Second Chance
Cuaca yang cerah dan suhu udara yang hangat menandakan telah berakhirnya musim dingin di belahan utara Jepang.Seluruh kota tengah bersiap menyambut datangnya musim semi.
Kota Biei menjadi salah satu kota yang menyambut peralihan musim tersebut.Kota dengan sejuta pesona alam yang menakjubkan, dimana bukit-bukit dipenuhi beraneka ragam bunga yang berwarna-warni.
Disana, tinggal seorang gadis asing berkulit kuning langsat dengan pipi yang chubby.Dia terlihat sedang menikmati udara segar seraya memandangi hamparan ladang yang masih gundul dari teras tempatnya tinggal.Dia begitu antusias menyambut datangnya musim semi di awal tahun ini.
Namanya Alya, gadis periang dan ramah asal Indonesia yang bekerja sebagai perawat pribadi di Jepang.Dia merawat seorang wanita lansia bernama Watanabe Asami, warga asli Jepang, yang tinggal di dekat jalur Patch Work Road, tepatnya di distrik Omura, kota Biei, Prefektur Hokkaido, Jepang.
Sudah setahun Alya bekerja merawat Nenek Asami.Menyiapkan makanan untuknya, menyuapinya, mengajaknya berkeliling taman, memandikannya, menidurkannya, membantunya berpakaian, begitu lah pekerjaan Alya sehari-hari.
Sebagai seorang lulusan perawat, Alya begitu telaten merawat Nenek Asami.Bahkan untuk hal kecil sekali pun, seperti membantu Nenek Asami merajut.Tak pernah sekalipun Alya memperlihat kan wajah kesalnya atau pun mengeluh, meski harus bekerja dari pagi hingga malam, setiap harinya.
Alya juga suka melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaannya.Terkadang dia membantu Bibi Akiko di dapur, atau pun ke ladang membantu petani menanam benih.Semua dia kerjakan dengan sepenuh hati.Karena itu, Nenek Asami jadi sayang padanya.Nenek Asami memperlakukan Alya seperti cucu kandung sendiri.
...****************...
Seperti biasa, aktifitas pagi Alya dimulai sejak subuh dengan membuat sarapan pagi untuk Nenek Asami.Selesai memasak, Alya langsung ke kamar Nenek Asami untuk membangunkan beliau, dan mengajaknya berjalan-jalan di sekitar rumah.
Pagi ini, Alya berencana mengajak Nenek Asami beraktifitas di luar ruangan.Dia bosan hanya mengajak Nenek Asami berkeliling di dalam rumah setelah tiga bulan tertahan akibat cuaca dingin yang cukup ekstrem disepanjang musim dingin.
Setelah suhu udara terasa cukup hangat, Alya membawa Nenek Asami keluar menggunakan walker.Mereka berkeliling di sekitar ladang bunga yang ada di depan rumah untuk menikmati udara segar di awal musim semi.
Mereka terlihat sangat senang menghabiskan waktu di ladang.Terlebih saat mereka berinteraksi dengan para petani yang mulai sibuk di ladang milik Nenek Asami.
Puas berkeliling, Alya mengajak Nenek Asami kembali ke rumah.Setelah membantunya duduk di kursi goyang yang ada di teras rumah, Alya bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk majikannya.
"Waktunya sarapan, Nek!"
Alya muncul dari balik pintu dengan senyum cerahnya.Dia membawa mangkok berisi bubur dan segelas air di kedua tangannya.
Nenek Asami langsung menoleh.Dia tersenyum lebar ke arah Alya, memperlihatkan deretan gigi palsunya yang rapi.
"Hari ini kau masak apa, Alya chan?" Nenek Asami mencoba mengintip ke dalam mangkoknya, saat Alya menarik kursi dan duduk tepat dihadapannya.
Alya mengalihkan pandangannya pada mangkok yang dia pegang dan menunjuk satu persatu lauk yang tertata rapi di atas bubur.
"Hmm...aku memasak bubur yang dicampur tuna, pakcoy dan jamur.Apa Nenek suka?"
"Tentu saja Nenek suka!Apapun yang Alya chan masak, Nenek pasti suka!Apa lagi kalau Alya menambahkan sedikit garam," jawab Nenek Asami dengan wajah innocent nya.
Alya menggigit bibirnya, berusaha menahan tawa.Tapi dia tak sanggup saat melihat wajah menggemaskan Nenek Asami.Tawanya pun pecah dan membuat Nenek Asami ikut tertawa bersamanya.
...****************...
Tahun ini, Nenek Asami genap berusia 86 tahun.Nenek Asami tinggal seorang diri di rumahnya yang besar, setelah suaminya meninggal dunia lima tahun silam.
Nenek Asami hanya memiliki seorang putri yang kini menetap di Tokyo bersama putra semata wayangnya.Putrinya seorang ibu tunggal yang ditinggal cerai oleh suaminya yang berasal dari Turki.
Putri Nenek Asami jarang berkunjung ke Biei, namun dia sering menghubunginya untuk sekedar menanyakan kabar sang Ibu.Hal itu dikarenakan pekerjaannya sebagai seorang dokter spesialis bedah kardiologi.Selain itu, dia juga mengelola rumah sakit miliknya sendiri yang berada di kota Meguro, Prefektur Tokyo.
Cucu Nenek Asami juga tak kalah sibuknya dengan sang ibu.Saat ini, dia bekerja di rumah sakit milik Ibunya sembari melanjutkan pendidikannya sebagai dokter spesialis bedah kardiologi.Karena itu, dia pun tak punya banyak waktu luang untuk berkunjung menemui sang Nenek.
Merasa kesepian tinggal di rumahnya yang besar seorang diri, Nenek Asami memutuskan untuk mempekerjakan seorang perawat dan asisten rumah tangga.
Nenek Asami juga mengubah rumahnya menjadi sebuah Villa dan disewakan kepada para wisatawan yang datang berkunjung ke Biei.Nenek Asami membangun rumah yang lebih kecil disamping Villa untuk ditinggali bersama perawat pribadi dan asisten rumah tangganya.
Selain villa, Nenek Asami juga memiliki ladang bunga dan perkebunan yang luas.Nenek Asami mempekerjakan puluhan petani untuk membantunya mengelola perkebunan di awal musim semi hingga akhir musim panas.Hasil perkebunannya di distribusikan ke kota-kota besar, di seluruh Prefektur yang ada di Jepang.
...****************...
Usai menyuapi Nenek Asami, Alya lanjut memandikannya dan membantunya berpakaian.Setelah selesai, dia membantu Nenek Asami duduk di sofa yang berada di dalam kamar.Lalu dia melanjutkan pekerjaannya merapikan kamar Nenek Asami.
Saat Alya tengah asyik menata bantal, tiba-tiba ponsel Nenek Asami berdering.Nenek Asami segera menjawab panggilan tersebut dan menyapa sang penelpon dengan nada lembut.Dari obrolan mereka, terdengar jelas jika Nenek Asami begitu bersemangat menerima panggilan telepon dari orang itu.
Alya yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya, tak sengaja mendengar percakapan Nenek Asami dengan sang penelepon.Dia mendengar Nenek Asami berkata akan meminta tolong pada perawatnya untuk menjemput sang penelepon yang ternyata sudah tiba di bandara.
"Alya chan, apa Nenek bisa meminta bantuanmu?" Nenek Asami bertanya pada Alya begitu panggilan teleponnya berakhir.
Alya yang sudah tahu jika Nenek Asami akan meminta bantuannya, segera menghentikan kegiatannya dan berbalik.
"Bantuan apa Nek?"
"Tolong jemput cucu Nenek, Watanabe di bandara Asahikawa.Dia sudah tiba sejak tadi.Dasar anak itu!Dia tidak memberi kabar kalau mau datang!" Nada bicara Nenek Asami terdengar agak kesal, namun raut wajahnya berkata sebaliknya.
"Tentu saja, Nek!Kalau begitu, Alya akan meminta tolong pada bibi Akiko untuk menemani nenek selagi Alya ke bandara".
Nenek Asami tersenyum lega dan mengangguk pelan pada Alya. "Baiklah!"
Namun selang beberapa saat, Nenek Asami tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh iya, Nenek hampir lupa!Tunggu sebentar ya, Alya chan!"
Nenek Asami segera bangkit dan berjalan menuju lemari pakaiannya dengan bantuan walker.Nenek Asami mengambil sebuah syal berwarna merah dan mengalungkannya ke leher Alya
"Isao chan akan mengenalimu dengan syal ini.Kau tidak akan kesulitan menemukannya, karena wajahnya agak berbeda dari pemuda jepang biasanya," kata Nenek Asami.
"Nenek tenang saja, Alya pasti mengenalinya!Alya kan sudah sering melihat Watanabe di ruang tamu!" Gurau Alya.
Refleks Nenek Asami terkekeh mendengar ucapan Alya.Dia menutup mulutnya, berusaha menahan tawa. "Benar juga!Nenek lupa kalau foto Isao terpajang di ruang tamu.Tentu Alya chan sudah mengenalinya!"
"Kalau begitu Alya pergi dulu ya, Nek!"
"Iya.Hati-hati di jalan!"
Usai berpamitan, Alya bergegas menemui bibi Akiko dan menitipkan Nenek Asami padanya.Setelah itu, dia ke garasi untuk mengambil sepeda listrik dan bergegas ke bandara.
...****************...
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Alya akhirnya tiba di bandara Asahikawa.Untungnya suhu udara tidak begitu panas, meski matahari cukup terik.Dia memarkirkan sepedanya di lahan parkir yang tersedia dan segera berlari ke arah gedung bandara yang sudah mulai sepi.
Setibanya di gedung kedatangan, pandangan mata Alya langsung tertuju pada sosok pemuda bertubuh jangkung yang sedang duduk di jarak sepuluh meter dari tempatnya berdiri.Pemuda itu duduk di salah satu deretan kursi tunggu sambil mencondongkan tubuhnya ke depan, menumpukan kedua sikunya di atas koper dan bertopang dagu.
Sebelum menghampiri pemuda itu, Alya mencoba mengamati wajahnya untuk memastikan jika dialah orang yang dimaksud.Tapi bukannya fokus mengamati wajahnya, Alya justru terpana saat dia memandangi wajah pemuda itu.Pipinya bahkan memerah, bersamaan dengan jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang.
"Ternyata dia lebih tampan dari yang terlihat di foto!" Gumam Alya.
Wajah blasteran pemuda itu terlihat sempurna.Iris mata berwarna biru langit, dengan kelopak mata tunggal berbentuk almond.Alisnya yang hitam dan lebat, melengkung dengan sempurna.Hidungnya mancung, dengan ujung hidung yang kecil.Bibirnya tipis dan merona, serasi dengan garis rahangnya yang tegas.Rambut hitam pekatnya yang agak panjang dan bergelombang, dibiarkan tergerai begitu saja.
Disaat Alya tengah asyik memandangi wajah tampannya, ekspresi pemuda itu tiba-tiba berubah.Dengan raut kesal, ia membuang tubuhnya pada sandaran kursi.Bibirnya terkatup, saat dia melipat kedua tangannya di depan dada.Ujung depan sepatunya bergerak naik turun dengan cepat, menandakan jika dirinya sudah sangat bosan menunggu seseorang yang tak kunjung datang menjemputnya.
Menyadari kekesalan di raut wajah pemuda itu, Alya pun segera tersadar dari lamunannya.Dia menepuk-nepuk pipinya, sambil mengedipkan kedua matanya berulang kali.
Setelah rasa gugupnya mereda, Alya segera menghampiri pemuda itu dan berdiri tepat di hadapannya sambil mengulum senyum ramah.
"Permisi, apakah anda Watanabe Isao?"
Pemuda itu lantas menoleh dan menatap Alya.Dengan mata yang menyipit, dia memandangi Alya dari ujung kaki, hingga ujung rambut.Alisnya mengkerut, seolah sedang memberi penilaian pada penampilan Alya.
Untungnya tak butuh waktu lama, hingga akhirnya pemuda itu tersenyum saat menatap syal merah yang melingkar di leher Alya.
"Alya san?!" Pemuda itu balik bertanya.
Alya lalu mengangguk. "Iya."
Pemuda itu segera berdiri dan membungkuk dihadapan Alya.
"Salam kenal!Saya watanabe Isao, cucu Nenek Asami."
...****************...
Isao tengah asyik mengayuh sepeda menyusuri jalan raya yang cukup lengang, sedangkan Alya duduk dengan canggung di boncengan belakang sembari memeluk koper sedang milik Isao.Satu tangannya dia gunakan untuk menghalau penglihatannya dari terik matahari.
Sepanjang perjalanan, keduanya tak saling bicara dan hanya fokus menatap ke arah jalan raya.Namun ketenangan itu tak berlangsung lama, karena di tengah perjalanan pulang Isao tiba-tiba memelankan laju sepedanya dan menepi.Dia berhenti dan memarkirkan sepedanya di pinggir jalan raya.
Alya tampak kebingungan melihat tingkah Isao.Tapi dia ragu bertanya dan hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.
Dan bukannya memberi penjelasan pada Alya, Isao justru turun dari sepeda dan meninggalkannya seorang diri.Dia berjalan ke arah bukit ladang gandum yang berada tak jauh dari tempat mereka berada saat ini.
"Watanabe san!Kau mau kemana?" Teriak Alya yang akhirnya memberanikan diri bertanya, begitu menyadari jika Isao meninggalkannya.
Sayangnya, Isao tak menjawab dan terus saja berjalan ke atas bukit, tepatnya ke arah dua pohon kembar, tanpa sekalipun menoleh ke belakang.
Khawatir dengan apa yang akan dilakukan Isao, Alya memutuskan untuk mengejarnya sambil menenteng koper milik pemuda itu hingga tiba di bawah pohon.
Tapi setibanya disana, Alya justru tercengang melihat Isao yang dengan santainya berbaring di atas rerumputan tanpa dialasi apapun.Dia bahkan merenggangkan kedua tangan dan kakinya dengan nyaman, sambil menghela nafas panjang.Seakan sedang berbaring di atas kasur yang empuk.
"Sebaiknya kita bergegas pulang sekarang juga, Watanabe san!Nenek Asami akan khawatir jika kita tidak pulang tepat waktu!" Kata Alya cemas.
Isao yang sejak tadi nampak acuh, lantas duduk dan menoleh ke arah Alya yang saat itu sedang berdiri di sampingnya sambil menenteng koper.
"Kau tidak perlu cemas, Alya san!Nenek sudah tahu jika aku akan kesini sebelum menemuinya.Jadi duduklah dengan nyaman.Nikmati pemandangan indah ladang gandum dari atas sini sambil menungguku selesai beristirahat, oke?!"
Isao melempar senyum sembari menepuk-nepuk rumput disampingnya.Setelah itu dia kembali berbaring dan memejamkan matanya, seakan tak peduli dengan apapun tanggapan Alya atas pernyataannya barusan.
Alya hanya bisa terperangah melihat reaksi Isao.Terlebih saat pemuda itu mengulum senyum ketika wajahnya diterpa hembusan angin.Bahkan saat cahaya matahari menyinari kelopak matanya melalui celah dedaunan, dia tak terusik sama sekali.
Alya tak habis pikir dengan apa yang ada dipikiran Isao.Tapi satu hal yang dia tahu, Isao tak akan beranjak meski dia memelas.
Karena itu, Alya memilih untuk duduk dan meletakkan koper Isao di sampingnya.Dia menekuk kedua kakinya dan memeluknya sambil memandangi hamparan ladang gandum hijau yang tumbuh subur di hadapannya.
...****************...
Setelah puas beristirahat, Isao akhirnya membuka mata.Dia segera bangkit dan duduk tepat disamping Alya yang sejak tadi hanya duduk sembari memandangi hamparan ladang gandum hijau di depannya.
Isao sempat melirik ke arah Alya sebentar, sebelum akhirnya dia ikut memandangi hamparan ladang gandum hijau di hadapannya.
"Pemandangannya indah bukan?" Tanya Isao tanpa mengalihkan pandangannya.Matanya berbinar memandangi daun gandum yang bergerak karena tiupan angin.
"Iya," jawab Alya dengan wajah datar.Tampak jika dirinya cukup enggan menjawab pertanyaan Isao.
Mendengar jawaban Alya yang singkat, Isao lantas menyunggingkan senyum, seolah sedang menertawakan hal lucu dalam pikirannya.
"Apa kau bosan?"
Alya memanyunkan bibirnya.Ia menoleh ke arah Isao, berencana untuk protes.Tapi dia justru diam terpaku, saat tak sengaja menangkap gurat kelelahan di wajah Isao yang terlihat begitu jelas jika dilihat dari jarak sedekat ini.
"Sedikit!" Alya menjawab dengan canggung.
"Apa kita pulang sekarang?" Tanya Isao sambil menoleh ke arah Alya.
Alya mengangguk, sambil mengarahkan pandangannya ke arah lain, tak ingin Isao menyadari keterkejutannya.
Isao pun segera berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Alya berdiri. "Mari ku bantu".
Alya mencoba menolak dengan isyarat.Tapi Isao tak kunjung memindahkan tangannya dari hadapan Alya.Terpaksa Alya meraih tangan Isao dan segera berdiri.
Setelah berdiri, keduanya membersihkan celana masing-masing dari rumput kering yang menempel.Mereka segera menuruni bukit dan berjalan menuju ke tempat sepeda mereka terparkir.
Isao segera naik ke sepeda, disusul Alya yang kemudian mengatur posisi agar dirinya bisa duduk dengan nyaman sambil memeluk koper Isao.
"Aku akan mengayuh sepeda ini dengan cepat, jadi peganganlah dengan erat!Jika perlu, peluk pinggangku kuat-kuat agar kau tidak terjungkal kebelakang.Mengerti?!" Isao memperingatkan
Alya tersentak mendengar arahan Isao.Meski begitu, dia tetap berusaha melakukan seperti yang diperintahkan pemuda itu.
Dengan ragu Alya mengarahkan kedua tangannya ke pinggang Isao.Tanpa menyentuh tubuhnya sedikit pun, dia meremas ujung kemejanya dengan erat.
"Aku sudah siap!"
Setelah mendengar aba-aba dari Alya, Isao pun segera mengayuh sepeda.Dia benar-benar mengayuhnya dengan cepat dan sedikit ugal-ugalan, hingga membuat Alya tegang dan berteriak ketakutan.
Meski begitu, Isao tak menghiraukan teriakan Alya dan terus mengayuh sepedanya hingga melaju dengan kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Reva
karakter cowoknya mantap nih!
2023-06-07
2