Episode 5: Desas-Desus Sebuah Masalah

            Matahari perlahan berjalan ke arah barat. Mega marahnya masih tersisa di langit senja. Seluruh kambing-kambingku sudah kembali ke kandang di belakang rumah setelah perut mereka kenyang. Kini aku harus yang mengisi perut.

            Sebenarnya aku ingin mandi lebih dulu karena bau badanku yang teramat bau oleh bau kambing di padang rumput. Ditambah dengan terpapar matahari,membuat bau badanku menjadi lebih buruk dari sekedar bau kambing.

            Biasanya ibuku akan mengomeliku jika aku tidak mandi lebih dulu sebelum makan malam, terutama setelah mengembala kambing. Aku mengecek keadaan lebih dulu, apa ada ibu atau ayah di dalam rumah kayu ini. Aku pergi ke kandang kuda. Dua dari tiga kuda hilang. Berarti mereka sedang tidak ada di rumah. Langkahku langsung

kupercepat masuk ke dalam rumah. Sebelumnya kupikir mereka ada di rumah setelah melihat lampu minyak di dalam dan luar rumah manyala. Tapi mungkin mereka ke luar lagi setelah menyalakan lampu. Pasti ada sesuatu yang membuat mereka sibuk.

            Setelah aku masuk ke rumah dan menuju dapur, aku mencari sesuatu di lemari. Biasanya ibu akan memasukkan makanan sisa di dalam lemari. Sekedar untuk makan malam atau jika memang tersisa banyak pasti akan dipanaskan kembali untuk sarapan.

            Sebuah roti gandum kering dan beberapa potong daging kambing di atas piring kayu. Juga susu kambing yang diperas tadi pagi olehku sebelum berangkat mengembala kambing yang sudah ada di meja makan. Segera aku melahap satu ptotng roti yang tersisa dan satu potong daging dengan cepat. Lalu meminum segelas susu kambing yang ada di meja. Setelah makan malam, aku segera keluar ke halaman belakang untuk

mandi.

            Lima belas menit sudah. Aku  keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan baju yang masih bersih. Rasanya segar sekali setelah tubuhku bersih saat ditepa angin. Suara kambing mengembik, gonggongan anjing,

ringikan kuda, semuanya terdengar di seluruh perkampungan. Sangat nyaring. Beberapa kali pasukan patroli dengan jumlah enam orang tiap-tiap patroli melewati halaman rumah kami sambil menunggang kuda. Beberapa orang dari mereka menyapaku saat melihatku, walaupun aku tidak kenal siapa mereka.

            Kepergian ayah dan ibu membuatku penasaran. Jarang sekali mereka keluar saat makan malam jika tidak ada hal mendesak.

            Aku berjalan ke halaman depan. Sekedar berjalan-jalan untuk mencari udara segar dan angin segar. Tapi sebelum aku sampai ke halaman depan. Aku mendekati kandang kuda di samping kanan rumah. Dua kuda telah berada di kandang. Berarti orang tuaku sudah kembali. Padahal aku tak mendengar derap langkah kaki kuda. Apa aku saja yang tidak fokus atau karena berisik air di kamar mandi.

            Aku berjalan pelan-pelan melalui halaman depan, lalu masuk melalui ruang tamu. Dari ruang tamu, aku mendengar kedua orang tuaku berdebat. Bukan masalah keluarga, tapi masalah suku. Itu jelas masalah yang merepotkan untuk seorang kepala suku.

            “Kita tidak mungkin bisa bertahan dari serangan tiga suku sekaligus. Itu sudah jelas kalau kita akan memasuki masa perang lagi.” Suara ayah terdengar berat. Terlihat jelas beban berat yang dipikul olehnya.

            “Tapi jelas kita tak mungkin diam saja. Ini pasti ulah kerajaan saat tahu kita tak akan berpihak pada kerajaan untuk masalah kudeta. Kita harus melakukan sesuatu.” Desak ibu pada ayah untuk melakukan sesuatu.

            Ayah terduduk di kursi kayu sambil memegangi kepalanya yang bingung mau melakukan apa. Jelaslah ia dilema. Di satu sisi ia akan dicap berkhianat pada kerajaan jika menolak mengikuti rencana yang ada. Sisi lainnya, ia harus menjaga kehormatan sukunya yang tak mungkin berpihak pada kejahatan kerajaan yang sudah

terjadi sangat lama ini.

            “Jelas pihak suku lain tidak akan berperang sesama suku, kecuali ada campur tangan dari pihak kerajaan. Selama lima puluh tahun ini, kerajaan dalam masalah besar berada di tangan penguasa sekarang. Setelah raja memberikan tahta pada putranya, putra tertua tidak mau kekuasaan berada di tangan adiknya.  Dan sekarang, penggulingan kekuasaan oleh raja lama akan digantikan oleh kakaknya, yang jelas, pihak kakak dari raja sekarang akan menggulingkan kekuasaan raja sekarang dan menghabisi suku-suku yang bersebrangan dengan dirinya. Itu pasti. Mereka akan menghabisi pemilik kekuatan yang berbeda pendapat dengan kerajaan.” Ayah mengepalkan tangannya, lalu memukul meja.

            Aku berjalan mengendap-endap ke pintu. Ingin mendengarkan pembicaraan mereka dengan serius. Tapi aku tak sadar melewat lampu minyak yang mebuat bayanganku terlihat oleh mereka. Api yang menari-nari membuat bayanganku terlihat jelas menari-nari di dinding.

            Hening. Terdengar suara cicak di dinding.

            “Artras?!” Panggil ibu.

            Mau tak mau aku masuk ke dapur. Mereka sudah tahu aku mendengar pembicaraan mereka. Mereka menghentikan pembicaraan mereka.

            “Aku sudah mendengar seluruhnya, ayah. Semuanya.”

            Tak ada raut muka di wajahku. Hanya goresan datar yang bisa kugambarkan setelah aku mengetahui keadaan kerajaan ini. Gejolak api perebutan kekuasaan yang melahap negeri ini bagaikan sebuah kain yang dilahap api yang akan terbakar hangus menjadi abu. Tidak ada cara lain mengalahkannya kecuali disiram oleh air. Bukan api dengan api.

         “Apa saja yang kau dengar?” Tanya ibu.

          “Seluruhnya. Aku dengar semuanya.”

            “Artras,” Panggil ayah. “Kau pasti ditakdirkan untuk merubah keadaan negeri ini menuju kedamaian. Sama seperti kakakmu. Dia orang terpilih untuk maju ke kerajaan menjadi sebuah pasukan kerajaan yang ditakuti. Tapi, aku mendidiknya agar ia tak lupa dengan sejarah kerajaan ini yang berdiri dengan bantuan para suku yang

ada di Erangle. Setelah kau menang di babak final, kau harus pergi ke ibu kota untuk menyampaikan berita ini ke kakakmu. Atlas, semua tetua suku yang ada di Erangle, akan menggagalkan rencan kudeta kakak dari raja.” Ujar ayah menjelaskan.

            Aku terdiam.

            “Artras, kau harus menang di pertandinganmu di final.” Desak ibu.

                                                                                        ---xxx---

            Matahari kembali menunjukkan semburat indahnya di ufuk timur.menyingkirkan raut suram malam hari, menggantinya sebuah lukisan indah pagi hari.

            Aku berdiri tenang di atas sebuah gundukan tanah yang ditumbuhi rumput segar sambil bersendekap menghadap ke barat. Memandang jauh kegelapan yang perlahan surut. Berlari menjauh, membiarkan waktu berganti.

            Malam tadi, setelah mendengar seluruh cerita ayah dan potongan buku dari perpustakaan yang diam-diam kucuri dari sana. Aku tak bilang siapapun tentang ini. Buku itu disegel dari peredaran luas. Dan disebut sebagai buku terlarang dan tersegel. Untuk menghindari kebenaran jatuh di depan mata. Sebuah cerita dimana tentang

raja suku Penyihir yang mengangkat putra keduanya sebagai penerus kerajaan Erangle. Putra tertua yang menilai dirinya lebih pantas, menjatuhkan adiknya sendiri dari tahta kerajaan sebagai orang terkuat dan raja di Erangle. Karena hal itu, Erangle harus jatuh ke tangan iblis berhati manusia. Dari sana, perpecahan antar suku mulai terjadi. Walau hanya peperangan kecil. Tapi hal itu cukup membuat kerajaan berada diambang kerentanan. Sebuah lubang besar yang digali sendiri oleh raja.

            Seluruh suku yang ada juga berpikiran yang sama. Para tetua akan bersiap melakukan pemberontakan. Bukan, tapi sebuah perubahan. Dari negeri ini perpecahan dimulai, maka di negeri ini pula harus disatukan demi perubahan. Hanya para penjilat yang ingin tetap berada di samping raja. Para tetua suku tidak akan melupakan apa yang pernah terjadi lima puluh tahun lalu.

            Setelah menunggu lima puluh tahun, seluruh suku yang berpura-pura menjadi kaki tangan raja akan menunjukkan mukanya satu persatu. Mereka berpura-pura menjadi bidaknya sambil menyelipkan satu-persatu potongan kecil belati yang siap menghujam sang raja dari belakang.

            Semua rencana yang telah matang sejak belasan tahun lalu akan segera dimulai setelah pertandingan final selesai. Lima hari setelah pertandingan selesai, seluruh pasukan terbaik dan tetua dari seluruh suku yang ada akan berkumpul di kota Ragnor, ibukota kerajaan. Di sana raja akan mengadakan pesta akan keberhasilan pertandingan final yang dihadiri oleh perwakilan empat suku pemilik kekuatan dan tiga suku perang. disaat perayaan itulah, perwakilan tujuh suku akan menyerang ke dalam kerajaan langsung. Sedangkan pasukan yang telah disiapkan di

luar akan menyerang dari luar. Untuk membuat konsentrasi pasukan menurun.

            Tujuh kelompok pemenang pertandingan yang akan diberikan tugas khusus untuk menghabisi raja. Rencana ini sudah dibuat sejak enam bulan lalu yang sebenarnya telah disiapkan sejak dua puluh tahun lalu.

            Pertandingan final akan dimulai dua hari lagi. Aku dan kelompokku tetap berlatih mandiri. Mulai besok sore, kami akan latihan bersama untuk tekhnik pengganbungan keuatan yang belum sempurna dalam kombinasi serangan. Kelompok kita yang harus memenangkan pertandingan. Cukup atu orang yang tahu akan rencana ini sudah cukup untuk keberhasilan misi besar ini.

            Pagi ini aku tidak mengembala. Absen sehari. Aku perlu berlatih tekhnik silo pance. Tekhnik yang mumpuni, bahkan dianggap terlarang selama lima puluh tahun ini. Tekhnik bertarung bagi kaum yang tidak menguasai kekuatan. Yang kemampuannya bisa untuk melumpuhkan sekelompok orang jika orang itu benar-benar menguasai tekhnik mematikan itu. Bahkan mampu membunuh seorang pemilik kekuatan bahkan dengan tangan kosong. Karena itulah, silo pance dianggap berbahaya. Apalagi jika penggunanya bisa mengaplikasikan senjata pada cara

bertarungnya.

            Aku turun dari kuda setelah dua jam berkuda tanpa henti. Mengikuti arus sungai menuju ke selatan, lalu ketika sungai berpecah menjadi beberapa anak sungai, tetap berkuda ke selatan untuk sampai ke pegunungan selatan.

            Aku menuntun kudaku menyusuri jalanan berbatu menaiki gunung. Baru saja beberapa langkah. Dua ekor harimau belang mengaum di depanku. Air liurnya menetes. Melihat sebuah mangsa besar yang akan disantapnya.

            Harimau pertama mengaum, lalu menloncat ke arahku. Aku sendiri meloncat menghindar ke belakang. Harimau tu tidak menggunakan seluruh kekuatannya. Terlihat dari caranya yang malas untuk menerkamku langsung.

            Kudaku meringik ketakutan, lalu berlari turun gunung. Kini aku harus sendirian. Seharusnya tadi aku menggunakan kuda dan menyerang dua harimau itu dari atas.

            Harimau kedua ikut meloncat ke arahku sesaat setelah kudaku berlari meninggalkanku. Cakarnya tepat mengenai lengan kananku. Membuatnya sobek dan terlihat daging merah di dalamnya. Darah menetes dari luka besar itu. Aku meringis kesakitan menahan luka sambil memegangi lengan kananku. Aku pasti tak akan bertahan lama jika begini terus hasilnya.

            Aku mundur beberapa langkah. Membiarkan rasa sakit menjalari tubuhku.  Aku berdiri membungkuk, membuat kuda-kuda silo pance. Bersiap menyambut serangan pertama. Harimau pertama berlari ke arahku, hingga sampai beberapa meter, ia meloncat ke arahku. Hendak menerkam.

            Sekejap aku merunduk rata ke tanah. Membiarkan harimau itu lewat. Lalu berbalik, menarik ekornya. Hewan itu dengan sigap berbalik melancarkan tendangan. Aku menghindar, lalu kemudian meloncat ke atas tubuhnya. Menjatuhkan makhluk itu, dan memiting lehernya sampai patah. Butuh tenaga ekstra untuk menaklukan satu hewan buas itu.

            Aku membuat kuda-kuda baru yang baru kupelajari baru saja. Mataku mempelajari kuda-kuda harimau barusan. Ia berdiri rendah, lalu membuat loncatan setidaknya 50 sentimeter. Itu yang mampu kupelajari dengan cepat dari gerakan yang baru saja kulihat. Setidaknya harus menyerang jika lawan belum maju lebih dulu, atau

menunggu beberapa saat hingga terlihat celah ketika lawan menyerang.

            Harimau kedua mengerang marah. Berjalan memutariku. Ia paham kalau aku bukan mangsa yang mudah ditaklukan. Maka ia berjalan memutariku mencari celah untuk menyerang. Aku tetap bertahan dengan kuda-kuda rendah. Sambil menatap mata makhluk itu.

            Dia masih mengerang. Beberapa saat kemudian ia meloncat ke arahku yang  tidak keperhitungkan dulu arah gerakkannya. Bahkan loncatannya bisa membelok dari arah loncatan sebelumnya.

            Mau tidak mau, aku berguling ke samping beberapa saat ketika gigi mekhluk itu hampir menyasar leherku. Darahku langsung bergejolak. Jantungku berdegup kencang. Keringatku bercucuran dibuat olehnya. Aku hampir mati hari ini. Tubuhku langsung lemas. Rasa mual merambat di tenggorokanku.

            Aku mundur beberapa langkah. Akan kuberikan serangan langsung yang mematikan. Aku membungkuk. Bersiap menerkam harimau itu. Ia meloncat zig-zag, membuatku bingung. Terlalu lama berpikir bisa-bisa aku betulan akan mati. Lebih baik aku menyerang daripada terlalu lama berpikir.

            Harimau itu meloncat ke atasku. Aku menghindar ke belakang, lalu berbalik, berlari ke arahnya dengan membungkuk. Hingga jarak kami terpaut dua meter. Aku meloncat tinggi ke atasnya. Tanganku menarik ekornya. Dia ikut tertarik ke belakang. Begitu ia terjatuh, aku meninju kepalanya. Memiting kepalanya. Tapi tak terlalu kuat

seperti serangan yang pertama tadi.

            Aku berdiri sambil tetap bersiaga.  “Pergilah, aku tidak akan membunuhmu!”

            Harimau itu mengerang. Bagaikan tahu apa yang kukatakan, ia melenggang pergi ke balik

hutan yang kelam.

            Aku hanya tertarik seperti yang dikatakan ayah, untuk selalu memperlajari kekurangan jurus-jurus yang kita pelajari dengan gurunya langsung. Yaitu hewan-hewan buas itu. Gunung wilayah selatan ini adalah surganya hewan buas. Jarang ada orang yang berani masuk ke dalam hutan lebih jauh. Ada empat jurus utama yang menjadi dasar di silo pance.

            Matahari semakin lama semakin menjauh ke barat. Belum ada hewan lain yang muncul. Setidaknya muncul satu hewan lagi. Banteng, ular, elang, atau gajah. Atau hewan lain untuk belajar saja. Tapi semakin matahari menjauh ke barat, tak ada satupun hewan buas yang kutemui hari ini selain harimau tadi. Sebaiknya aku pulang sore hari ini, atau malam akan menyesatkanku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!