Diana menggeser tubuhnya dari pintu dapur, melangkah ke ruang tengah sambil duduk di sofa. Ia melepaskan sandalnya dan menyandarkan kepala di sandaran kursi, tampak sedikit lelah.
Bu Diana
Adrian, sini sebentar.
Adrian
(bingung) Eh? Ada apa lagi, Bu?
Bu Diana
Betis saya pegal. Kamu kan udah di sini, pijitin sebentar, ya.
Adrian
(terbata-bata) P-pijitin, Bu? Saya nggak terlalu bisa, lho.
Bu Diana
Ah, nggak apa-apa. Coba aja. Saya juga nggak minta profesional, kok.
Adrian berjalan mendekat dengan hati-hati. Ketika ia duduk di lantai di dekat sofa, Diana mengangkat sebelah kakinya, memperlihatkan betis putihnya yang mulus. Cahaya lampu baru di ruang itu membuat kulitnya terlihat bersinar lembut, membuat Adrian menelan ludah.
Adrian
(dalam hati) Astaga, Tuhan. Ini cobaan macam apa lagi? Kalau teman-teman kos tahu, pasti mereka bakal iri setengah mati.
Bu Diana
Ayo, jangan bengong. Mulai dari sini aja. (menunjuk bagian betisnya.)
Dengan tangan gemetar, Adrian mulai memijat perlahan. Sentuhannya kikuk, tapi lembut.
Bu Diana
Hm... Lumayan juga. Kamu sering mijit, ya?
Adrian
Nggak juga, Bu. Mungkin kebetulan aja.
Bu Diana
(tertawa kecil) Kebetulan yang bagus. Kalau saya pegal lagi, kamu siap panggilan, kan?
Adrian makin salah tingkah, wajahnya memerah.
Semakin lama Adrian memijat, semakin ia sadar betapa lembutnya kulit Diana. Aroma wangi lotion yang halus tercium, membuat pikirannya semakin sulit dijaga tetap lurus.
Adrian
(dalam hati) Ya Allah, ini berat. Betul-betul berat. Semoga cepat selesai dan saya bisa pulang.
Bu Diana
Kamu kenapa kelihatan tegang banget? Santai aja, Adrian.
Adrian
Eh, nggak kok, Bu. Saya cuma... nggak biasa aja.
Diana tersenyum tipis, matanya menatap Adrian penuh arti.
Bu Diana
Kamu tahu nggak, Adrian? Saya jarang ketemu mahasiswa yang seberani kamu.
Adrian
S-seberani saya gimana maksudnya, Bu?
Bu Diana
Berani datang ke kos dosen tengah malam begini. Kalau orang lain, pasti udah kabur duluan.
Adrian
(terbata-bata) Itu karena... ya... saya nggak mau nilai saya kenapa-kenapa, Bu.
Diana tertawa pelan, tapi suara tawanya terdengar begitu menggoda di telinga Adrian. Ia menarik kakinya perlahan, menyudahi pijatan Adrian.
Bu Diana
Oke, cukup. Lumayan banget, Adrian. Kamu bisa pulang sekarang.
Adrian
(terkejut) Eh? Itu aja, Bu?
Bu Diana
Kenapa? Kamu berharap ada yang lain?
Adrian menggeleng cepat, wajahnya merah padam.
Diana berdiri dan berjalan ke pintu untuk membukakan jalan.
Bu Diana
Hati-hati di jalan. Dan ingat, jangan cerita ke siapa-siapa soal ini, ya.
Adrian
Iya, Bu. Terima kasih...
Diana tersenyum tipis lagi, dan Adrian merasa senyumnya itu akan menghantui pikirannya sepanjang malam.
Comments
Yohana
Aku rela begadang buat baca cerita ini, wajib banget dicoba!
2025-02-03
0