Keguguran

Jovan tiba di kamar Ghina, yang menjerit histeris. Ia terpaku melihat istrinya yang meraung, "Dokter, tidak mungkin! Anak saya tidak mungkin meninggal!"

Ghina menoleh ke arah Jovan, "Mas..." lirihnya diiringi isak tangis.

"Tuan Jovan, kami mohon maaf atas musibah ini. Kami sudah berusaha semampu kami, tapi nyawa bayi kalian tidak tertolong," jelas dokter.

"Maksudnya, istri saya keguguran, Dok?" tanya Jovan tak percaya.

Dokter mengangguk. Ghina kembali meronta, menarik-narik rambutnya. Ghina lalu menatap Jovan yang terpukul. "MAS, JANGAN DIAM SAJA! BAYI KITA MASIH HIDUP, KAN?!" pekiknya.

Perlahan, Jovan menarik Ghina ke pelukannya. "Kamu yang sabar, sayang." Belum sempat menenangkan, Ghina sudah pingsan, tak sanggup menerima kenyataan janinnya tiada. Jovan pun hancur, anak yang dinantikan tak akan pernah lahir.

"Tuan Jovan, ada hal lain yang ingin saya sampaikan. Jika bersedia, ikut saya ke ruangan."

Jovan menolak. "Katakan saja di sini, Dokter."

"Baiklah. Dari hasil pemeriksaan, peluang Ghina untuk hamil kembali sangatlah kecil. Bahkan, kami menyarankan pengangkatan rahim secepatnya agar nyawa istri Anda tidak terancam, karena luka dalamnya bisa berakibat fatal."

Jovan terdiam, rahangnya mengeras. Ia menatap sedih istrinya dan Asisten Lu yang syok. Setelah dokter pamit, Jovan duduk terdiam di samping Ghina, menanti istrinya sadar. Ia amat mencintai Ghina.

Namun, bagi Asisten Lu, atasannya masih bodoh dalam urusan asmara.

"Asisten Lu."

"Ya, Tuan?" Asisten Lu mendekat.

"Katakan padaku, apa yang membuat Ghina jatuh dari tangga? Apa dia jatuh sendiri atau ada yang sengaja mendorongnya?" Nada suara Jovan semakin dingin, aura gelap menyelimutinya. Amarah, kekesalan, dan kekecewaan meluap, ingin rasanya ia membunuh pelaku yang telah mendorong Ghina.

"Kata pembantu..." Asisten Lu berbisik. Penjelasannya membuat mata hitam Jovan terbelalak. Jawaban Asisten Lu benar-benar mengejutkannya. Kemarahan tercetak jelas di wajah Jovan, membuat Asisten Lu sedikit takut dan cemas.

Beberapa jam berlalu, Ghina perlahan membuka matanya, namun semangat hidupnya sirna. Dua minggu kemudian, Ghina sudah bisa pulang, tetapi keceriaannya telah menghilang.

"Sayang, kita pulang ya," kata Jovan lembut, membelai rambut panjang Ghina. Wanita itu hanya diam, menatap matanya.

Setibanya di rumah orang tua Jovan yang besar dan mewah, Jovan mengantar Ghina ke kamar tidur. "Sayang, kamu di sini dulu. Mas mau turun sebentar, mau masakin makanan kesukaan kamu," ucap Jovan penuh cinta, mencium kening Ghina.

Jovan menuju tangga. Raut wajahnya yang marah membuat para pembantu sedikit ketakutan. "Hei, kamu!" panggil Jovan, menunjuk salah satu pembantu muda.

"Ya, Tuan Muda?" Ia menundukkan kepala ketakutan.

"Mana Ibu dan Ayah saya?"

"I-bu sama Ayah Tuan ada di halaman belakang," jawab pembantu wanita itu terbata, menunjuk ke rumah kaca.

Tanpa bertanya lagi, Jovan bergegas ke sana setelah menyuruh pembantu itu menjaga Ghina.

"MAAAA...!"

Seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik terkejut. Ia berbalik, berdiri tegap di hadapan putra semata wayangnya.

"Jovan...? Kau sudah pulang? Mau bantu Mama sama Papa memetik bunga?" tanya seorang pria tua menghampiri istri dan anaknya.

"Jovan pulang bukan untuk membantu, tapi ingin tahu apa alasan Mama mendorong istriku dari tangga?! Kenapa Mama sejahat itu mendorong Ghina, Mah?!" bentak Jovan, membuat ibunya segera berdiri di samping suaminya.

