Fela yang asik membaca buku melirik Arga yang melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya, dia kembali asik tanpa mempedulikan Arga yang sudah berdiri di hadapannya.
"Fela!" tegas Arkan.
"Ngomong aja pa, Fela dengar," ketus anak itu.
Arga mencoba meredam emosinya, bukan satu atau dua kali Fela bersikap seperti itu tetapi Arga masih bersabar.
"Fela, boleh papa minta sesuatu? Tolong bermain dengan Fino ya! Kamu tau sendiri Fino itu ...."
Mood Fela langsung memburuk, dia menatap Arga dengan tatapan kesal, jadi Arga datang hanya untuk membicarakan kakaknya itu?
"Fela enggak mau!" tegas Fela sambil menggelengkan kepala, mau bagaimanapun dia tidak akan pernah dan tidak akan mau bermain dengan anak yang kata papanya 'spesial' itu!
"Fino itu suka merebut main Fela. Kalo melukis dia coret-coret aja belum lagi ucapannya enggak jelas. Pa, Fela enggak mau!"
"Fela, kamu tau sendiri ...."
"Papa selalu membela Fino! Fela anak papa juga enggak sih? Fela malu pa kalo teman-teman Fela tau kakak Fela seperti itu, Fela enggak mau diejek di sekolah!"
Deg!
Arga tidak bisa berucap lagi mendengar ucapan Fela barusan, malu? Anak perempuannya ini malu dengan Fino?
Fela sendiri langsung naik ke atas kasur seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, Arga yang melihat Fela seperti itu hanya menghela napas. Dia tidak bisa memarahi anak itu karena semenjak kecil dia yang mengurus Fino dan Fela dibantu oleh ibunya.
Wanita yang telah melahirkan kedua anak itu telah pergi setelah mengetahui jika salah satu anaknya merupakan anak spesial. Dia tidak terima sehingga pergi dari kehidupannya.
Arga terus dihantui kesalahan, bahkan sekarang dia merasa telah gagal menjadi seorang ayah. Gagal mendidik Fela yang belum bisa menerima Fino walaupun mereka dibesarkan bersama.
Karena tidak mau menganggu Fela, pria itu melangkahkan kaki keluar, saat melewati kamar Fino, matanya dapat melihat Viola yang tengah mengendong Fino, terlihat jelas wanita itu tengah menyanyikan lagu tidur sehingga Fino tertidur di gendongan Viola.
Viola sendiri sesekali menyentuh pinggangnya yang terasa sakit sampai akhirnya dia merebahkan Fino di atas kasur sambil menyelimuti anak itu.
Arga juga melihat Viola yang mengecup kening Fino dengan penuh kasih sayang. Bahkan orang lain saja bisa menerima Fino tetapi kenapa Fela dan istrinya tidak? Kenapa orang-orang yang dibutuhkan oleh Fino tidak bisa menerimanya?
Saat Viola membalikan badannya, Arga langsung melangkah pergi, tidak mau ketahuan jika dia baru saja menatap wanita itu. Arga melangkah ke ruang kerjanya, menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.
Viola sendiri mulai membereskan mainan Fino yang tadi sempat berantakan, dia juga menyentuh lengan yang terasa sedikit sakit, mungkin karena terlalu banyak bergerak.
Saat tengah membereskan mainan, ponselnya tiba-tiba bergetar menampilkan nama pria yang menjadi kekasihnya, dengan senyum lebar bagai angin sejuk Viola menerima panggilan tersebut, dia juga melangkah ke arah kamar mandi.
"Di mana? Kenapa lo enggak ada di kost?"
Pertanyaan yang mengintimidasi langsung Viola terima padahal dia baru saja menerima panggilan tersebut, memang Viola akui jika dia sejak tadi tidak ada online di aplikasi chat karena sibuk mengurus Fino.
"Lagi kerja sayang, 'kan kemarin aku udah bilang," balas Viola dengan lembut dan sama sekali tidak ada emosi.
