“Ada apa, Silvia ?”
Ini adalah ruang interogasi, tempat orang-orang yang bersalah ditanyai. Seharusnya ruang interogasi memiliki suasana yang jauh mengerikan daripada yang saat ini, namun itu semua berkat Tamashi yang memohon-mohon sampai tersungkur di lantai agar dirinya lah yang mengintrogasi Silvia. Kebaikan gurunya itu benar-benar luar biasa, sampai-sampai Silvia tidak dapat berkata apapun untuk membela dirinya saat ini. Ia terlihat sangat menyesal, menunduk malu dan berusaha untuk tidak kontak mata dengan gurunya, Tamashi.
“Silvia, jawab aku.”
Silvia tidak menjawab, atau mungkin, lebih tepatnya ia tidak dapat menjawab sama sekali. Sesekali ia melirik ke arah Tamashi, namun kemudian ia menunduk lagi ke bawah. Ia sesekali memainkan jari-jarinya, sambil di dalam cerebrum nya sedang memikirkan jawaban yang tepat supaya dia tidak kena marah ataupun hukuman yang berat. Namun deheman dari Tamashi itu segera mengakhiri semuanya. Ia harus menjawab dengan cepat, atau kalau tidak, dia akan benar-benar dianggap bersalah karena telah menyerang jendral Nero tanpa alasan yang jelas.
“Maaf..... Aku benar-benar mengacau di bawah sana.”
“Apakah itu terdengar seperti alasan, Silvia ?”
Silvia bergidik ngeri sejenak. Sorot mata Tamashi yang tajam benar-benar mengerikan baginya. Ia hanya pernah sekali saja melihat sorot mata Tamashi yang seperti itu, dan ia melihatnya karena telah menciptakan kekacauan di distrik hiburan bulwark waktu dia masih kecil dan belum menjadi muridnya. Sepertinya, jawabannya yang barusan itu telah sukses membuat Tamashi menjadi marah.
“Tapi orang itu memanggilku dengan sebutan ******, Tamashi !!”
“Lalu, apakah kamu harus membalasnya dengan menyerang dia selama 15 menit 35 detik, Silvia !!? Apa kamu juga melupakan misi mu pergi ke Stardust !!? Dimana otakmu itu, Silvia !!?”
Jawaban dari gurunya yang benar-benar menyakitkan. Silvia seperti ditusuk-tusuk oleh tombak, namun hanya merasakan sakitnya saja, tidak berdarah sama sekali. Balasan dari Tamashi itu membuatnya diam mematung, dan langsung membungkam mulutnya rapat-rapat. Yang bisa ia lakukan hanyalah, menunduk kembali dalam penyesalan yang sama.
“Cih, sudah tidak ada yang bisa kulakukan lagi. Satu bulan ke depan, kamu akan dikirim ke akademi.”
“Apa !?”
“Jangan menolak, ataupun menyerang balik. Aku sudah tidak bisa mengajarimu lagi, Silvia.”
Aku sudah tidak bisa mengajarimu lagi, Silvia. Harusnya itu adalah kalimat yang diucapkan saat Silvia benar-benar melampaui kemampuan bertarung gurunya sendiri hanya dalam setahun saja. Harusnya itu adalah kalimat yang sama, yang membuat Silvia tersenyum lebar dalam kesenangan abadi. Yang membuat Vita terharu dan langsung memeluknya, menangis kegirangan bersama-sama, dan yang menaruh senyum kecil di wajah Exceels. Harusnya memang begitu, namun tidak untuk yang kali ini. Kalimat itu, seperti sebuah pedang bermata dua.
“Tamashi, kamu menyerah jadi guruku ?”
“Masih ada banyak projek di bulwark. Lupakan saja.”
Tamashi kemudian berjalan menuju pintu otomatis ruangan tersebut, meninggalkan Silvia sendirian di dalam ruangan yang dingin. Benar-benar sebuah kebodohan mutlak yang baru saja ia lakukan kepada jenderal Nero. Ia tahu, bahwa mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang namanya misi Stargate untuknya. Baik misi Stargate ataupun liburnya selama sebulan ini, keduanya tetap sama saja terasa menyiksa.
...****************...
“Aku dengar dia pakai jalur orang dalam buat ngeskip akademi. Bukankah dia juga anak yatim piatu ?”
“Begitulah, tidak tahu diri sama sekali.”
“Bisa-bisanya dia menyerang Nero seperti itu.”
Silvia berlari sambil menutupi kedua telinganya, sedang menuju ke dalam kamarnya sendiri saat ini. Berbagai hinaan dari tentara veteran terdengar dimana-mana, sama seperti hantu yang sedang meneror korbannya. Silvia memang tidak punya ayah ataupun ibu sejak masih anak-anak. Mereka berdua mati sebelum sempat dievakuasi ke bulwark waktu itu. Ia sudah tidak ingin mengingat masa lalunya kembali, sudah cukup sampai di sini. Silvia menendang pintu kamarnya, kemudian menutup itu kembali dan langsung menjatuhkan dirinya ke atas ranjang.
Benar-benar kacau ! Benar-benar kacau !!
Silvia menangis sendirian di dalam kamarnya, mengutuki segala kebodohan yang ia lakukan hari ini.
“Vita, Exceels, bagaimana kabar kalian ?” gumam Silvia, yang perlahan-lahan mulai menutup matanya, kemudian tertidur.
Keesokan harinya.
Silvia terbangun dari tidurnya, secara normal. Setelah duduk menghela nafasnya beberapa saat, ia kemudian membuka tablet hologram miliknya. Jam masih menunjukkan 7 pagi, seperti biasanya. Semuanya memang terlihat normal, kecuali satu hal, yaitu sebuah email yang dikirim oleh Einsteina.
Mulai pagi ini hingga satu bulan berikutnya, Mechanoid Silvia tidak akan diberi misi apapun sampai dia dipindahkan ke akademi.
Terima kasih.
“(Sigh) Sudah kuduga ini bakal terjadi.”
Silvia melemparkan tabletnya ke desk meja, kemudian beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi. Mungkin saja hari ini, ia akan menghabiskan banyak dari waktunya berbincang-bincang dengan sahabat lama manusianya.
Waktu telah berlangsung lama, dan Silvia pun tak kunjung keluar dari kamar mandinya itu. Walaupun ia adalah Mechanoid, hanya setengah dari anggota tubuh bagian dalam dan luarnya saja yang terbuat dari mesin, sementara yang lainnya masih sama seperti tubuh manusia pada umumnya. Ia menghabiskan banyak waktu di dalam kamar mandinya, membiarkan siraman air hangat dari shower membasahi seluruh tubuhnya. Sudah sangat lama ia memiliki waktu yang bebas seperti ini. Mumpung tidak ada hal penting apapun yang tidak akan diberikan kepadanya selama sebulan penuh.
35 menit kemudian, Silvia baru saja keluar dari kamar mandinya, tanpa mengenakan penutup sama sekali. Lagipula tidak akan ada yang melihatnya di kamarnya sendiri. Ia segera berjalan menuju lemari baju miliknya. Bukan mencari baju armor, namun sebuah baju kasual.
“Kira-kira, sudah berapa lama mereka semua tersimpan di sini ?” ucap Silvia pada dirinya sendiri.
Ia bahkan sudah lupa, berapa lama ia tidak mencuci baju kasual nya selama ini. Juga kapan ia memakai mereka terakhir kalinya. Sebuah dress berwarna putih dan ungu terlihat di matanya, seketika membuat dirinya mengalami yang namanya nostalgia. Itu adalah baju yang ia kenakan saat Tamashi membawa dirinya untuk diubah menjadi mechanoid. Mungkin itulah terakhir kalinya ia menggunakan baju kasual.
“Masih bagus-bagus aja, huh ?” gumam Silvia.
Ia mengambil baju itu, dan kemudian mengenakannya. Semua yang ia butuhkan untuk keluar dari kamarnya sudah lengkap saat ini, namun ia kelihatannya melupakan satu hal, yaitu statusnya yang kini dikenal sebagai prajurit yang gagal. Emosinya berubah 180° seketika, dan dengan dengusan keras, ia menyentuh layar kaca di lemari bajunya, dan setelah itu mengubah wajahnya yang dilapisi oleh kulit sintetis.
“Bajingan juga keadaan ku saat ini.” keluhnya.
Setelah mengambil tas selempang wanita miliknya, Silvia membuka pintu kamarnya dan keluar, hanya untuk melihat sebuah tim yang ia cukup kenali berjalan melaluinya tanpa menyapa dirinya sama sekali. Mereka seharusnya adalah Myriad Angels, dan salah satu dari mereka adalah teman baiknya. Tidak cukup sampai di situ saja, setelah ia mendecih kesal dan menatap mereka dengan jengkel, ia bertemu dengan satu orang lagi yang memanaskan hatinya. Dia adalah Vierra, musuh abadinya. Keduanya menghentikan langkah masing-masing dan saling menatap tajam satu sama lainnya. Ketegangan yang sedikit intens itu akhirnya berakhir dalam beberapa detik, setelah Vierra memutuskan untuk melewati Silvia sambil membisikkan sesuatu ke telinganya.
“Jangan coba-coba hajar bapak ku lagi, bangsat.”
Setelah itu Vierra meninggalkan Silvia sendirian di lorong itu. Walaupun Silvia sudah saling bermusuhan dengan Vierra cukup lama bahkan sebelum dirinya menjadi mechanoid, ia tidak pernah mengetahui siapa ayahnya Vierra itu. Hanya baru kali ini saja ia dapat menyimpulkan siapa si brengsek sialan yang mendidik orang semacam Vierra.
Jadi Nero itu bapaknya si ****** itu ? Pantesan sama-sama nyebelin.
Bulwark, hangar.
Entah apa yang membawanya sampai ke sini, namun Silvia secara tiba-tiba memiliki keinginan untuk melihat apa yang terjadi di area paling sibuk ini. Ia hanya mengintip dari balik dinding pastinya, mengingat ia sedang menggunakan baju santai saat ini, sementara dirinya sedang berada di kawasan militer. Itu adalah hal yang tidak baik kalau para tentara itu menemukannya di sini, karena dia akan dianggap sebagai tersesat, kemudian dikembalikan ke area perumahan bulwark.
“Sebenarnya ada apa di sana ?”
Silvia sedang sangat penasaran, dan itu menjadi jauh lebih besar lagi saat kedua matanya melihat Einsteina dan ilmuwan lainnya ikut berkumpul bersama di sana, sedang mengamati semuanya. Beberapa ilmuwan yang dia kenal seorang wanita yang juga berasal dari keluarga Serval namun beda keluarga dengan Blast, Tesla. Ada lagi orang yang di sampingnya, seorang pria bertubuh jangkung dengan wajah hampir mirip seperti Exceels, Galilei.
“Sialan, apa dia itu ayahnya Exceels ? Kenapa mirip sekali ?”
Hanya beberapa detik setelah ia bergumam, Galilei seketika menoleh ke arahnya, membuat dirinya panik dan langsung bersembunyi di balik tembok. Dan masih ada satu lagi ilmuwan yang dia kenal. Da Vinci, seorang wanita yang suka mengacaukan segalanya. Dia, sedang berdiri di samping kiri Silvia saat ini.
“Apa aku boleh bertanya tentang apa yang anda lakukan di sini, nona ?”
“Kyaaaa !!”
Silvia seketika berteriak hingga pita suaranya hampir menyerah, dan ia juga melompat keluar dari persembunyiannya itu.
“Maaf, tapi semua rahasia harus terbongkar, bukan ?”
****** sialan ! Dia sengaja melakukan ini !?
Semua mata kini tertuju padanya, membuat Silvia akhirnya menyerah untuk mencari alasan yang lain.
“Ugh, terserahlah. Aku memang tersesat di sini.”
Hanya Einsteina yang terlihat sedang kesal, sementara Tesla dan Galilei tidak berekspresi sama sekali. Hanya menoleh saja, kemudian tidak melakukan apa-apa.
“Siapa sih bajingan itu ?” gumam Einsteina dari kejauhan.
Silvia harus menghela nafas lega saat ini, karena Einsteina kelihatannya tidak mengenal dirinya sama sekali. Pilihan yang dia buat di kamarnya waktu itu, ternyata adalah pilihan yang terbaik.
“Baiklah, nona. Bisa katakan di mana distrik mu tinggal ?”
“Ugh...... Sebentar.....”
Silvia, sepertinya harus berpikir keras untuk sepanjang harinya mulai saat ini.
...****************...
Silvia saat ini sedang diantar oleh dua orang mechanoid, yang keduanya sepertinya tidak terlalu elit seperti dirinya dulu. Mereka berdua sempat memperkenalkan diri mereka masing-masing, sebelum akhirnya mulai mengantar dirinya entah akan kemana. Yang perempuan bernama Amelia, seorang Support, sementara yang laki-laki bernama Echo, seorang Fighter. keduanya itu benar-benar ramah terhadapnya, dia suka. Entah akan sampai berapa lama Silvia membuat mereka berdua berputar-putar di seluruh bulwark, namun itu semua harus diselesaikan juga dengan alasan apapun yang jelas kedengarannya. Silvia mungkin akan memulainya dengan sedikit basa-basi, juga mengorek informasi secara tersembunyi.
“Hei, apa yang sebenarnya terjadi sekarang ? Kenapa semua orang kelihatannya sibuk ?”
Memang terlihat sangat sibuk. Orang-orang di hangar tadi mengangkat banyak kotak-kotak yang akan diangkut entah kemana, dan dengan adanya para ilmuwan tadi, Silvia benar-benar dibuat semakin penasaran dengan apa yang terlihat seperti sebuah event spesial hari ini. Amelia menjawab.
“Sudah pasti warga biasa sepertimu tidak tahu. Yah, bukan berarti kamu ketinggalan informasi ataupun ketinggalan jaman.”
“Apa !? Itu, sedikit agak membuat kesal, huh !?”
Sementara Silvia menatapnya dengan penuh kebencian, Amelia dan Echo justru tertawa kecil bersama-sama. Mereka masih tidak tahu apa yang akan terjadi jika Silvia benar-benar marah besar saat ini.
“Ini benar-benar baru terjadi tidak lama, baru saja. Ada portal aneh yang muncul di bumi, dan mengeluarkan banyak benda aneh seperti dari jaman medieval. Masih banyak yang berpikir kalau itu anomali.”
“Memangnya, menurutmu itu apa ?”
“Sudah pasti isekai, tidak ada yang lain.” sindir Amelia dengan nada sinis nya.
Itu benar-benar hampir membuat Silvia ingin tertawa keras. Namun dia tidak bisa melakukan itu sekarang, karena semua orang penting sedang berlalu lalang di antara koridor-koridor bulwark. Benar-benar ramai, tidak ada yang terlihat sedang malas-malasan sama sekali.
Kemunculan sebuah portal, huh ? Jangan-jangan, ada dunia lain di sana ?
“Apa cuma sampai di situ saja ?”
Tiba-tiba, Amelia dan Echo berhenti di saat yang sama, membuat Silvia sangatlah kebingungan dengan apa yang terjadi. Apakah dia menanyakan sesuatu hal yang salah atau aneh ? Tidak mungkin. Dia tidak merasa kalau pertanyaannya yang barusan itu adalah salah, aneh, ataupun mengancam rahasia tingkat tinggi milik bulwark. Echo menatapnya dengan tajam, namun masih memiliki niatan yang baik.
“Jangan kaget dulu, nona. Di sana, benar-benar ada dunia lain.”
Apaa !!? Jadi yang dipikirkan oleh wibu ini memang benar !? Kenapa Amelia malah mengejeknya !!?
dilihat dari anggukan kepala Amelia pun, sepertinya yang dikatakan oleh Echo memang benar. Walaupun Amelia tidak sedang berekspresi atau apa, wajahnya terlihat jelas kalau ia sedang membenarkan perkataan Echo.
“Terus, apa ada kehidupan di sana ?”
“Pertanyaan yang cukup pintar untuk sekelas warga biasa, huh ? Mau mendaftar ke akademi kita ? Jangan pernah sia-siakan pengetahuanmu yang tinggi seperti itu.”
Jawabanmu benar-benar melenceng dari pertanyaan ku, bodoh !!
“Hei, bagaimana dengan pertanyaan ku tadi ?”
“Oh...... Maaf, aku lupa. Ngomong-ngomong soal kehidupan di sana...... Mereka adalah manusia.”
“APA !!?”
“Hush, jangan teriak begitu, bodoh ! Ada si jenderal monster di sini, tahu !!”
“Echo, dia adalah warga biasa.”
“Oh, benar juga.”
Si tua pantat bajingan itu !!?
Yang dikatakan oleh Echo memang terbukti benar. Barusan saja, Nero lewat tidak jauh di depan mereka, kemudian berhenti dan menoleh ke arah mereka bertiga karena teriakan Silvia yang menggelegar itu. Namun, tidak lama kemudian, Nero melanjutkan jalan-jalan paginya kembali, seperti tidak peduli sama sekali dengan yang didengarnya barusan. Sepertinya Nero juga tidak mengenali Silvia dengan wajah barunya. Itu cukup untuk membuat Silvia menghela nafas lega sekali lagi. Penyamarannya sudah terbukti sangat ampuh sekarang.
“Lupakan saja tentang isekai atau apalah itu. Boleh aku minta sesuatu dari kalian ?”
“Apa itu ?” tanya Amelia dan Echo secara bersamaan.
“Temani aku jalan-jalan di Elysium......”
Permintaan Silvia itu terdengar begitu kekanak-kanakan di telinga mereka berdua. Echo dan Amelia saling menatap satu sama lain dalam diam.
“Boleh ya, boleh ya ??”
Rengekan Silvia itu membuat Echo dan Amelia tidak mampu berbuat apa-apa selain menghela nafas dan mengiyakan keinginannya sebentar saja.
“Baiklah, tapi sebentar saja. Kita bukan sedang 'tidak sibuk' saat ini.”
“Yeeeayyy !!!”
Silvia melompat kegirangan, terlihat seperti sebuah anomali di mata Amelia. Ia tersenyum keheranan, dan berpikir. Bagaimana bisa ada manusia semacam orang ini ?
Benar-benar seperti anak kecil.
...****************...
Nero berjalan masuk ke sebuah ruangan yang cukup lebar, dengan kaca jendela berukuran raksasa jauh di ujung depan sana mengarah langsung tepat ke ruang angkasa yang gelap keunguan dan kosong. Sebuah kursi sedang membelakangi dirinya saat ini, dan terlihat tangan seseorang yang sedang duduk di atasnya.
“Victor, semuanya sudah siap.”
“Oh, benarkah.”
Victor membalikkan kursi putarnya menghadap ke arah Nero, dan kemudian melipat kedua tangannya di bawah dagu. Victor sempat berpikir sejenak sambil menutup matanya, sebelum akhirnya ia menatap kembali ke arah Nero.
“Baguslah, kerahkan mereka semua.”
Victor kemudian berdiri, dan menatap tajam ke arah depan. Keputusannya sudah bulat. Ini semua, ia lakukan demi kelangsungan hidup umat manusia.
“Kita kuasai dunia baru itu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments