TERLAMBAT

Di pelataran masjid keempat santriwati dengan mukenah beserta buku-buku ditangannya masih duduk menikmati pemandangan langit berwarna jingga itu, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Memikirkan bagaimana caranya agar bisa lepas dari keempat ustadz muda itu.

Hussstttfff...,

Sudah kesekian kalinya mereka menghela napas panjang, malas sekali rasanya kembali ke asrama lalu berdesak-desakan mandi. Mereka terlalu malas untuk mengantri, lebih baik santai dulu pikir mereka.

Tidak jauh dari tempat santriwati itu, sedari tadi para ustadz mudah itu menggeleng pelang menatap kearah santri putri yang bahkan seperti tak memiliki tenaga untuk sekedar mengambil posisi duduk.

“Ampun mereka itu, ini sudah lebih sejam mereka duduk diam di sana,” lirih Agra pelan. Duduk dengan santai di depan asrama putra.

Benar, sudah sejak satu sajam yang lalu setelah proses mengajar setelah ba’da asar para santriwati itu masih duduk di sana. Entah apa yang mereka pikirkan bahkan beberapa waktu lalu juga terik matahari sore mereka juga tidak hiraukan hingga langit berubah warna.

“Mereka memang aneh, benar-benar aneh,” balas Abyan. Tak habis pikir dengan keempat santri putri itu.

Posisi masjid itu memiliki anak tangga yang banyak, jadi masjid pondok yang besar itu terlihat posisinya lebih tinggi di atas tanah. Jadi jika dilihat dari sisi manapun orang yang duduk di sisi luar pelataran masjid akan terlihat.

“Ana tebak mereka ini santriwati yang memiliki tingkat mageran paling tinggi, pasti malas antri mandi,” tebak Bima. Menyeruput secangkir kopi panasnya.

Abraham menggeleng pelan lalu tersenyum. “Sama seperti santri putra.”

“Hahah… lihatlah, bahkan mereka menuruni tangga seperti itu. Benar-benar ajaib,” kata Bima saat tak sengaja melihat keanehan santri putri itu.

Semuanya kaget, bagaimana mungkin mereka sungguh memiliki tingkat mageran stadium akhir. Menuruni anak tangga saja harus ngesot seperti itu, apa sesusah itu untuk bangkit berdiri dengan tegak lalu berjalan menuruni tangga satu-persatu? Manusia-manusia itu benar-benar aneh.

“Astagfirullah,” lirih Agra. Menghela napasnya kembali, benar yang dikatakan kiyai Aldan jika santriwati itu memiliki tingkah di luar prediksi BMKG.

xxx

“Ayok balik ke asrama, mandi,” ajak Adira. Membereskan buku-bukunya, lalu tanpa diduga dia mendahului ketiga temannya dengan menuruni anak tangga dengan cara masih posisi duduk.

“Ayo lah,” ucap Almaira. Dia mengikuti yang dilakukan Adira, malas bangkit dan dia sedikit mengantuk.

Aruna dan Ayyara yang pada dasarnya manusia mager tingkat dewa itu tanpa bersuara mengikuti keduanya, menyeret bokong mereka menuruni anak tangga satu persatu tanpa mempedulikan mukenah mereka akan kotor.

Mereka jelas memiliki cadangan mukenah, jadi tenang saja.

“Boleh tidak mandi? Malas banget huwaaaa…,” rengek Aruna setelah sampai di ujung anak tangga.

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke asrama yang hanya dibatasi tembok antara masjid dan asrama putri, bahkan jika dilihat mereka berjalan pun seperti sempoyongan.

“Astagfirullah kalian ini…,”

Keempatnya sontak berhanti melangkah, lalu perlahan menatap kearah sisi barat di mana seorang ustadzah dengan pakaian syar’ihnya menatap tajam kearah mereka.

“Baru pulang dari masjid? Tidak tahu sudah pukul berapa ini?” Cecarnya. Sudah biasa menghadapi para santriwati ini.

“E-h ustadzah,” kata mereka dengan kompak. Dan jangan lupakan senyum manis andalan milik mereka.

“Langsung ke asrama dan mandi, jangan terlambat,” perintah ustadzah itu. “Owh ya, jangan juga berghibah saat mandi, mandi tinggal mandi, jangan banyak membuang waktu sampai kalian bisa dihukum lagi,” lanjutnya lagi.

Keempatnya sontak mengangguk patuh, benar hari mulai gelap dan suara tadarusan dari arah masjid sudah terdengar itu berarti mereka sudah tidak punya banyak waktu lagi.

“Na’am ustadzah,” jawab dengan kompak.

“Ya sudah sana, awas ya kalau terlambat lagi,” peringatan untuk mereka.

Kembali mengangguk dengan kompak. “Na’am, kalau begitu kami pamit. Assalamu’alaikum ustadzah.”

Setelahnya mereka berempat berjalan cepat menuju asrama untuk mandi dan siap-siap, namun sepertinya perkataan ustadzah tadi hanya bagaikan angin lalu untuk mereka. Lihat saja, bukannya mempercepat pergerakan mereka malah asik mengobrol.

Dari arah kamar asrama menuju lantai satu di mana mereka akan membersihkan diri ada saja yang dibahas dan dijadikan bahan candaan.

“Si nenek lampir itu belum kembali kepondokkan?” Tanya Adira.

Almaira, Aruna dan Ayyara menatap Adira. “Kenapa? Kangen kah?” Tanya mereka dengan kompak.

Adira sontak menggeleng bruntal. “Hueekkk… kurang kerjaan kangenin si nenek lampir itu. Aku malahan bersyukur karena dia belum balik, dunia terasa aman dan tentram tanpa mulutnya yang asal-asalan itu.”

Pukkk

“Tidak baik bicara seperti itu Adira,” tegur Almaira.

“Hahah, iya juga sih! Cuman aku kaya rindu debat sama dia, mana dia udah salah malah tambah nyolot pula tuh. Huh, gemes pengen tak cakar-cakar mukanya,” jelas Ayyara dengan kedua tangan mencakar udara.

“Benar,” timpal Aruna.

xxx

Agra, Abraham, Bima dan Abyan berjalan beriringan menuju ke masjid untuk shalat berjama’ah seperti biasanya, bersama para santri putra yang berjalan cepat karena jari telunjuk para KAMTIB sudah terlihat.

Bagaimana pun jika kamtib memberikan hukuman kepada santri yang terlambat sungguh sangat melelahkan, banyangkan saja masjid yang besar itu harus dibersihkan sampai selesai dan jika terlambat seorang diri saja maka ucapkan selamat encok pada punggung dan pinggang mu.

“Ana terasa mau ikut lari seperti mereka, tapi ana tidak mau bau keringat lagi,” ucap Abraham memainkan kopiah putihnya.

“Halla, bilang saja mau cari perhatian ente,” timpal Bima. Sibuk membenarkan letak sorbannya.

“Astagfirullah, sekate-kate ente ya,” balas Abraham tak setuju dengan ucapan Bima.

Agra dan Abyan hanya menyimak dan terus melanjutkan langkah kakinya, namun entah mereka berdua ada hubungan batin dengan kompak melihat kearah objek yang sama. Di sana, di halaman asrama putri terlihat keempat gadis itu berlari menuju masjid.

“Lihatlah mereka, ana pastikan mereka terlambat.” Abyan mencob menebak. Melihat secara bergantian petugas kamtib dan keempat santriwati itu.

Agra menghela napasnya, terlalu santai pikirnya. “Mari kita lihat apa yang akan terjadi.”

Abyan menatap Agra sekilas, lalu kemudian mengangguk dan menghentikan langkahnya membiarkan kedua temannya Bima dan Abraham yang sibuk mengobrol itu berjalan duluan tanpa menyadari mereka berhenti.

Mata tajam Agra dan Abyan menatap keempat santriwati itu yang masih berusaha mempercepat lari mereka sebelum jari telunjuk sang kamtib turun.

Di lain tempat.

“Ayok buruan Aruna!” Desak Adira kesal. Sesekali melihat jam dinding di kamar mereka.

“Bentar ih… buku setoran aku kemana, sih? Ya kali digondol tuyul.” Kesalnya dengan bibir yang dimayungkan seperti bebek.

Almaira dan Ayyara kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya, punya teman yang memiliki daya ingat seperti Aruna ini enaknya diapakan ya?

“Bukannya tadi kamu bawah dari masjid ya? Kok bisa lupa kamu taruh di mana?” Tanya Ayyara. Membantu Adira dan Aruna mencari buku setoran hafalan Aruna.

“Ih kemana sih! Aduh bisa-bisanya aku lupa…,” omelnya lagi. Aruna kemudia berjalan kearah tempat tidurnya lalu melihat dan. “ALHAMDULILLAH, DAH KETUMU BUKUNYA!”

Ketiganya sontak tersenyum dan. “Alhamdulillah.”

“Tidak ada waktu, ayok nanti telat. Buruannn,” kata Aruna berjalan cepat mengambil beberapa kitabnya dan menyelonong pergi meninggalkan ketiganya.

“Sabar banget punya teman kaya dia,” lirih Adira menatap punggung Aruna yang telah mengila dari pandangannya.

“Teman mu itu,” timpal Ayyara.

“Dah ah, ayok susul cepat,” ujar Almaira. Menyusul Aruna.

Lantai ke tiga adalah letak kamar mereka, menuruni anak tangga berjumlah dua belas itu dengan terburu-buru tanpa takut tersandung. Yang terpenting saat ini adalah mereka tidak terlambat, namun sepertinya dewi kebaikan tidak memihak kepada mereka lagi.

“La ilaaha illallah, jari telunjuk dah naik itu,” panik Almaira. Mempercepat larinya.

“Innalillahi, jangan sampai dah kita telat,” lanjut Adira.

“Lari… jangan sampai tuh jari turun,” lanjut Ayyara.

“Ini semua gara-gara buku setoran ini! Awas ajah.” Aruna menatap kesal buku yang berada ditangannya.

Semakin dekat dan dekat mata keempatnya membulat sempurna saat jari telunjuk itu diturunkan berasamaan dengan mereka menghentikan langkah kaki, mereka menghembuskan napas dengan kasar.

“Tau bakalan terlambat, ngapain coba lari. Capek…,” ujar Ayyara kesal. Namun tetap melanjutkan langkahnya bersama teman-temannya.

Mereka terlambat.

“Apes banget ya elah,” lirih Aruna. “Nih, nih gara-gara buka setoran ini bikin kita lari-larian dan ujung-ujungnya lambat juga!” Lanjutnya masih dengan wajah kesalnya.

Almaira mengusap punggung Aruna pelan, mencoba menenangkan temannya. “Sabar, lagian kamu ceroboh banget sih.”

“Nasib-nasib, hari ini tuh malas banget rasanya dihukum,” keluh Adira pelan.

“Aruna, lain kali itu taruh barang di tempatnya,” tutur Almaira. “Kita terima nasib aja. Lagian bukan yang pertama kalinya kita dihukum, seperti tidak biasa saja.”

Aruna menekuk wajahnya dan menatap bergantian ketiganya. “Maaf ya, kita jadi terlambat gara-gara kalian bantuin tadi…,”

“MASIH MAU MENGOBROL SAMPAI SELESAI SHALAT DI SITU?”

Keempatnya tersadar, lalu mempercepat langkah yang seperti siput itu.

“Selesai pengajian nanti kalian berempat langsung menghadap ustadz Agra, ustadz Abraham, ustadz Bima dan ustadz Abyan. Ingat selesai pengajian, jangan kabur. Dan masuk cepat.”

Mereka mengangguk patuh, santri mana yang bisa membantah perkataan kamtib ini? Dari semua pembina dan kiyai di sini posisi ketiga yang paling ditakuti itu adalah KAMTIB.

“Na’am ukti.”

Episodes
1 AWAL
2 TAMPAN TAPI NYEBELIN
3 PERTEMUAN PERDANA MEREKA
4 TERLAMBAT
5 MENYUSUN RENCANA
6 SUDAH LELAH KAH?
7 TERNYATA SALAH
8 KECELAKAAN
9 BUKU HITAM ATAU SANTRI KHUSUS
10 TIDAK PEDULI PADA OMONGAN KOSONG MEREKA
11 WAJAH LELAH PARA USTADZ TAMPAN
12 MISI MEREKA BERHASILKAN?
13 SISI BAIKNYA MEREKA
14 KEJADIAN DI ASRAMA KHUSUS BAGIAN 1
15 KEJADIAN DI ASRAMA KHUSUS BAGIAN 2
16 KESALAH PAHAMAN
17 KEPUTUSAN YANG AKAN MENGUBAH KEHIDUP MEREKA
18 INI BUKAN MIMPI
19 DI HUKUM LAGI
20 SEBUAH FAKTA
21 APAKAH MEREKA MENYESAL?
22 MILIKNYA USTADZ MUDA AL-NAKHLA
23 KABUR DARI PONDOK
24 HUKUMAN APA YANG PANTAS UNTUK MEREKA?
25 PANTAI DAN HUKUMAN?
26 NASEHAT PERNIKAHAN
27 PERMINTAAN MAAF
28 JANJI HANYALAH JANJI
29 HUKUMAN LAGI
30 TERNYATA TIDAK SEMUDAH ITU MENAHAN EMOSI
31 KEBENARAN AKAN SELALU MENANG DARI KEBOHONGAN
32 HARI H
33 PENUTUPAN PENTAS SENI
34 TIBA-TIBA BERSIFAT KALEM
35 MEREKA ITU KENAPA?
36 TERHERAN-HERAN
37 PEMBINA ASRAMA BARU
38 WASPADA
39 KENAPA LAGI?
40 CEMBURU
41 KAPALANYA MULAI BERLAYAR DILAUTAN
42 PERUBAHAN TIDAK SEMUDAH MEMBALIKKAN TELAPAK TANGAN
43 MASIH TETAP SAMA
44 KETERTARIKAN PEMBINA PUTRI
45 RENCANA JAHAT
46 UJIAN RUMAH TANGGA SEMAKIN BERAT SAJA
47 KESALAH PAHAMAN BERUJUNG PERTENGKARAN
48 PART AGRA & ADIRA
49 PART BIMA & ALMAIRA
50 PART ABRAHAM & ARUNA
51 PART ABYAN & AYYARA
52 BAIKAN
53 TERANG-TERANGAN MENYUKAINYA
54 HAMPIR SAJA KECOLONGAN
55 HUKUMAN DARI MAS SUAMI
56 RENCANA LICIK
57 PREDATOR BETINA?
58 MUSIBAH DATANG KAPAN SAJA
59 KECELAKAAN
60 MASALAH DATANG SILIH BERGANTI
61 SUAMI SIAP SIAGA
62 MENUNGGU DENGAN SABAR
63 KEBOHONGAN & FITNAH
64 ALMAIRA & AYYARA
65 ADIRA & ARUNA
66 KEMBALINYA SANG USTADZ MUDA
67 SIFAT ASLINYA MEREKA
68 KEMBALI KE ASRAMA
69 BUKAN RAHASIA LAGI
70 HARI YANG BAIK
71 RENCANA LIBURAN PART 1
72 RENCANA LIBURAN PART 2
73 PASAR MALAM
74 PONDOK PESANTREN DARUL MU’MIN
75 PANTAI
Episodes

Updated 75 Episodes

1
AWAL
2
TAMPAN TAPI NYEBELIN
3
PERTEMUAN PERDANA MEREKA
4
TERLAMBAT
5
MENYUSUN RENCANA
6
SUDAH LELAH KAH?
7
TERNYATA SALAH
8
KECELAKAAN
9
BUKU HITAM ATAU SANTRI KHUSUS
10
TIDAK PEDULI PADA OMONGAN KOSONG MEREKA
11
WAJAH LELAH PARA USTADZ TAMPAN
12
MISI MEREKA BERHASILKAN?
13
SISI BAIKNYA MEREKA
14
KEJADIAN DI ASRAMA KHUSUS BAGIAN 1
15
KEJADIAN DI ASRAMA KHUSUS BAGIAN 2
16
KESALAH PAHAMAN
17
KEPUTUSAN YANG AKAN MENGUBAH KEHIDUP MEREKA
18
INI BUKAN MIMPI
19
DI HUKUM LAGI
20
SEBUAH FAKTA
21
APAKAH MEREKA MENYESAL?
22
MILIKNYA USTADZ MUDA AL-NAKHLA
23
KABUR DARI PONDOK
24
HUKUMAN APA YANG PANTAS UNTUK MEREKA?
25
PANTAI DAN HUKUMAN?
26
NASEHAT PERNIKAHAN
27
PERMINTAAN MAAF
28
JANJI HANYALAH JANJI
29
HUKUMAN LAGI
30
TERNYATA TIDAK SEMUDAH ITU MENAHAN EMOSI
31
KEBENARAN AKAN SELALU MENANG DARI KEBOHONGAN
32
HARI H
33
PENUTUPAN PENTAS SENI
34
TIBA-TIBA BERSIFAT KALEM
35
MEREKA ITU KENAPA?
36
TERHERAN-HERAN
37
PEMBINA ASRAMA BARU
38
WASPADA
39
KENAPA LAGI?
40
CEMBURU
41
KAPALANYA MULAI BERLAYAR DILAUTAN
42
PERUBAHAN TIDAK SEMUDAH MEMBALIKKAN TELAPAK TANGAN
43
MASIH TETAP SAMA
44
KETERTARIKAN PEMBINA PUTRI
45
RENCANA JAHAT
46
UJIAN RUMAH TANGGA SEMAKIN BERAT SAJA
47
KESALAH PAHAMAN BERUJUNG PERTENGKARAN
48
PART AGRA & ADIRA
49
PART BIMA & ALMAIRA
50
PART ABRAHAM & ARUNA
51
PART ABYAN & AYYARA
52
BAIKAN
53
TERANG-TERANGAN MENYUKAINYA
54
HAMPIR SAJA KECOLONGAN
55
HUKUMAN DARI MAS SUAMI
56
RENCANA LICIK
57
PREDATOR BETINA?
58
MUSIBAH DATANG KAPAN SAJA
59
KECELAKAAN
60
MASALAH DATANG SILIH BERGANTI
61
SUAMI SIAP SIAGA
62
MENUNGGU DENGAN SABAR
63
KEBOHONGAN & FITNAH
64
ALMAIRA & AYYARA
65
ADIRA & ARUNA
66
KEMBALINYA SANG USTADZ MUDA
67
SIFAT ASLINYA MEREKA
68
KEMBALI KE ASRAMA
69
BUKAN RAHASIA LAGI
70
HARI YANG BAIK
71
RENCANA LIBURAN PART 1
72
RENCANA LIBURAN PART 2
73
PASAR MALAM
74
PONDOK PESANTREN DARUL MU’MIN
75
PANTAI

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!