“Bagaimana menurutmu, istriku?” Sultan Bala dari Kerajaan Na bertanya kepada istrinya, Permaisuri Kila.
“Apanya yang bagaimana, Sultan?” Permaisuri Kila berbalik bertanya karena tidak mengerti dengan arah pertanyaan dari Sultan Bala.
“Bagaimana pendapatmu tentang orang asing yang datang?? Apa kita harus menyambutnya? Atau justru mengusirnya??” Sultan Bala bertanya mengenai bangsa Gis yang baru saja datang dan meminta ijin untuk berdagang rempah-rempah.
“Kalau memang Bangsa Gis datang hanya untuk berdagang, itu akan menjadi keuntungan kita, Sultan. Berkat mereka, mungkin kita bisa meningkatkan dan memperluas area perdagangan. Tapi harap batasi pengaruh mereka, Sultan. Mereka bangsa pendatang, kita tidak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka.” Permaisuri Kila memberikan jawabannya dengan bijak. “Bagaimana pendapat Fala Raha*, Jogugu*, Hukum Sangadji*??”
*Fala Raha: empat klan pendukung Kerajaan yang bertugas untuk memilih calon atau pewaris kerajaan.
*Jogugu: Menteri tingkat tinggi yang mengatur kerja pemerintahan.
*Hukum Sangadji: Menteri urusan luar negeri.
“Mereka mengatakan hal yang sama denganmu, permaisuriku. Mereka bilang jika kedatangan Bangsa Gis membawa keuntungan untuk Kerajaan Na, kita bisa menerima mereka. Tapi jika kedatangan Bangsa Gis membawa kerugian untuk Kerajaan Na, kita harus mengusir mereka sebelum terlambat.”
“Lalu apa yang Sultan lihat dari kedatangan Bangsa Gis?” Permaisuri Kila bertanya.
“Keuntungan.”
“Apa Pangeran Tase juga setuju dengan pendapat Sultan?” Permaisuri Kila bertanya lagi.
“Ya.”
“Kalau begitu … maka jawabannya adalah kita harus menerimanya, Sultan. Bagaimana pun banyak orang berpendapat jika kedatangan Bangsa Gis akan membawa keuntungan untuk Kerajaan Na dan sekitarnya. Mungkin ke depannya Kie Raha* juga akan mengalami keuntungan yang sama.”
*Kie Raha artinya kesultanan empat gunung, dua di antaranya adalah Kerajaan Na dan Kerajaan Re.
Sultan Bala memeluk istrinya dengan erat. “Terima kasih, permaisuriku. Kamu memang istriku yang bisa diajak bicara.”
Begitulah awal bagaimana Bangsa Gis dari sisi bumi lain akhirnya datang dan diterima di Kerajaan Na. Sultan Bala mengira dengan kedatangan Bangsa Gis, perdagangan rempah-rempah di Kerajaan Na akan meningkat dan nantinya Kerajaaan Na bisa menjadi Kerajaan yang luar biasa dan dikenal di seluruh penjuru muka bumi. Tapi sayangnya … perkiraan Sultan Bala meleset. Bangsa Gis tidak sepenuhnya seperti apa yang dipikirkan oleh Sultan Bala. Bangsa Gis yang melihat kelemahan Kerajaan Na, mulai untuk melakukan siasatnya demi menghancurkan Kerajaan Na dan memonopoli rempah-rempah mereka.
*
“Nona!!” Arun yang hendak membantu Irapanusa, melihat Irapanusa sudah mengenakan pakaian tanpa bantuannya. “Nona berpakaian sendiri??”
“Ya, kamu terlalu lama. Jadi aku berpakaian sendiri. Tolong pasangkan penutup rambutnya, Arun!!”
Arun langsung bergegas dan memasangkan penutup rambut di kepala Irapanusa. “Setelah ini … bagaimana Nona akan menyamar sebagai prajurit jika sebagai wanita, Nona diharuskan menutup aurat??”
Irapanusa tersenyum kecil mendengar kekhawatiran Arun. “Aku punya cara. Aku sudah mencobanya dan aku bisa melakukannya nanti. Tenang saja, Arun!”
“Apa Nona benar-benar harus ikut kompetisi itu? Kompetisi itu berbahaya dan harusnya hanya diikuti oleh lelaki saja, kita sebagai gadis tidak seharusnya menantang bahaya!” Arun bicara dengan wajah khawatir. “Tuan besar hanya punya Nona saja sekarang. Jika Nona juga-“
Buk!! Irapanusa memukul bahu Arun dan langsung menghentikan ucapan Arun yang belum sempat diselesaikannya. “Aku akan baik-baik saja, Arun! Percaya padaku!!”
“Tapi Nona-“
Buk!! Irapanusa sekali lagi memukul bahu Arun untuk meyakinkannya. “Aku ini anak Kapita Lao. Aku tidak akan mati dengan mudah!! Percaya saja padaku, Arun!!”
Arun menyelesaikan tugasnya membantu Irapanusa berpakaian dan Irapanusa sekarang tersenyum melihat bayangan dirinya di cermin. “Sekarang … ayo kita pergi ke istana. Permaisuri sudah menungguku!”
Harusnya sebagai seorang putri dari Irapanusa anak kereta kuda dan duduk di dalamnya bersama dengan Arun-pelayannya. Tapi Irapanusa sejak kecil sudah pandai naik kuda, jadi dari pada duduk di dalam kereta kuda, Irapanusa lebih suka naik kuda sendiri bahkan jika itu perjalanan menuju ke istana.
“Ira!!” Permaisuri Kila menyapa Irapanusa setelah mendengar pemberitahuan jika Irapanusa akan datang berkunjung ke istana.
“Salam, Permaisuri.” Begitu melihat permaisuri yang anggun, Irapanusa menghentikan kudanya, turun dari kudanya dan langsung memberikan salam kepada Permaisuri Kila dengan penuh rasa hormat.
“Sudah kuduga kamu akan naik kuda lagi, Ira!!” Permaisuri Kila tersenyum melihat kuda milik Irapanusa. “Kamu benar-benar tidak berubah bahkan ketika setelah ini kamu akan menikah.”
Irapanusa tidak suka mendengar masalah pernikahannya. Tapi karena yang bicara sekarang adalah Permaisuri Kila, Irapanusa tidak punya pilihan lain selain menelan ucapan itu dan memasang senyum ramahnya. “Tidak akan ada yang berubah meski nantinya saya akan menikah, Permaisuri. Saya akan tetap naik kuda jika saya mau, saya akan tetap memanah jika saya mau dan saya akan tetap berkeliling jika saya mau. Saya sudah terbiasa seperti dan kebiasaan itu tidak akan berbah bahkan setelah saya menikah.”
“Ha ha ha!!” Permaisuri Kila tersenyum mendengar balasan Irapanusa pada ucapannya. “Memang tidak akan ada yang sanggup mengubahmu, Ira!! Putri Kapita Lao memang putrinya!! Kalian mirip sebagai ayah dan anak!”
“Terima kasih untuk pujiannya, Permaisuri.” Irapanusa menundukkan kepalanya menerima pujian dari Permaisuri Kila.
“Ayo masuk, Ira!! Aku sudah lama sekali rindu padamu!!”
Permaisuri Kila berjalan lebih dulu menuju ke ruangannya dan Irapanusa bersama dengan Arun mengikuti di belakangnya.
Irapanusa selain putri kesayangan Ayahnya: Kapita Lao-Kaimana, juga merupakan putr kesayangan dari Permaisuri Kila. Alasannya mudah: sebelum Ibu Irapanusa meninggal, ibunya adalah teman baik Permaisuri Kila. Karena Permaisuri Kila berasal dari Kerajaan Re, awalnya menikah dengan sultan dari Kerajaan Na merupakan sesuatu yang berat bagi Permaisuri Kila. Harus tinggal jauh dari keluarga dan temannya, Permaisuri Kila merasa kesepian dan orang yang selalu menemani Permaisuri Kila adalah Ibu Irapanusa yang juga sering membawa Irapanusa kecil. Dan hubungan itu tidak berubah bahkan setelah Ibu Irapanusa meninggal. Dalam sebulan, dua atau tiga kali, Irapanusa akan mengunjungi Permaisuri Kila dan menceritakan apa saja yang terjadi di luar istana.
“Bagaimana menurutmu tentang kedatangan Bangsa Gis?” Permaisuri langsung mengajukan pertanyaan setelah Irapanusa meminum teh pemberian dari Permaisuri Kila.
“Ehm … “ Irapanusa berpikir lebih dulu sebelum memberikan jawaban untuk pertanyaan itu. Irapanusa sudah mendengar menganai kabar kelompok bangsa lain yang datang di Pelabuhan. Mereka mengenalkan dirinya sebagai Bangsa Gis dan datang ke Kerajaan Na dengan tujuan untuk berdagang. Dari yang Irapanusa dengar, Bangsa Gis sangat tertarik dengan pala dan cengkeh milik Kerajaan Na. Tapi dari yang Irapanusa dengar tidak hanya itu saja, Bangsa Gis juga datang ke berbagai daerah lain dan kemungkinan Kerajaan Re juga.
“Apa pertanyaan itu terlalu sulit untukmu, Ira?” Permaisuri Kila bertanya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Irapanusa mengenai pertanyaannya.
Irapanusa menganggukkan kepalanya lemah. “Setiap hal selalu punya dua hal yang mengikutinya: satu keuntungan dan yang lainnya adalah kerugian. Jika melihat sisi keuntungannya, maka Bangsa Gis mungkin bisa jadi pembeli besar dalam perdagangan Kerajaan Na.”
“Bagaimana dengan sisi ruginya?” Permaisuri Kila yang sudah tidak sabar menyela penjelasan Irapanusa.
“Saya tidak yakin dengan sisi ruginya karena kita belum mengenal dengan baik Bangsa Gis. Akan lebih baik tetap memasang sikap waspada dan hati-hati meski nantinya Kerajaan Na akan bekerja sama dengan Bangsa Gis.” Irapanusa memberikan jawaban dengan sangat hati-hati. Bagaimanapun meski pertanyaan itu adalah pertanyaan sederhana, tapi jika orang yang bertanya merasa tersinggung, Irapanusa bisa kehilangan nyawanya.
Huft!! Permaisuri Kila mengembuskan napasnya dan Irapanusa dapat dengan jelas melhat bahwa pemikiran Permaisuri Kila sama seperti dirinya.
Permaisuri Kila tiba-tiba menggenggam tangan Irapanusa. Genggaman itu begitu erat seolah mengatakan jika Permaisuri Kila tidak ingn kehilangan Irapanusa. “Aku harap aku tidak berpisah denganmu, Ira!! Tapi aku tidak bisa mengubah keputusan Sultan mengenai pernikahanmu dengan Putra Kapita Lao dari Kerajaan Re.”
Irapanusa membalas genggaman tangan Permaisuri Kila dan tersenyum pada Permaisuri Kila. “Saya akan baik-baik saja, Permaisuri. Jangan khawatirkan saya, Permaisuri.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments