak!" Dia menggeleng-gelengkan kepala, lalu tiba-tiba menepuk bahu Luo Yunshang dengan keras. "Ini hebat! Luar biasa! Kau ternyata sudah mencapai tingkat Transenden dan menyembunyikannya!"
"Bukan saya—"
"Jangan merendah!" Qin Ruo memotong lagi, matanya berbinar bangga. "Mengalahkan Raja Kegelapan sendirian? Ini prestasi yang bahkan akan membuat Kaisar terkesan!"
Han Qingyi perlahan duduk kembali, wajahnya pucat. "Paman, kami benar-benar mengira itu utusan dari Kekaisaran..."
Qin Ruo tiba-tiba berhenti tertawa. Wajahnya berubah serius. "Kalian sungguh-sungguh? Itu bukan kalian?"
Luo Yunshang menggeleng, matanya gelap. "Saya masih di tingkat Kelahiran Kembali. Mustahil saya bisa—"
"Lalu SIAPA yang melenyapkan Naga Darah?" suara Qin Ruo tiba-tiba keras, menggema di seluruh ruangan.
Ketiga orang itu saling memandang dalam diam yang mencekam. Di luar jendela, burung-burung kecil beterbangan ketakutan, seolah merasakan keganjilan yang tiba-tiba muncul di antara mereka.
Dan di suatu desa kecil yang tenang, seorang bayi bernama Tian Hu tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya, tertawa tanpa alasan yang jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
maz tama
hahaha...seru Thor ceritanya..si bayi malah bangun tidur ketawa2/Joyful//Facepalm/
2025-08-24
0
4wied
sang bayi penyelamat tanpa sengaja dan tertawa ganjen....
2025-07-20
0
Nanik S
Tian Hu pastinya
2025-08-19
0