"Kau salah, Jovan. Mama tidak pernah mendorongnya," bantah Renata.

"Jovan, kau baru saja pulang. Kau tidak seharusnya menuduh Ibumu seperti itu, Nak," tegur Robert Jexson.

"Papa, apa Papa tidak tahu? Gara-gara Ghina jatuh dari tangga, Jovan kehilangan anak, dan Ghina tidak akan bisa hamil lagi. Ini semua salah Mama, Mama yang membunuh calon cucunya sendiri, Pa!!!" Ungkap Jovan lantang, membuat kedua orang tuanya terperanjat.

"Itu artinya keluarga kita tidak dapat penerus baru?" Robert syok, menyentuh dadanya.

"Jovan, Mama bersumpah tidak pernah mendorong Ghina! Tuduhanmu ini salah dan fitnah besar!" Renata membantah serius. Air matanya berlinang.

"Halah... Mama kan tidak suka Ghina. Makanya Mama bohong begitu. Jovan kecewa sama Mama!" tambah Jovan penuh benci. Ia pergi dari rumah kaca.

"JAHAT KAU, JOVAN!" pekik Renata sakit hati. Robert memeluk istrinya yang hampir pingsan.

"Papa, Mama sungguh tidak mendorongnya. Papa percaya, kan? Papa tidak marah, kan, sama Mama?" Isak Renata.

"Kalau begitu, bagaimana Ghina bisa terjatuh, sayang?" tanya Robert, mendudukkan istrinya.

"Saat itu Mama mau ke dapur. Mama melihat Ghina jatuh sendiri, lalu Mama cepat-cepat mendekatinya dan minta pembantu telepon ambulans, Pa," jelas Renata. "Lagipula, kalau Ghina tidak bisa hamil lagi, Jovan kan bisa nikahi wanita lain," lanjut Renata.

"Mama, kalau Papa di posisi Jovan, terus Mama sebagai Ghina, memang Mama mau diduakan, hm?" ucap Robert.

"Ya janganlah! Mama kan cinta sama Papa. Masa Mama sebodoh itu mengizinkan Papa nikah lagi," celutuk Renata, berdiri.

"Jadi, apa solusi Mama supaya kita punya pewaris?" tanya Robert serius. Renata diam.

"Hiks... Papa jahat! Kasih pertanyaan kok yang itu!" Renata menangis lagi.

"Makanya, mulutnya itu dijaga, sayang." Robert mencubit gemas bibir istrinya, lalu mengajaknya masuk karena cuaca mulai mendung.

Rintik hujan jatuh perlahan, lama-lama hujan turun deras.

"Kasihan Nona Ghina, belum ada setengah tahun mereka menikah tapi sudah mendapat kemalangan dari keluarga ini," gumam salah satu pembantu.

"Apa mungkin keluarga ini pernah dikutuk?" Seorang pembantu lain tiba-tiba menyela.

"Dikutuk bagaimana? Kamu jangan berpikir begitu!" ketus pembantu pertama.

"Yah... siapa tahu keluarga ini dikutuk hanya sampai generasi ketujuh. Apalagi Tuan Jovan adalah generasi ketujuh. Dia bisa saja menjadi generasi terakhir untuk mewariskan semua kekayaan keluarga yang sudah turun temurun ini," jelas pembantu kedua.

"Ekhem... sebaiknya kalian bekerja daripada bergosip di sini. Dan untuk kau, sekarang juga dipanggil Tuan ke ruangannya," sahut Asisten Lu tiba-tiba sudah berdiri di samping kedua pembantu itu, membuat mereka terperanjat kaget. Namun, pembantu kedua mulai cemas karena dialah yang memanggil ambulans, alias yang melihat Renata di dekat Ghina yang pingsan.

Benar saja, pembantu itu dipecat. Dari hasil CCTV, Ghina jatuh sendiri, bukan karena ulah Ibu Jovan. Pembantu itu memohon agar tidak dipecat, tapi Jovan tidak mau lagi mempekerjakan orang yang telah memfitnah keluarganya.

"AKHHH... KAK SALWA TAKUUUT!" pekik Vara, keluar dari kamar karena lampu tiba-tiba mati. Bahkan satu kota padam.

"Woii... kutu, Kak Seina lagi tidur. Kamu bisa diam tidak sih?" Teriak Gara yang keluar dari kamar Seina.

Vara menghampiri Gara dengan cepat, dan sontak remaja itu terkejut karena Vara tiba-tiba memeluknya.

"Tolongin aku..." tangis Vara ketakutan.

"Cih... lepasin tidak?!" Gara menarik paksa tangan Vara, tapi Vara menggeleng, semakin erat memeluk Gara yang tanpa memakai baju.

"Astaga, selain cupu, kau ternyata penakut sama petir!" celutuk Gara.

"Aku tidak takut pada petir, aku takut gelap. Kamu yang tidak tahu sebenarnya, mending diam saja!" Omel Vara, menatap Gara yang menyoroti wajahnya dengan senter.

Gara sejenak terdiam, melihat dari mata sayu Vara seperti menyembunyikan alasan ketakutannya pada kegelapan. Tentu saja Vara takut, masa lalunya begitu kelam. Dari kegelapan ini, Vara teringat kematian orang tuanya yang dibunuh saat mati lampu.

Tiba-tiba, suasana berubah setelah jeritan terdengar.

"Ihhhh siapa itu? Apa jangan-jangan hantu?"

"Dihh ngaco! Mana ada hantu, bodoh! Suara itu dari jeritan kakak aku yang bangun akibat kamu!" sentak Gara.

"Kak, kau kenapa?" tanya Gara cemas.

"Sakiiit.... perut kakak sakiittt... tolong bawa kakak malam ini ke rumah sakiit," mohon Seina dengan napas terengah-engah, tangannya mengusap-usap perutnya. Vara menelan ludah melihat perut Seina yang amat besar.

Atas permintaan Seina, Gara menghubungi Salwa yang masih di rumah sakit. Setelah memastikan rumah sakit bisa beroperasi tengah malam ini, Gara secepatnya membawa Seina ke tempat Salwa. Ia memakai mobil sewaan dan menyetir sendiri.

Tindakan untuk Seina jelas mendesak. Kini Gara terus mondar-mandir di depan ruang operasi persalinan. Air mata remaja itu sesekali menetes, memikirkan nyawa kakaknya dan ketiga anak kembarnya. Sampai-sampai Vara yang duduk di sana merasa terkesima pada kegigihan Gara yang hampir setahun ini bekerja keras demi kehidupannya dan Seina. Remaja itu juga sering membantu Salwa membayar tagihan listrik dan air.

"Beruntung sekali perempuan yang menjadi istrinya Gara. Dia cowok yang baik, gigih, dan sayang pada kakaknya. Walau dia cuek dan lumayan jutek, tapi dia ganteng," batin Vara tersenyum sendiri, namun sesaat kemudian gadis itu menampar wajahnya. "Bodoh, ada orang yang lagi meregang nyawa malam ini, tapi kamu bisa-bisanya memikirkan dia. Dasar bodoh kamu, Vara!" gerutu Vara.

Tidak lama kemudian, terdengarlah tangis bayi yang begitu indah secara bergantian. Air mata Salwa yang tertahan sejak tadi pun jatuh mengenai pipinya melihat tiga bayi kembar itu terlahir sehat dan lucu-lucu. Gara menutup wajah dan berusaha mengatur perasaannya, tapi embun yang turun ke wajah tampannya menjelaskan betapa senang dan bahagianya ia. Namun kini perhatiannya teralih pada kondisi Seina.

"Mbak Salwa, apa yang terjadi pada kakak saya? Kenapa Kak Sei tidak bangun-bangun juga?" Gara cemas melihat mata Seina terpejam. Sementara baby twins diurus oleh dokter bersalin.

"Kakak saya baik-baik saja kan, Mbak?" tanya Gara lagi, di samping Vara yang juga khawatir.

Terpopuler

Comments

C2nunik987

C2nunik987

smoga triplets baik baik saja kelak cerdas Tampan cantik dan bisa bls dendam ke Daddy Jovan 😅😅😅

2024-12-25

0

Birru

Birru

semoga baik baik saja

2024-06-17

0

Yu Nana

Yu Nana

Semoga baik2 aj y

2024-06-05

1

lihat semua
Episodes
1 Penantian
2 Hasil Hubungan Jin?
3 Hamil Kembar??
4 Keguguran
5 OEKKK OEKKKK
6 Mau Pigi Lumana Papa?
7 DUA TUYUL PAPA
8 Dacal Batok Esh!
9 Bica Cali Ayah ?
10 Bertemu Triple Cadel
11 Tidak Mungkin Salah
12 Jhansen Lindu Ayah
13 Culik Saja Sekalian?
14 Nanti Ayah Pulang
15 Bercak Merah
16 Jangan Genit-Genit
17 PAPA GALA UDAH PULANG
18 Wanita Ini Kan..
19 PERGI KAMU DARI SINI!!
20 Janan Pigi Duluuu...
21 Anak Kandung Bos Saya
22 Ayah Jeremy Napa Jahat?
23 Manis-Manis Tapi Cadel
24 Merebut Si Kembar
25 Mereka Sungguh Anakmu?
26 Cuami Na Bunda
27 Dibikin Suples
28 Ingin Bertemu Seina
29 Buku Nikah Siapa Ini, Jovan?
30 Rupanya Punya Cucu
31 Hampir Mati Tenggelam
32 Rasanya Masih Rindu
33 Selamat Dari Kritisnya
34 Tes DNA Dulu
35 Kau Kakaknya Seina?
36 Meninggal Onty
37 Untuk Terakhir Kalinya
38 Jangan Tinggalkan Aku
39 Demi Anak-anak Kalian
40 Dalam Bahaya
41 Baby, I'm Coming
42 Rindu Triplex Cadel
43 Napa Nda masuk, Om?
44 Om, jangan pelgi!
45 Tiba-tiba Diajak Kencan
46 Napa Matanya Melah?
47 Om, Bukan Ayahnya Jelita
48 Tolonin Bunda, Om
49 Tertusuk
50 Napa Polici Na Lambat Kali?
51 Sebelum Meninggal
52 Tolonin Papa Na Jelita
53 Tak Pernah Terbayangkan
54 Jangan Pura-Pura
55 Auw... Auw... sakit... sakit...
56 Sepelti Gentong Sayul
57 Pulang
58 Jangan Lama-Lama
59 Papa Jelita Nda Begitu
60 Bukan Babysitter Mu
61 Kakek Na Selem
62 Sudah Aman
63 Tidak Waras
64 Nda Usah Pelgi
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Penantian
2
Hasil Hubungan Jin?
3
Hamil Kembar??
4
Keguguran
5
OEKKK OEKKKK
6
Mau Pigi Lumana Papa?
7
DUA TUYUL PAPA
8
Dacal Batok Esh!
9
Bica Cali Ayah ?
10
Bertemu Triple Cadel
11
Tidak Mungkin Salah
12
Jhansen Lindu Ayah
13
Culik Saja Sekalian?
14
Nanti Ayah Pulang
15
Bercak Merah
16
Jangan Genit-Genit
17
PAPA GALA UDAH PULANG
18
Wanita Ini Kan..
19
PERGI KAMU DARI SINI!!
20
Janan Pigi Duluuu...
21
Anak Kandung Bos Saya
22
Ayah Jeremy Napa Jahat?
23
Manis-Manis Tapi Cadel
24
Merebut Si Kembar
25
Mereka Sungguh Anakmu?
26
Cuami Na Bunda
27
Dibikin Suples
28
Ingin Bertemu Seina
29
Buku Nikah Siapa Ini, Jovan?
30
Rupanya Punya Cucu
31
Hampir Mati Tenggelam
32
Rasanya Masih Rindu
33
Selamat Dari Kritisnya
34
Tes DNA Dulu
35
Kau Kakaknya Seina?
36
Meninggal Onty
37
Untuk Terakhir Kalinya
38
Jangan Tinggalkan Aku
39
Demi Anak-anak Kalian
40
Dalam Bahaya
41
Baby, I'm Coming
42
Rindu Triplex Cadel
43
Napa Nda masuk, Om?
44
Om, jangan pelgi!
45
Tiba-tiba Diajak Kencan
46
Napa Matanya Melah?
47
Om, Bukan Ayahnya Jelita
48
Tolonin Bunda, Om
49
Tertusuk
50
Napa Polici Na Lambat Kali?
51
Sebelum Meninggal
52
Tolonin Papa Na Jelita
53
Tak Pernah Terbayangkan
54
Jangan Pura-Pura
55
Auw... Auw... sakit... sakit...
56
Sepelti Gentong Sayul
57
Pulang
58
Jangan Lama-Lama
59
Papa Jelita Nda Begitu
60
Bukan Babysitter Mu
61
Kakek Na Selem
62
Sudah Aman
63
Tidak Waras
64
Nda Usah Pelgi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!