Lama kelamaan meskipun Ayudia tidak ikut beberapa kegiatan akhir di sekolah, ia tau juga akhirnya mengenai kedekatan antara Elvira dengan David. Sungguh sebuah kabar yang menyesakkan dadanya dan hampir membuatnya lupa sama sekali bahwa Elvira adalah sahabat yang selama ini paling dekat dan paling mengerti akan dirinya. Hampir saja ia berubah membenci Elvira kalau saja sikap gadis itu tidak begitu baik terhadapnya.
“Dia ... ini kue dari David. Dia kasih aku banyak banget dan aku bagi buat kamu juga, ya.” Suatu sore Elvira main ke rumahnya dan membawakannya kotak berisi potongan besar cake yang tampak mahal dan lezat itu.
“Kue dari David? Kok dia ngasih kamu kue? Kamu nggak lagi ulang tahun, kan?” Saat itu Ayudia mengira ia telah melalaikan tanggal ulang tahun Elvira padahal biasanya meski tidak bertukar kado, mereka saling bertukar ucapan dan saling menelepon bila salah satu tengah berulang tahun.
“Hehehe, nggak lah. Itu dikasih soalnya mamanya lagi buka toko bakery baru gitu. Kamu gak dateng ke sekolah sih tadi, makanya nggak dikasih sendiri ama dia,” jawab Elvira merendah. Padahal sebenarnya memang kue-kue itu hanya khusus diberikan pada Elvira dan keluarganya. Jelas-jelas David sengaja ke rumah Elvira tadi untuk mengantarkannya sendiri.
“Wah, makasih ya, kamu sampai harus repot nganter ke sini deh,” kata Ayudia tak enak hati tapi juga senang karena bisa merasakan kue dari David, cowok yang disukainya. Itu juga bisa jadi alasannya nanti untuk membuka obrolan pesan chat dengan David. Lama rasanya ia tak bertemu dan bertukar kabar dengan cowok itu. Rasanya cukup rindu!
Sepulang Elvira, benar saja, segera Ayudia memfoto kue yang diberikan oleh sahabatnya barusan dan mengirimnya kepada David dengan caption ‘Makasih kuenya. Enak banget dari tampilan dan aromanya aja, sampai gak tega buat nyomot.’ Tak lupa dibubuhinya emoticn senyum sambil menjulurkan lidah pertanda sedikit bercanda itu.
Hingga beberapa saat ia menunggu, pesan chat tersebut belum juga terbaca oleh David sehingga Ayudia pun menyimpulkan bahwa cowok itu mungkin saja masih sibuk membantu mamanya di toko kue yang baru. Teringat akan hal itu, ia pun kembali menambahkan satu pesan chat lagi kepada David, ‘Oh, ya. Selamat atas pembukaan toko kue barunya. Semoga semakin sukses usaha mama kamu, ya. Aamiin.’
Ditunggunya lagi sampai beberapa waktu tapi tak juga kunjung ada tanda telah terbaca. David memang biasanya lambat sekali dalam membalas pesan. Ayudia selalu menyimpulkan sendiri dalam hati bahwa pasti cowok itu memang sedang sangat sibuk di rumahnya karena memang terkenal juga bahwa keluarga David itu punya banyak bisnis.
Padahal tanpa sepengetahuannya, David selalu cepat bila berbalas pesan dengan Elvira. Itu semua hanya soal prioritas. David menjaga dirinya untuk tak terlalu dekat dan akrab dengan cewek lain karena menjaga perasaan Elvira. Begitupun saat melihat ada pesan dari Ayudia, David tak begitu peduli akan itu. Terlebih melihat sikap Ayudia akhir-akhir ini yang semakin membuatnya tak menyukai gadis itu. Rasanya ia malah semakin tak ingin berhubungan dengannya. Kala ia membacanya pun ia tak membalas pesan tersebut sebab sibuk memikirkan kenapa Elvira malah memberikan kue darinya kepada Ayudia?
“Oh, iya aku bagiin dikit, kan soalnya kamu kasihnya banyak, Vid. Pas inget Ayudia aja makanya kubawain ke dia. Gak apa, kan? Aku udah makan banyak juga kok, Kuenya enak banget, bilang sama mama kamu ya, pasti laris deh nanti tokonya. Mama aku aja langsung catet kontak bakerynya nanti kapan perlu mau pesen,”Ucap Elvira saat David bertanya pada dirinya.
Spontan saja David merasa lega. Dikiranya tadi Elvira tak menyukai pemberian darinya sehingga malah diberikan kepada Ayudia. Rupanya memang Elvira ini tipe yang sangat suka berbagi sehingga punya apa pun langsung ingin membaginya dengan sang sahabat. Kekaguman dalam dirinya pun semakin meningkat kepada gadis itu.
Lama kelamaan, Ayudia tau sendiri soal kedekatan antara David dan Elvira. Dendam di dalam hatinya menguat. Iri karena Elvira begitu banyak mendapat kemudahan dalam hidupnya, juga bahkan kini cowok yang disukainya pun lebih memilih bersama Elvira. Ya ampun! Sesak di dadanya semakin merajam. Sakit yang mendera dada pun tak terkira.
“Kenapa aku selalu kalah?” gerutunya seorang diri sambil gemas sekali ingin merebut apa yang Elvira miliki.
Dan tibalah saatnya pendaftaran yang harus dilakukan dengan cara datang langsung ke lokasi Universitas yang ditunjuk sebagai tempat akan diadakan tes masuk yang serentak secara nasional tersebut. Ya, lembaga itu memang mengadakan tes masuk secara serempak di seluruh nusantara untuk menjaring sejumlah kuota yang dibutuhkan untuk masuk ke Sekolah Tinggi Akutansi Negara yang berstatus ikatan dinas.
Dalam satu provinsi biasanya ditunjuk satu kota sebagai titik pusat dilaksanakannya tes. Dan biasanya tempat tesnya meminjam gedung kampus lain karena saking banyaknya pendaftar yang mengikuti tes tersebut. Di Jawa Timur, pelaksanaannya adalah di kota Malang dengan mengambil tempat di beberapa gedung kampus negeri di pusat kotanya.
Ayudia bersama keenam kawannya dari SMA yang sama kebetulan dapat satu lokasi yang sama untuk tes tersebut sehingga beruntunglah mereka bisa berangkat tetap bersama selama wira-wiri mengurus pendaftaran juga kala tes masuknya nanti akan dilaksanakan.
“Ayudia nih tampaknya paling tenang ya di antara kita,” komentar Rena, salah satu dari enam sekawan itu.
“Bener, nggak ada gugupnya sama sekali tuh kayaknya.” Hana ikut menimpali. Yang lain diam saja karena merasa tak begitu akrab dengan Ayudia sendiri.
“Ah, sama aja. Cuma aku emang nggak kelihatan aja kalau gugup,” jawab Ayudia merendah meskipun dalam hatinya memang ia merasa sangat yakin dirinya akan diterima nanti. Sungguh, kesombongan dalam diri Ayudia begitu besar mendominasi, padahal Allah sangat membenci sikap itu.
“Kamu udah belajar keras setiap hari tuh, pasti lolos dengan mudah,” komentar temannya yang lain lagi.
“Ah, nggak juga. Perasaan aku belajarnya ya biasa aja. Cuma ngerjain latihan soalnya aja. Mana kunci jawabannya pun nggak ada di buku,” jawab Ayudia, lagi-lagi merendah meskipun dalam hati ia menyahuti.
'Ya tentu aja dong, Ayudia gitu loh!'
Teman-temannya pun ada seorang yang nyeletuk, “Gimana kalau sebelum tes nanti kita adakan belajar kelompok, jadi Ayudia bisa ngajarin kita sama diskusi bareng biar semua jadi bisa mengerjakan dengan mudah nantinya? Gimana?”
“Wah, aku setuju banget!”
“Iya tuh ide bagus!”
Beberapa langsung kompak setuju. Tapi tentu saja Ayudia langsung menolak tegas.
“Duh, maaf ya! Aku mana sempat. Di rumah aku sibuk banget bantu Ibu di tokonya. Jadi aku nggak bisa kalau belajar kelompok. Ini aja aku selalu kebagian kulak dan nata dagangan di toko selama libur di rumah,” jawabnya langsung.
Dalam hati Ayudia berpikir mana mungkin dia mau berbagi ilmu kepada sesama saingannya? No way! Yang diketahuinya adalah bahwa ilmu tak akan habis meski dibagi, justru semakin diberkahi karena menebar manfaat kepada sesama teman, bermanfaat bagi yang lain.
Sungguh Ayudia lupa atau mungkin belum tahu bahwa memudahkan orang lain pasti membawa kemudahan yang sama atau bahkan jauh lebih besar terhadap kehidupannya sendiri. Hakikat hidup memang belum banyak diketahui serta dipelajari olehnya. Sementara sifat ketulusan hati juga ternyata belum pula dipunyai oleh gadis yang seharusnya memiliki kecerdasan mumpuni anugerah dari Allah itu.
“Yaaah ... nggak bisa, ya? Kalau kami yang datang ke rumahmu di jam kamu longgar juga nggak bisa?” Salah satu masih sedikit memaksa.
“Nggak usah lah, lagipula aku sama aja dengan kalian, kok. Sama aja banyak soal yang aku nggak nemu jawabannya.” Ayudia bersikeras menolak yang akhirnya membuat teman-temannya sadar diri dan tak lagi memaksa.
Sebagian lagi mulai berpikir bahwa memang Ayudia pelit dan tak mau berbagi. Memang sejak di kelas biasanya pun tak pernah mau membagi contekan ataupun mengajari teman yang bertanya soal pelajaran. Antara angkuh dan tak ingin mendapat tambahan saingan.
(Baik disini aku ingin kasih sesuatu yang berbeda. Kalau tokoh di novel sebelum-sebelumnya seperti Ayra, Zhafirah, Sekar, Umi Laila, Widya, dan Alleyah ini menunjukkan Protagonis yang tampil memukau di awal. Disini aku akan tunjukkan, Ayudia Protagonis yang berawal dari salah kemudian bermetamorfosis menjadi baik dan indah. Karena kadang orang baik di masa saat ini, dulu mereka pernah punya masa lalu atau berbuat kesalahan seperti Bang Zen, Bang Abhi dan Widya. Selamat membaca karya ku genre Teen ini)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Mentari
Syukron penjelasanya kak debu👍👍🥰🥰
2023-06-15
0
sitimusthoharoh
ilmu tu jangan dike2pin sendiri dong dia justru dengan kamu berbagi ilmu kamu bakalan dapet ilmu lain.
lanjut
2023-06-05
1
Esti Restianti
mudahkanlah urusan orang lain,maka Allah akan memudahkan urusan kita.
kalau begitu caranya yg ada ilmu yg di miliki ga bermanfaat dan juga ga berkah
2023-06-04
1