"Mengurus anak autis itu? Lo gila? Bagaimana kalo anak lo nanti ketularan autis? Gue enggak mau tau sekarang lo pulang!"
"Miko! Lo apa-apaan sih? Bisa enggak mulut ...."
"Udah berani ngelawan?" Miko, pria yang menjadi kekasih Viola langsung memotong ucapan Viola membuatnya langsung terdiam dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi.
Viola hanya mengucapkan kata maaf membuat Miko yang ada di seberang saja langsung memberi perintah agar Viola segera pulang.
"Tapi ...."
"Gue enggak mau tau pokoknya lo harus pulang! Kalo sampai lo belum pulang, lo tau akibatnya!"
Panggilan lalu terputus begitu saja membuat Viola menghela napas dengan pelan, bagaimana ini? Masa dia pulang padahal jam kerjanya belum selesai? Tetapi jika dia tidak pulang ....
Setelah selesai mengemasi mainan Fino, Viola melangkahkan kaki keluar dari kamar Fino, kaki wanita itu menyusuri rumah Arga mencari keberadaan pria itu sampai akhirnya menemukan Arga di ruang kerjanya. Kenapa Viola bisa tau? Karena pintu kerja Arga terbuka lebar.
Viola mengintip, bagaimana caranya mengatakan kepada Arga jika dia izin untuk pulang? Viola kembali mengintip Arga yang tampak fokus dengan laptop, kacamata di wajahnya membuat ketampanan pria itu bertambah.
Melihat Arga seperti ini saja sudah membuat Viola betah, tetapi Viola masih ada yang harus lo lakuin!
Setelah menemukan ide, Viola melangkahkan kaki pergi ke dapur, dia menyiapkan kopi untuk Arga walau tidak tau apakah Arga akan suka atau tidak yang jelas dia harus terlihat baik dulu. Di kepala Viola juga sudah ada banyak alasan yang akan nanti dia sampaikan.
Setelah semuanya siap, Viola mengetuk ruang kerja Arga membuat pria itu mengangkat kepala. Viola tersenyum lebar seraya melangkah masuk.
"Kopinya pak." Viola meletakan segelas kopi di atas meja.
"Saya tidak suka kopi."
Deg!
Viola tercengang, apakah dia tidak salah dengar? Arga tidak suka kopi? Apa-apaan ini? Minimal hargai dirinya yang sudah membuatkan segelas kopi untuk Arga. Sialan memang.
"Kamu tidak dengar?" sentak Arga membuat Viola sedikit terkejut, dia mengerjapkan mata sambil menatap Arga dengan tatapan sangat kesal, apa Arga kira dia budek? Dia dengar.
"Ya udah pak, kopinya buat saya saja. Tapi pak, saya mau izin pulang ada yang harus saya lakuin di kost. Bapak bisa hitung hari pertama saya kerja besok saja, udah ya pak!" kesal Viola langsung menyampaikan maksud tujuannya datang tanpa senyuman seperti dia baru masuk, dia sudah terlanjur kesal dengan Arga yang menolak mentah-mentah kopi buatannya. Apa Arga kira dia memberi racun di kopi itu? Enggak kali, yang ada ribet kalo Arga mati dan dia harus ganti dosen pembimbing.
"Fino juga udah tidur jadi bapak tenang aja. kamarnya sudah saya bereskan, pokoknya aman!" lanjut Viola, "Kalo begitu terima kasih, besok saya datang lagi. Bye!"
Viola langsung melangkah pergi tanpa menunggu apakah Arga setuju atau tidak, wanita itu bahkan melupakan kopinya tadi. Arga sendiri yang mendengar ucapan Viola hanya menggelengkan kepala, baru kali ini wanita itu berani berucap panjang lebar seperti itu kepadanya karena biasanya saat bertemu dengan Arga, otak Viola langsung blank dan kata-kata yang disusun langsung hilang.
Viola sendiri melangkah keluar dari rumah Arga, dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, tidak lupa mengirim pesan kepada Miko jika dia akan pulang.
"Semoga saja Miko tidak marah," lirih Viola penuh harap.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments