Sore itu, Heri kembali dari sawah dengan tubuh yang lelah, namun pikirannya tetap dipenuhi bayangan Rina. Ia duduk di depan rumah kayunya, memandang jauh ke arah bukit di kejauhan, seolah-olah berharap bisa melihat sekilas sosok gadis yang terus menghantui pikirannya. Meski perkataan ayahnya memberikan sedikit ketenangan, rasa rendah diri masih terus mengusiknya.
Di rumah yang jauh lebih megah, Rina duduk di kamarnya dengan jendela terbuka. Angin sore yang membawa aroma sawah menerpa wajahnya, tetapi pikirannya tidak berada di sana. Ia memegang bunga mawar yang dibelinya di pasar saat pertemuannya dengan Heri. Bunga itu telah layu, namun kenangannya tetap hidup.
Rinna
Berbisik pada dirinya sendiri "Kenapa aku terus memikirkan dia? Apa mungkin dia juga memikirkan aku?"
Namun, keraguan menghalangi dirinya untuk lebih jauh mengungkapkan perasaannya. Ia tahu bahwa ayah dan ibunya memiliki harapan yang besar untuknya, harapan yang tidak sejalan dengan kenyataan cinta yang mulai tumbuh di hatinya.
Di tempat lain, Dedi, anak saudagar kaya yang diam-diam menyukai Rina, mendapat kabar bahwa Heri telah berbicara dengan Rina di pasar. Hal itu membuatnya merasa tidak nyaman. Sebagai seseorang yang terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, Dedi merasa terancam oleh kehadiran Heri.
Dedy
"Seorang pemuda desa biasa seperti dia? Berani sekali mencoba mendekati Rina. Dia tidak tahu siapa yang dia lawan."
Dedi pun merencanakan cara untuk mendekati Rina lebih intens. Dengan dukungan keluarganya, ia mulai mencari cara untuk menyingkirkan Heri, meskipun Rina belum menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Dedi.
Malam harinya, Pak Sumarno berbicara lagi dengan Heri di beranda rumah mereka. Lampu minyak menerangi percakapan mereka dengan lembut.
pak Sumarno
"Heri, kamu sudah besar. Kalau memang ada sesuatu yang kamu inginkan, jangan takut untuk mengejarnya. Tapi, kamu juga harus sadar dengan batasan kita."
Herry
Tertunduk "Saya tahu, Pak. Saya hanya takut mengecewakan."
pak Sumarno
"Dengar, Nak. Dunia ini luas. Kalau kamu punya keberanian dan kerja keras, semua hal bisa dicapai. Tapi ingat, jangan sampai lupa diri atau lupa pada keluarga."
Kata-kata ayahnya membuat Heri merenung. Ia ingin mengejar Rina, namun ia juga tahu bahwa perbedaan di antara mereka begitu besar. Rina bukan sekadar gadis desa; ia adalah putri seorang saudagar terpandang yang dihormati di desa mereka.
Di kamar Rina, Bu Retno akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan putrinya. Ia melihat Rina semakin pendiam, dan hal itu membuatnya khawatir.
Bu Retno
"Rina, Ibu perhatikan kamu sering melamun akhir-akhir ini. Apa ada yang kamu pikirkan?"
Rinna
Terdiam sejenak "Tidak, Bu. Hanya... hanya banyak pikiran saja."
Bu Retno
"Kamu tahu, Ibu dan Ayah ingin yang terbaik untukmu. Kalau ada sesuatu yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk cerita."
Rina hanya mengangguk. Ia ingin bercerita, tetapi ia takut ibunya akan menolaknya jika tahu tentang perasaannya terhadap Heri. Ia tahu, keluarganya memiliki harapan tinggi bahwa ia akan menikah dengan pria yang setara dengan status keluarganya, seperti Dedi.
Malam itu, Rina menatap bulan yang bersinar di luar jendela. Ia memegang mawar layu di tangannya dan berbisik pelan.
Rinna
"Heri... apakah kamu juga merasakan hal yang sama?"
Episode ini menggambarkan kegelisahan Heri dan Rina yang semakin mendalam, serta ancaman baru dari Dedi yang merasa posisinya terancam. Konflik semakin berkembang, menciptakan ketegangan antara cinta, harapan, dan perbedaan status sosial.
Nantikan kelanjutan Episode berikut nya ☺️🙏
Silah kah Coment & like jika anda suka cerita ini
Trimakasih.
Comments