[Apa yang kamu pikirkan, jika saat pulang ke rumah, keluargamu tak ada?]
[Saat kamu masuk ke dalam, yang tersisa adalah bercak darah di lantai kayu yang mulai mengering?]
[Dan saat kamu masuk lebih dalam, kamu melihat gambar itu masuk ke dalam otakmu]
[Menimbulkan nyeri yang luar biasa sakitnya di kepala]
[Keluarga kecilmu. Ayah, ibu, dan adikmu]
[Telah tiada di ruang tamu]
[Kamu berlari keluar rumah dengan gusar. Rasa takut, terkejut luar biasa]
[Membuat tubuhmu gemetaran, dan kedinginan pada suhu normal]
[Tapi yang kamu lihat, lagi-lagi berhasil membuat panca indramu galat]
[Negerimu ... hancur]
[Tak menyisakan satupun mahluk hidup disana, kecuali puing-puing bangunan yang hangus terbakar]
[Jalan tempat biasanya kamu bermain dan bercengkrama dengan teman, tak lagi semenyenangkan itu]
[Bau amis dan gosong dimana-mana]
[Seolah-olah mengiringi setiap langkahmu]
[Hanya kamu yang ada. Hanya kamu tersisa]
[Bertekuk lutut. Menyapu setiap inci pemandangan pilu. Lalu perlahan, air matamu mengalir]
[Rasa sakit yang tak bisa di bendung. Hatimu rasa ikut terbakar dan hangus bersama jiwa-jiwa yang ikut mati]
Bandit Kabut
Aku cuma pergi sebentar ... sebentar saja.
Bandit Kabut
Bandit Kabut
Katakan padaku! Siapa?!
Bandit Kabut
Siapa orangnya ....
[Lututmu gemetar. Tak sanggup rasa sakitnya ditahan sendiri]
[Mencoba bangkit hanya akan membuatmu jatuh makin parah]
[Isak tangismu makin keras]
[Buat apa menahan malu, sebab manusia yang tinggal disini telah mati!]
[Semuanya mati dan hangus, kecuali jasad keluargamu itu]
Bandit Kabut
Bawa aku juga, Ibuuuu
Bandit Kabut
Bawa aku mati bersamamu, Ayah...
Bandit Kabut
Jangan tinggalkan aku, Rah..
[Semuanya gelap dan suram]
[Sisa pembakaran tak sempurna itu, asapnya membungbung tinggi ke langit]
[Rahangmu kaku. Tubuhmu dingin]
[Dengan kondisi seperti itu, kamu merogoh saku. Sebuah pisau lipat yang sering kamu bawa berhasil didapat]
Bandit Kabut
Buat apa aku hidup?
Bandit Kabut
Buat apa?
[Tanganmu telah siap menggores nadi di pergelangan tangan, menatap langit tak berujung dengan khidmat]
[Air matamu kembali menetes]
Bandit Kabut
Maafkan aku Tuhan..
Bandit Kabut
Tapi jika terus hidup, aku bisa gila.
[Kemudian dengan yakin kamu memotong nadi]
[Sama sekali tak terasa sakit. Sebab sakit dalam hatinya lebih besar]
[Kamu tersenyum kecut. Menyadari hidup hanya permainan menyebalkan yang akan berhenti saat kamu mati]
[Kamu menjatuhkan tubuhmu di atas tanah berbau anyir]
[Kamu makin tersenyum saat melihat genangan darah mengalir tak henti dari tanganmu]
[Menunggu malaikat ajal menjemput. Sambil menikmati sakit yang menggrogoti hati]
[Tanpa tau alasan, mengapa ada mahluk yang begitu tega mengambil dan merampas nyawa ribuan orang di negerinya?]
[Membakar dan membiarkannya habis tak tersisa. Kecuali keluarganya]
[Pembunuhan massal. Pembunuhan ini direncanakan]
[Namun kamu tak bisa lagi berpikir, saat telingamu mulai mati fungsi]
[Matamu mulai redup, tak ada yang istimewa dari sekarat. Hanya mengantuk yang begitu berat]
[Kamu berpikir ini adalah mimpi, yang saat kamu tidur karna rasa sakit ini, dan terbangun. Semuanya akan baik-baik saja]
[Namun kamu terlalu dewasa buat berpikir konyol begitu]
[Kamu sadar, telingamu yang mendadak tuli itu. Adalah tanda ajal yang semakin dekat]
Bandit Kabut
Langit yang mendung. Persis seperti mauku. Yang ingin sekali mati sebelum hujan turun.
Bandit Kabut
Sepertinya, aku diizinkan pulang?
[Kamu tertawa hambar. Sesaat sebelum kamu jatuh tertidur, dirasakan tubuhmu seolah terangkat tinggi-tinggi]
[Bagai ruh yang lepas dari raga, seperti itu yang kamu rasa]
[Namun 3 detik kemudian, kamu merasakan sedikitnya udara]
[Kesulitan bernafas sampai dadamu sakit. Lalu tubuhmu jatuh dibanting keras ke bumi]
[Siluet seseorang muncul, mengulurkan tangannya padamu]
[Siluet orang yang sama. Yang selalu hadir dalam mimpimu belakangan ini]
[Orang itu bilang..]
["Jangan mati dulu, ayo bersenang-senang dan nikmati dunia ciptaan Tuhan ini dulu. Bermain dan bermain! Ayo, aku bantu cari siapa dalang dari sakitmu!"]
Comments