Cuaca yang cerah dan suhu udara yang hangat menandakan telah berakhirnya musim dingin di belahan utara Jepang.Seluruh kota tengah bersiap menyambut datangnya musim semi.
Kota Biei menjadi salah satu kota yang menyambut peralihan musim tersebut.Kota dengan sejuta pesona alam yang menakjubkan, dimana bukit-bukit dipenuhi beraneka ragam bunga yang berwarna-warni.
Disana, tinggal seorang gadis asing berkulit kuning langsat dengan pipi yang chubby.Dia terlihat sedang menikmati udara segar seraya memandangi hamparan ladang yang masih gundul dari teras tempatnya tinggal.Dia begitu antusias menyambut datangnya musim semi di awal tahun ini.
Namanya Alya, gadis periang dan ramah asal Indonesia yang bekerja sebagai perawat pribadi di Jepang.Dia merawat seorang wanita lansia bernama Watanabe Asami, warga asli Jepang, yang tinggal di dekat jalur Patch Work Road, tepatnya di distrik Omura, kota Biei, Prefektur Hokkaido, Jepang.
Sudah setahun Alya bekerja merawat Nenek Asami.Menyiapkan makanan untuknya, menyuapinya, mengajaknya berkeliling taman, memandikannya, menidurkannya, membantunya berpakaian, begitu lah pekerjaan Alya sehari-hari.
Sebagai seorang lulusan perawat, Alya begitu telaten merawat Nenek Asami.Bahkan untuk hal kecil sekali pun, seperti membantu Nenek Asami merajut.Tak pernah sekalipun Alya memperlihat kan wajah kesalnya atau pun mengeluh, meski harus bekerja dari pagi hingga malam, setiap harinya.
Alya juga suka melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaannya.Terkadang dia membantu Bibi Akiko di dapur, atau pun ke ladang membantu petani menanam benih.Semua dia kerjakan dengan sepenuh hati.Karena itu, Nenek Asami jadi sayang padanya.Nenek Asami memperlakukan Alya seperti cucu kandung sendiri.
...****************...
Seperti biasa, aktifitas pagi Alya dimulai sejak subuh dengan membuat sarapan pagi untuk Nenek Asami.Selesai memasak, Alya langsung ke kamar Nenek Asami untuk membangunkan beliau, dan mengajaknya berjalan-jalan di sekitar rumah.
Pagi ini, Alya berencana mengajak Nenek Asami beraktifitas di luar ruangan.Dia bosan hanya mengajak Nenek Asami berkeliling di dalam rumah setelah tiga bulan tertahan akibat cuaca dingin yang cukup ekstrem disepanjang musim dingin.
Setelah suhu udara terasa cukup hangat, Alya membawa Nenek Asami keluar menggunakan walker.Mereka berkeliling di sekitar ladang bunga yang ada di depan rumah untuk menikmati udara segar di awal musim semi.
Mereka terlihat sangat senang menghabiskan waktu di ladang.Terlebih saat mereka berinteraksi dengan para petani yang mulai sibuk di ladang milik Nenek Asami.
Puas berkeliling, Alya mengajak Nenek Asami kembali ke rumah.Setelah membantunya duduk di kursi goyang yang ada di teras rumah, Alya bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk majikannya.
"Waktunya sarapan, Nek!"
Alya muncul dari balik pintu dengan senyum cerahnya.Dia membawa mangkok berisi bubur dan segelas air di kedua tangannya.
Nenek Asami langsung menoleh.Dia tersenyum lebar ke arah Alya, memperlihatkan deretan gigi palsunya yang rapi.
"Hari ini kau masak apa, Alya chan?" Nenek Asami mencoba mengintip ke dalam mangkoknya, saat Alya menarik kursi dan duduk tepat dihadapannya.
Alya mengalihkan pandangannya pada mangkok yang dia pegang dan menunjuk satu persatu lauk yang tertata rapi di atas bubur.
"Hmm...aku memasak bubur yang dicampur tuna, pakcoy dan jamur.Apa Nenek suka?"
"Tentu saja Nenek suka!Apapun yang Alya chan masak, Nenek pasti suka!Apa lagi kalau Alya menambahkan sedikit garam," jawab Nenek Asami dengan wajah innocent nya.
Alya menggigit bibirnya, berusaha menahan tawa.Tapi dia tak sanggup saat melihat wajah menggemaskan Nenek Asami.Tawanya pun pecah dan membuat Nenek Asami ikut tertawa bersamanya.
...****************...
Tahun ini, Nenek Asami genap berusia 86 tahun.Nenek Asami tinggal seorang diri di rumahnya yang besar, setelah suaminya meninggal dunia lima tahun silam.
Nenek Asami hanya memiliki seorang putri yang kini menetap di Tokyo bersama putra semata wayangnya.Putrinya seorang ibu tunggal yang ditinggal cerai oleh suaminya yang berasal dari Turki.
Putri Nenek Asami jarang berkunjung ke Biei, namun dia sering menghubunginya untuk sekedar menanyakan kabar sang Ibu.Hal itu dikarenakan pekerjaannya sebagai seorang dokter spesialis bedah kardiologi.Selain itu, dia juga mengelola rumah sakit miliknya sendiri yang berada di kota Meguro, Prefektur Tokyo.
Cucu Nenek Asami juga tak kalah sibuknya dengan sang ibu.Saat ini, dia bekerja di rumah sakit milik Ibunya sembari melanjutkan pendidikannya sebagai dokter spesialis bedah kardiologi.Karena itu, dia pun tak punya banyak waktu luang untuk berkunjung menemui sang Nenek.
Merasa kesepian tinggal di rumahnya yang besar seorang diri, Nenek Asami memutuskan untuk mempekerjakan seorang perawat dan asisten rumah tangga.
Nenek Asami juga mengubah rumahnya menjadi sebuah Villa dan disewakan kepada para wisatawan yang datang berkunjung ke Biei.Nenek Asami membangun rumah yang lebih kecil disamping Villa untuk ditinggali bersama perawat pribadi dan asisten rumah tangganya.
Selain villa, Nenek Asami juga memiliki ladang bunga dan perkebunan yang luas.Nenek Asami mempekerjakan puluhan petani untuk membantunya mengelola perkebunan di awal musim semi hingga akhir musim panas.Hasil perkebunannya di distribusikan ke kota-kota besar, di seluruh Prefektur yang ada di Jepang.
...****************...
Usai menyuapi Nenek Asami, Alya lanjut memandikannya dan membantunya berpakaian.Setelah selesai, dia membantu Nenek Asami duduk di sofa yang berada di dalam kamar.Lalu dia melanjutkan pekerjaannya merapikan kamar Nenek Asami.
Saat Alya tengah asyik menata bantal, tiba-tiba ponsel Nenek Asami berdering.Nenek Asami segera menjawab panggilan tersebut dan menyapa sang penelpon dengan nada lembut.Dari obrolan mereka, terdengar jelas jika Nenek Asami begitu bersemangat menerima panggilan telepon dari orang itu.
Alya yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya, tak sengaja mendengar percakapan Nenek Asami dengan sang penelepon.Dia mendengar Nenek Asami berkata akan meminta tolong pada perawatnya untuk menjemput sang penelepon yang ternyata sudah tiba di bandara.
"Alya chan, apa Nenek bisa meminta bantuanmu?" Nenek Asami bertanya pada Alya begitu panggilan teleponnya berakhir.
Alya yang sudah tahu jika Nenek Asami akan meminta bantuannya, segera menghentikan kegiatannya dan berbalik.
"Bantuan apa Nek?"
"Tolong jemput cucu Nenek, Watanabe di bandara Asahikawa.Dia sudah tiba sejak tadi.Dasar anak itu!Dia tidak memberi kabar kalau mau datang!" Nada bicara Nenek Asami terdengar agak kesal, namun raut wajahnya berkata sebaliknya.
"Tentu saja, Nek!Kalau begitu, Alya akan meminta tolong pada bibi Akiko untuk menemani nenek selagi Alya ke bandara".
Nenek Asami tersenyum lega dan mengangguk pelan pada Alya. "Baiklah!"
Namun selang beberapa saat, Nenek Asami tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh iya, Nenek hampir lupa!Tunggu sebentar ya, Alya chan!"
Nenek Asami segera bangkit dan berjalan menuju lemari pakaiannya dengan bantuan walker.Nenek Asami mengambil sebuah syal berwarna merah dan mengalungkannya ke leher Alya
"Isao chan akan mengenalimu dengan syal ini.Kau tidak akan kesulitan menemukannya, karena wajahnya agak berbeda dari pemuda jepang biasanya," kata Nenek Asami.
"Nenek tenang saja, Alya pasti mengenalinya!Alya kan sudah sering melihat Watanabe di ruang tamu!" Gurau Alya.
Refleks Nenek Asami terkekeh mendengar ucapan Alya.Dia menutup mulutnya, berusaha menahan tawa. "Benar juga!Nenek lupa kalau foto Isao terpajang di ruang tamu.Tentu Alya chan sudah mengenalinya!"
"Kalau begitu Alya pergi dulu ya, Nek!"
"Iya.Hati-hati di jalan!"
Usai berpamitan, Alya bergegas menemui bibi Akiko dan menitipkan Nenek Asami padanya.Setelah itu, dia ke garasi untuk mengambil sepeda listrik dan bergegas ke bandara.
...****************...
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Alya akhirnya tiba di bandara Asahikawa.Untungnya suhu udara tidak begitu panas, meski matahari cukup terik.Dia memarkirkan sepedanya di lahan parkir yang tersedia dan segera berlari ke arah gedung bandara yang sudah mulai sepi.
Setibanya di gedung kedatangan, pandangan mata Alya langsung tertuju pada sosok pemuda bertubuh jangkung yang sedang duduk di jarak sepuluh meter dari tempatnya berdiri.Pemuda itu duduk di salah satu deretan kursi tunggu sambil mencondongkan tubuhnya ke depan, menumpukan kedua sikunya di atas koper dan bertopang dagu.
Sebelum menghampiri pemuda itu, Alya mencoba mengamati wajahnya untuk memastikan jika dialah orang yang dimaksud.Tapi bukannya fokus mengamati wajahnya, Alya justru terpana saat dia memandangi wajah pemuda itu.Pipinya bahkan memerah, bersamaan dengan jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang.
"Ternyata dia lebih tampan dari yang terlihat di foto!" Gumam Alya.
Wajah blasteran pemuda itu terlihat sempurna.Iris mata berwarna biru langit, dengan kelopak mata tunggal berbentuk almond.Alisnya yang hitam dan lebat, melengkung dengan sempurna.Hidungnya mancung, dengan ujung hidung yang kecil.Bibirnya tipis dan merona, serasi dengan garis rahangnya yang tegas.Rambut hitam pekatnya yang agak panjang dan bergelombang, dibiarkan tergerai begitu saja.
Disaat Alya tengah asyik memandangi wajah tampannya, ekspresi pemuda itu tiba-tiba berubah.Dengan raut kesal, ia membuang tubuhnya pada sandaran kursi.Bibirnya terkatup, saat dia melipat kedua tangannya di depan dada.Ujung depan sepatunya bergerak naik turun dengan cepat, menandakan jika dirinya sudah sangat bosan menunggu seseorang yang tak kunjung datang menjemputnya.
Menyadari kekesalan di raut wajah pemuda itu, Alya pun segera tersadar dari lamunannya.Dia menepuk-nepuk pipinya, sambil mengedipkan kedua matanya berulang kali.
Setelah rasa gugupnya mereda, Alya segera menghampiri pemuda itu dan berdiri tepat di hadapannya sambil mengulum senyum ramah.
"Permisi, apakah anda Watanabe Isao?"
Pemuda itu lantas menoleh dan menatap Alya.Dengan mata yang menyipit, dia memandangi Alya dari ujung kaki, hingga ujung rambut.Alisnya mengkerut, seolah sedang memberi penilaian pada penampilan Alya.
Untungnya tak butuh waktu lama, hingga akhirnya pemuda itu tersenyum saat menatap syal merah yang melingkar di leher Alya.
"Alya san?!" Pemuda itu balik bertanya.
Alya lalu mengangguk. "Iya."
Pemuda itu segera berdiri dan membungkuk dihadapan Alya.
"Salam kenal!Saya watanabe Isao, cucu Nenek Asami."
...****************...
Isao tengah asyik mengayuh sepeda menyusuri jalan raya yang cukup lengang, sedangkan Alya duduk dengan canggung di boncengan belakang sembari memeluk koper sedang milik Isao.Satu tangannya dia gunakan untuk menghalau penglihatannya dari terik matahari.
Sepanjang perjalanan, keduanya tak saling bicara dan hanya fokus menatap ke arah jalan raya.Namun ketenangan itu tak berlangsung lama, karena di tengah perjalanan pulang Isao tiba-tiba memelankan laju sepedanya dan menepi.Dia berhenti dan memarkirkan sepedanya di pinggir jalan raya.
Alya tampak kebingungan melihat tingkah Isao.Tapi dia ragu bertanya dan hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.
Dan bukannya memberi penjelasan pada Alya, Isao justru turun dari sepeda dan meninggalkannya seorang diri.Dia berjalan ke arah bukit ladang gandum yang berada tak jauh dari tempat mereka berada saat ini.
"Watanabe san!Kau mau kemana?" Teriak Alya yang akhirnya memberanikan diri bertanya, begitu menyadari jika Isao meninggalkannya.
Sayangnya, Isao tak menjawab dan terus saja berjalan ke atas bukit, tepatnya ke arah dua pohon kembar, tanpa sekalipun menoleh ke belakang.
Khawatir dengan apa yang akan dilakukan Isao, Alya memutuskan untuk mengejarnya sambil menenteng koper milik pemuda itu hingga tiba di bawah pohon.
Tapi setibanya disana, Alya justru tercengang melihat Isao yang dengan santainya berbaring di atas rerumputan tanpa dialasi apapun.Dia bahkan merenggangkan kedua tangan dan kakinya dengan nyaman, sambil menghela nafas panjang.Seakan sedang berbaring di atas kasur yang empuk.
"Sebaiknya kita bergegas pulang sekarang juga, Watanabe san!Nenek Asami akan khawatir jika kita tidak pulang tepat waktu!" Kata Alya cemas.
Isao yang sejak tadi nampak acuh, lantas duduk dan menoleh ke arah Alya yang saat itu sedang berdiri di sampingnya sambil menenteng koper.
"Kau tidak perlu cemas, Alya san!Nenek sudah tahu jika aku akan kesini sebelum menemuinya.Jadi duduklah dengan nyaman.Nikmati pemandangan indah ladang gandum dari atas sini sambil menungguku selesai beristirahat, oke?!"
Isao melempar senyum sembari menepuk-nepuk rumput disampingnya.Setelah itu dia kembali berbaring dan memejamkan matanya, seakan tak peduli dengan apapun tanggapan Alya atas pernyataannya barusan.
Alya hanya bisa terperangah melihat reaksi Isao.Terlebih saat pemuda itu mengulum senyum ketika wajahnya diterpa hembusan angin.Bahkan saat cahaya matahari menyinari kelopak matanya melalui celah dedaunan, dia tak terusik sama sekali.
Alya tak habis pikir dengan apa yang ada dipikiran Isao.Tapi satu hal yang dia tahu, Isao tak akan beranjak meski dia memelas.
Karena itu, Alya memilih untuk duduk dan meletakkan koper Isao di sampingnya.Dia menekuk kedua kakinya dan memeluknya sambil memandangi hamparan ladang gandum hijau yang tumbuh subur di hadapannya.
...****************...
Setelah puas beristirahat, Isao akhirnya membuka mata.Dia segera bangkit dan duduk tepat disamping Alya yang sejak tadi hanya duduk sembari memandangi hamparan ladang gandum hijau di depannya.
Isao sempat melirik ke arah Alya sebentar, sebelum akhirnya dia ikut memandangi hamparan ladang gandum hijau di hadapannya.
"Pemandangannya indah bukan?" Tanya Isao tanpa mengalihkan pandangannya.Matanya berbinar memandangi daun gandum yang bergerak karena tiupan angin.
"Iya," jawab Alya dengan wajah datar.Tampak jika dirinya cukup enggan menjawab pertanyaan Isao.
Mendengar jawaban Alya yang singkat, Isao lantas menyunggingkan senyum, seolah sedang menertawakan hal lucu dalam pikirannya.
"Apa kau bosan?"
Alya memanyunkan bibirnya.Ia menoleh ke arah Isao, berencana untuk protes.Tapi dia justru diam terpaku, saat tak sengaja menangkap gurat kelelahan di wajah Isao yang terlihat begitu jelas jika dilihat dari jarak sedekat ini.
"Sedikit!" Alya menjawab dengan canggung.
"Apa kita pulang sekarang?" Tanya Isao sambil menoleh ke arah Alya.
Alya mengangguk, sambil mengarahkan pandangannya ke arah lain, tak ingin Isao menyadari keterkejutannya.
Isao pun segera berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Alya berdiri. "Mari ku bantu".
Alya mencoba menolak dengan isyarat.Tapi Isao tak kunjung memindahkan tangannya dari hadapan Alya.Terpaksa Alya meraih tangan Isao dan segera berdiri.
Setelah berdiri, keduanya membersihkan celana masing-masing dari rumput kering yang menempel.Mereka segera menuruni bukit dan berjalan menuju ke tempat sepeda mereka terparkir.
Isao segera naik ke sepeda, disusul Alya yang kemudian mengatur posisi agar dirinya bisa duduk dengan nyaman sambil memeluk koper Isao.
"Aku akan mengayuh sepeda ini dengan cepat, jadi peganganlah dengan erat!Jika perlu, peluk pinggangku kuat-kuat agar kau tidak terjungkal kebelakang.Mengerti?!" Isao memperingatkan
Alya tersentak mendengar arahan Isao.Meski begitu, dia tetap berusaha melakukan seperti yang diperintahkan pemuda itu.
Dengan ragu Alya mengarahkan kedua tangannya ke pinggang Isao.Tanpa menyentuh tubuhnya sedikit pun, dia meremas ujung kemejanya dengan erat.
"Aku sudah siap!"
Setelah mendengar aba-aba dari Alya, Isao pun segera mengayuh sepeda.Dia benar-benar mengayuhnya dengan cepat dan sedikit ugal-ugalan, hingga membuat Alya tegang dan berteriak ketakutan.
Meski begitu, Isao tak menghiraukan teriakan Alya dan terus mengayuh sepedanya hingga melaju dengan kencang.
Setelah melalui perjalanan yang cukup menegangkan, Isao dan Alya akhirnya tiba di rumah Nenek Asami dengan selamat.
Usai memarkirkan sepedanya di garasi, Isao segera berlari menuju rumah sang Nenek, sementara Alya berjalan dengan santai menuju villa sembari menenteng koper Isao yang sejak tadi dipegangnya.
Setibanya di kamar utama villa, Alya bertemu dengan Bibi Akiko, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Nenek Asami.Wanita paruh baya itu terlihat sibuk merapikan kamar utama yang akan ditempati Isao selama berada di Biei.
"Apa Bibi Akiko butuh bantuan?" Tanya Alya setelah meletakkan koper Isao di depan lemari.
"Tidak perlu. Pekerjaan Bibi sudah hampir selesai." Tolak Bibi Akiko dengan lembut.
"Daripada membantu pekerjaan Bibi, lebih baik Alya chan segera pulang ke rumah.Jam makan siang Nenek Asami sudah lewat beberapa menit yang lalu." Lanjut Bibi Akiko, mengingatkan.
Mendengar hal tersebut, Alya tersentak kaget.Dia bergegas melirik jam tangannya untuk memastikan ucapan Bibi Akiko.Dan benar saja, jam telah menunjukkan pukul satu siang lewat lima belas menit.
"Astaga!Waktu makan siang Nenek Asami sudah lewat!" Alya mengangkat tangan dan menepuk jidatnya dengan keras.Dia membelalak, menatap Bibi Akiko.
Bibi Akiko lantas terkekeh melihat ekspresi panik Alya.
"Pulanglah ke rumah dan siapkan makan siang untuk Nenek Asami."
Tanpa sempat membalas ucapan Bibi Akiko, Alya segera berlari ke rumah Nenek Asami.
...****************...
Siang berlalu dengan cepat dan tak terasa malam telah tiba. Di ruang makan, seluruh anggota rumah sedang bersantap malam.Tak ada obrolan, mereka hanya fokus pada makanan masing-masing.
"Terima kasih atas makan malamnya," ucap Nenek Asami, mengakhiri perjamuan makan malam mereka yang baru saja selesai.
Alya, Bibi Akiko dan Isao kompak membalas ucapan Nenek Asami dan dengan gerakan cepat, mereka mengerjakan tugas masing-masing.
Selagi Alya dan Bibi Akiko sibuk membereskan peralatan makan mereka, Isao berjalan menghampiri sang Nenek dan menuntun beliau ke kamar untuk beristirahat.
Sejak kedatangannya siang tadi, Isao tak sekalipun beranjak dari sisi Nenek Asami.Dia dengan setia mendampingi sang Nenek dan membantunya melakukan aktivitas sehari-hari sesuai arahan yang Alya berikan.
Karena itu, pekerjaan Alya jadi lebih ringan dari biasanya.Dia hanya perlu memantau keduanya dari kejauhan, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Nenek Asami membutuhkannya.
Sayangnya, seharian ini Nenek Asami tak sekali pun mencari Alya dan hanya sibuk menertawakan lelucon Isao yang tidak dia pahami.
Sempat terbersit rasa cemburu di hati Alya, karena Nenek Asami hanya berfokus pada Isao sejak kedatangannya.Dia merasa ada yang hilang dari dirinya, karena tak harus melakukan pekerjaan sehari-harinya.
Namun Alya sadar, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu, mengingat Isao adalah cucu satu-satunya yang Nenek Asami miliki dan sudah beberapa tahun ini tak beliau jumpai
...****************...
Malam semakin larut, keadaan di sekitar rumah Nenek Asami pun perlahan mulai hening.Alya sedang asyik duduk di kursi sembari memainkan ponselnya, saat Isao keluar dari kamar Nenek Asami.Dia segera menoleh kearah Isao yang terlihat sedang memberi isyarat kepadanya dengan jari telunjuknya, meminta agar dirinya tidak mengeluarkan suara keras yang dapat membangunkan sang Nenek.
"Nenek sudah tidur.Kau bisa istirahat sekarang." Perintah Isao sambil berbisik.
"Kalau begitu saya ke kamar dulu.Terima kasih atas bantuannya," ucap Alya yang juga ikut berbisik sambil membungkukkan badannya.
Setelahnya, tak ada lagi obrolan diantara mereka.Keduanya berpisah dan kembali ke kamar masing-masing.
...****************...
Alya baru saja selesai membaca novel yang telah ia baca berulang kali, sejak kedatangannya di Jepang.Setiap malam, dia selalu menyempatkan diri membaca beberapa bab dari salah satu novel yang dia bawa dari Indonesia untuk membantunya tidur.
Sejak meninggalkan Indonesia, tidur Alya tak begitu nyenyak, lantaran selalu teringat dengan kedua orang tuanya di Solo.Terlebih keadaan Ayahnya yang tak stabil usai divonis mengidap kanker paru-paru stadium satu beberapa tahun yang lalu.
Meski telah menjalani serangkaian operasi dan kemoterapi, namun Ayahnya tak dapat kembali aktif bekerja seperti dulu lagi.Dia harus pensiun dini sebagai tenaga pendidik, akibat penyakit yang dideritanya, sementara Ibunya yang hanya sebagai Ibu rumah tangga biasa, harus merawat Ayahnya seorang diri.
Alya hanya memiliki satu orang kakak laki-laki yang bernama Arya.Namun sama seperti dirinya, sang kakak pun tak dapat membantu Ibunya merawat sang Ayah, lantaran pekerjaannya yang sebagai seorang dosen di salah satu Universitas negeri di kota Makassar, mengharuskannya untuk tinggal jauh dari kedua orang tuanya.
Sejujurnya Alya sangat berat meninggalkan kedua orang tuanya dalam kondisi seperti itu.Namun demi membantu sang kakak meringankan biaya hidup orang tua dan membantu biaya pengobatan sang Ayah, Alya pun terpaksa merantau jauh ke luar negeri.
Meski begitu, Alya tetap bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri.Dia jadi memiliki pengalaman bekerja di tempat asing, dengan kebudayaan dan iklim yang sangat jauh berbeda dengan tempat tinggalnya.
Terlebih dirinya mendapat majikan yang sangat baik dan lingkungan tempat tinggal yang sangat nyaman.Karena itulah Alya dapat bertahan, meski harus tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya.
...****************...
Alya tengah bersiap-siap mematikan lampu tidur, saat dirinya tak sengaja mendengar suara aneh dari luar kamarnya.Samar-samar, Alya mendengar suara seorang pria sedang menangis dari arah jendela kamarnya, yang kebetulan berhadapan langsung dengan balkon kamar utama di Vila sebelah.
Karena penasaran dengan suara itu, Alya pun memberanikan diri berjalan ke arah jendela kamarnya.Ia menyingkap sedikit tirai gorden kamarnya, mencoba mengintip keluar.
Namun tak lama kemudian, raut wajah Alya mendadak pucat saat dirinya tak sengaja melihat kejadian tak terduga dari seberang kamarnya.Dia pun berusaha menenangkan dirinya sambil mengusap matanya.Setelah itu, dia memicingkan kedua matanya untuk memastikan jika yang dilihatnya barusan bukanlah halusinasi.
"Apa aku tidak salah lihat?"
Pandangan mata Alya tengah tertuju ke arah balkon villa yang terhubung langsung ke kamar utama yang kini ditempati Isao.Karena dinding dan pintu kamar nya terbuat dari kaca, Alya pun dapat melihat seisi kamar dengan jelas.
Apalagi malam itu, Isao membiarkan tirai yang seharusnya menjadi penyekat dalam keadaan terbuka lebar.Bahkan pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, dibiarkan terbuka dengan lampu kamar yang masih menyala.
Karena itulah Alya dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana.Dia melihat Isao yang sedang duduk ditepi tempat tidur, sedang meremas rambutnya dengan kuat.Yang lebih membuatnya terkejut, dia melihat Isao tengah menangis tersedu-sedu seraya memandangi sesuatu yang berada di atas meja rias yang ada di hadapannya.
Sayangnya, pandangan Alya terhalang oleh lemari pakaian, hingga dia tak dapat mengetahui benda apa yang sedang dipandangi Isao saat itu.
"Apa yang terjadi?Bukannya seharian ini dia baik-baik saja?" Gumam Alya
Melihat kejadian itu, Alya pun jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada Isao.Dia bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun, hingga Isao kelelahan dan membaringkan kepalanya di tepi kasur, sebelum akhirnya tertidur.
Setelah memastikan tak ada lagi yang terjadi, Alya berbalik dan melangkah pelan menuju tempat tidurnya.Dia berbaring, memandangi langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga menyebabkan Isao begitu terluka.Saking kuatnya rasa penasaran Alya, hingga membuatnya tak sadar sudah terlelap sambil memikirkan Isao.
...****************...
Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, memaksanya untuk bangun dan memulai aktifitasnya seperti biasa.Usai menunaikan ibadah subuh, Alya berjalan ke arah jendela kamarnya, untuk menyingkap tirai gorden dan membuka bingkai jendela kamarnya lebar-lebar.
Sebelum memulai aktifitasnya, Alya terlebih dahulu menikmati udara segar yang masuk melalui jendela kamarnya.Ia mencondongkan tubuhnya ke luar jendela, lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan sambil tersenyum.
Puas menikmati udara segar dari luar kamarnya, Alya pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan Nenek Asami.
Namun setibanya di dapur, Alya justru dikejutkan oleh kehadiran Isao yang saat itu sedang berdiri di depan kitchen set sambil memasak sesuatu.
Seakan merasakan kehadiran Alya, Isao pun spontan menoleh dan tersenyum ke arahnya lalu kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan.
"Selamat pagi Alya san." Sapa Isao dengan ramah.
Alya tak langsung menjawab.Ia terdiam cukup lama.Matanya menatap lekat punggung Isao yang sedang membelakanginya.
"Selamat pagi." Jawab Alya.
"Apa yang kau lakukan, Watanabe san?" Alya penasaran dengan apa yang tengah dikerjakan Isao.Dia berjalan dengan pelan ke arahnya.
"Aku sedang memasak bubur kesukaan Nenek Asami."
Sontak Alya berhenti melangkah.Matanya membulat menatap Isao."Kenapa?!"
Menyadari nada keberatan pada pertanyaan yang Alya lontarkan, Isao pun mengecilkan api kompor dan berbalik menatapnya.
"Karena aku suka memasak sarapan untuk Nenek." Jawab Isao enteng, membuat Alya kehabisan kata-kata
"Setidaknya, selama aku ada disini, aku akan membantumu merawat Nenek.Dengan begitu, kau bisa sedikit lebih santai," sambung Isao, lalu kembali berbalik untuk melihat masakannya.
Namun bukannya senang dengan tawaran Isao, Alya justru terlihat kesal.Seolah pria itu akan merebut pekerjaannya.Dia pun menghampiri Isao dengan wajah cemberut seraya menatapnya dengan tatapan sinis.
"Jika kau mengambil alih semua pekerjaanku, lalu apa yang aku kerjakan?Aku tidak ingin dibayar tanpa bekerja!"
Isao tak langsung menanggapi protes yang dilayangkan Alya dan hanya fokus pada masakannya.Setelah memastikan masakannya matang, Isao segera mematikan kompor, lalu berbalik menatap Alya sambil tersenyum sumringah.
"Anggap saja aku membayar hutang budi karena menjemputku di bandara.Dengan begitu kau tidak akan merasa terbebani dengan apa yang akan aku lakukan.Setuju?!"
Alya terdiam, tak menanggapi usulan Isao.Dia bingung, namun bukan karena ucapan yang baru saja Isao lontarkan, melainkan dia bingung karena ekspresi yang diperlihatkan Isao saat ini, sangat berbeda dengan ekspresi yang dia lihat semalam.
'Bukannya semalam dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil?kenapa sekarang dia malah terlihat sangat ceria?'
"Alya san!!!".
Isao menepuk pundak Alya, hingga membuatnya terperanjat kaget.Dia tak sadar jika sedari tadi dirinya menatap wajah Isao lekat-lekat.Alya pun segera menundukkan kepalanya, malu begitu menyadari apa yang baru saja dia lakukan.
"Maaf!" Jawab Alya gagap.Dia segera berbalik badan dan berjalan dengan cepat ke kamar Nenek Asami.Dia meninggalkan Isao sendirian dengan wajah kebingungan melihat ekspresinya yang salah tingkah.
...****************...
Alya berjalan dengan cepat menuju kamar Nenek Asami.Wajahnya memerah, lantaran malu karena Isao memergokinya sedang memandangi wajahnya.
Untungnya saat masuk ke kamar, Nenek Asami sudah bangun dan berusaha bangkit dari tempat tidur.Dia pun segera menghampiri Nenek Asami dan membantunya duduk di tepi kasur.
"Ada apa Alya chan?Kenapa wajahmu merah begitu?" Tanya Nenek Asami khawatir, sembari memandangi kedua pipi Alya.
Refleks Alya jadi salah tingkah mendengar pertanyaan Nenek Asami, seolah dia baru saja kedapatan telah melakukan hal yang memalukan.
"Tidak apa-apa Nek!Alya hanya kedinginan!Itu sebabnya wajah Alya memerah." Jawab Alya asal sembari menepuk pelan kedua pipinya.
"Kedinginan?Apa penghangat ruangan di kamarmu rusak?" Tanya Nenek Asami sekali lagi dengan wajah khawatir.
"Bukan begitu Nek!Tadi....Alya...tidak sengaja memutar kran air dingin saat membasuh wajah." Alya memutar kedua bola matanya, berusaha mencari alasan agar Nenek Asami tidak semakin panik.
Namun bukannya mengangguk, Nenek Asami justru tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Alya yang dirasa lucu olehnya.Dia sampai memukul pelan punggung Alya, karena tak dapat menahan tawa.
"Padahal Nenek lebih tua darimu, tapi malah kau yang pikun.Dasar Alya chan!"
Belum reda tawa Nenek Asami, tiba-tiba Isao muncul tanpa mengetuk pintu.
"Kalian sedang menertawakan apa?Sepertinya sangat seru?" Tanya Isao seraya duduk di sofa yang berada di samping tempat tidur Nenek Asami.
"Nenek kira Alya chan sedang sakit.Ternyata dia lupa menyalakan kran air hangat dan langsung membasuh wajah.Karena itu wajahnya jadi memerah seperti kepiting rebus!" Cerita Nenek Asami begitu tawanya reda.
Namun bukannya ikut tertawa, Isao justru mengernyitkan alisnya.Dia menoleh ke arah Alya dengan tatapan heran, seolah sedang meragukan cerita sang Nenek.
Melihat tatapan aneh Isao, Alya pun berusaha mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau sekarang Nenek ke kamar mandi untuk membasuh wajah.Nanti Nenek jalan pagi ditemani Watanabe, jadi Alya bisa merapikan kamar Nenek lebih cepat!"
Tanpa pikir panjang, Isao segera berdiri dan berjalan menghampiri Nenek Asami. "Alya san benar, Nek!Sebaiknya kita pergi jalan-jalan agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat"
Nenek Asami mengangguk setuju dan segera ke kamar mandi dengan dibantu Isao.
...****************...
Alya tengah mengamati Nenek Asami dan Isao yang sedang berkeliling di ladang bunga di depan rumah.Nampak jika keduanya sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama.Dia pun ikut senang melihat keakraban yang terjalin diantara keduanya.
Nenek Asami juga terlihat lebih segar sejak kedatangan Isao, seakan kedatangan cucunya itu mampu menghidupkan kembali suasana rumahnya yang sepi.
Melihat keduanya yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Alya pun bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami.Sekembalinya di teras, Isao dan Nenek Asami juga sudah tiba di sana.
Setelah membantu Nenek Asami duduk di kursi goyangnya, Alya segera menyodorkan mangkok berisi bubur dan sebuah tumbler pada Isao, yang sudah lebih dulu duduk di tempat biasanya dia duduk untuk menyuapi Nenek Asami.
Dengan lembut Isao menyuapi sang Nenek seraya mengajaknya bercerita, hingga buburnya habis tak bersisa.Dari caranya berinteraksi dengan sang Nenek, tampak dengan sangat jelas jika Isao begitu menyayanginya.
Selesai sarapan, Nenek Asami melanjutkan aktifitas sehari-harinya.Dia mandi pagi, lalu berpakaian dengan di bantu Alya.Kemudian Nenek Asami kembali ke teras untuk merajut sembari memantau ladang bunga dan perkebunannya yang mulai digarap oleh para petani.
Alya pun sibuk menyiapkan benang wol yang akan digunakan Nenek Asami merajut, sementara Isao memilih pergi ke ladang untuk memantau para petani yang tengah sibuk menggemburkan tanah.
...****************...
Alya baru saja menutup buku yang dia baca dan bersiap untuk tidur, saat lagi-lagi dirinya mendengar suara tangisan seorang pria seperti malam sebelumnya.
Seakan yakin jika suara itu berasal dari kamar Isao, Alya pun kembali mengintipnya melalui jendela.Dan sesuai dugaannya, dia lagi-lagi mendapati Isao sedang menangis di waktu dan tempat yang sama.
Melihat hal tersebut, rasa penasaran pun mulai memenuhi pikiran Alya.Dia ingin tahu, masalah apa yang sebenarnya sedang Isao alami, hingga dia terluka sedalam itu dan memilih untuk menangis diam-diam di malam hari.Selain itu, dia juga penasaran dengan benda misterius yang selalu pemuda itu pandangi saat sedang meratapi kesedihannya.
Dan karena rasa penasaran itulah, Alya terpikirkan sebuah ide untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.Dengan begitu, dia dapat tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan tentang Isao lagi.
Hari ini Isao kembali bangun lebih pagi dan memasak bubur untuk Nenek Asami.Dan seperti sebelumnya, ia lagi-lagi memperlihatkan ekspresi cerianya, seolah tak pernah terjadi apa-apa padanya di malam hari.
Meski begitu, ekspresi palsu Isao itu tak dapat menyembunyikan kondisi matanya yang sembab.
Karena itulah Alya semakin yakin untuk menjalankan rencana yang sudah ia persiapkan semalam.Dan malam ini ia bertekad untuk menjalankan rencana tersebut.
'Malam ini rencanaku harus berhasil!Apapun yang terjadi!', batin Alya seraya melirik jam tangannya.Ia benar-benar tak sabar menunggu waktu dimana Isao akan menangis seperti biasanya.
Tepat pukul sebelas malam, Alya kembali mendengar suara tangisan dari arah yang sama.Ia pun mengintip untuk memastikan jika pemilik suara itu masih orang yang sama.Dan sesuai dugaannya, Alya melihat Isao sedang menangis seraya menyandarkan kepalanya ke tepi ranjang.
Usai memastikan keadaan di dalam rumah aman, Alya pun mengendap-endap keluar agar langkahnya tak terdengar oleh penghuni rumah yang lain.Setibanya di luar rumah, ia berjalan menuju taman yang terletak diantara rumah dan villa.Ia memutar kran air yang terhubung ke selang irigasi yang digunakan untuk menyiram tanaman dan rumput di sekitar taman tersebut.
Dengan cepat air menyembur keluar dan membasahi seluruh taman.Setelah beberapa saat menunggu, Alya pun berpura-pura lari ke arah ujung selang dan mencoba menghentikan air yang membasahi seluruh taman
"Sepertinya kran air di taman rusak!", kata Alya dengan suara keras sambil menoleh kearah kamar Isao, membuat dirinya seolah-olah tak sengaja mengarahkan pandangannya kesana.
Mendengar suara Alya yang cukup keras, Isao sontak berbalik ke arah gadis itu.Ia nampak terkejut ketika melihat Alya melayangkan pandangan ke arahnya yang saat itu sedang menangis.
Alya pun berpura-pura terkejut dan memperlihatkan ekspresi paniknya melihat Isao.
"Ada apa, Watanabe san?Apa kau sakit?", tanya Alya sambil berlari kecil menghampiri Isao.
Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alya, Isao justru berdiri dan berjalan ke arah balkon.Ia berencana menutup pintu kaca kamarnya yang saat itu dalam kondisi terbuka.
Namun belum sempat Isao menarik gagang pintu kamarnya, Alya sudah lebih dulu merentangkan kedua tangan dan kakinya untuk menahan pintu agar tetap terbuka dan dengan gerakan cepat, ia menyelinap masuk ke dalam kamar Isao.
Tanpa sempat berbasa-basi, Alya segera melayangkan pandangannya ke arah kursi meja rias, mencari benda yang sudah membuatnya penasaran selama dua hari ini.Benda itu tak lain adalah benda yang selalu dipandangi Isao saat ia sedang menangis.
Sayangnya setelah menemukan benda yang dimaksud, reaksi Alya justru diluar dugaan.Ia nampak tertegun dalam waktu yang cukup lama tanpa berkedip sekalipun.
Rasanya Alya tak percaya jika benda yang mampu membuat Isao meneteskan air mata ternyata sebuah bingkai foto.Di dalam bingkai tersebut, terpajang sebuah foto seorang wanita jepang.Wajahnya sangat cantik dengan senyum yang merekah, seolah sedang tersenyum pada orang yang memandangi foto tersebut.
"Jadi setiap malam kau menangisi seorang wanita?", tanya Alya, masih tak percaya.
Lagi-lagi Isao tak bersuara dan hanya memandang Alya dengan tatapan geram.Ia nampak kesal melihat tindakan Alya yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya dan memeriksa barang-barang miliknya.
Saking kesalnya, Isao menarik lengan Alya dengan kasar dan menyeretnya keluar dari kamar.
"Apa yang kau lakukan?!Bukankah tindakanmu barusan itu sangat tidak sopan?!", bentak Isao setelah berhasil membawa Alya keluar dari kamarnya, tanpa melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Alya.
Alya yang merasa kesakitan akibat cengkraman tangan Isao, berusaha memberontak agar Isao melepaskan lengannya.Namun tenaganya yang tak sebanding dengan tenaga Isao, membuatnya kesulitan melepaskan cengkeramannya.
"Maaf, aku tidak bermaksud bertindak tidak sopan padamu!Aku hanya merasa terganggu tiap kali mendengarmu menangis", sesal Alya.
Namun bukannya memahami alasan Alya dan memakluminya, Isao justru semakin geram setelah mendengar jawaban dari Alya.Ia pun mempererat cengkraman tangannya dan menatap Alya penuh amarah.
"Kau bahkan berani menguping?berani sekali kau!", bentak Isao seraya mengangkat tangannya.
Mengira Isao akan menampar wajahnya, Alya pun refleks menunduk dan menginjak kaki Isao dengan sekuat tenaga.
"Argh!!!"
Isao mengerang kesakitan, hingga tanpa sadar melepaskan cengkeramannya dan membuat Alya berhasil kabur.
"Maafkan aku!!!", teriak Alya di tengah usahanya untuk lari meninggalkan Isao.
"Hei!Berhenti!Kau mau kemana?!", teriak Isao.
Namun teriakannya itu tak di indahkan oleh Alya yang terus saja berlari hingga masuk ke dalam rumah dan tak terlihat.
'Awas kau!Akan ku balas perbuatanmu!', batin Isao kesal.
Sesampainya di dalam kamar, Alya segera mengunci pintu dan bergegas naik ke atas kasur, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Ia nampak ketakutan, membayangkan kejadian yang baru saja ia alami.
'Apa itu barusan?Apa memang sifat aslinya seperti itu?Apa sifatnya yang sebelumnya itu palsu?Wah, aku baru saja membangunkan monster yang sedang tertidur!!!', batin Alya
...****************...
Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, menandakan jika sudah waktunya untuk ia bangun.Namun setelah beberapa menit berlalu, Alya belum juga menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari tempat tidurnya.
Bukan karena ingin bermalas-malasan, hanya saja Alya trauma dengan kejadian semalam dan hal itu membuatnya sangat takut untuk keluar.Ia takut kalau-kalau Isao tiba-tiba muncul di dapur dan menangkapnya.
Namun setelah setengah jam berlalu, Alya mulai terlihat gelisah karena belum juga menjalankan aktivitasnya seperti biasa.Ia dilanda rasa cemas, memikirkan pekerjaannya.Bagaimana jika Nenek Asami lapar, sementara dirinya belum menyiapkan apapun untuk beliau.
Tak ingin rasa bersalahnya semakin besar, Alya pun memberanikan diri untuk keluar dari kamar.Ia membuka pintu dan berjalan pelan ke arah dapur, sambil melirik ke segala penjuru rumah.Beruntung sosok Isao tak nampak di mana pun dan membuatnya sedikit lega.
'Syukurlah dia tidak datang!', batinnya
Alya pun bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami dan melupakan sejenak tentang kejadian semalam.
...****************...
Setelah selesai membuat sarapan, Alya bergegas menuju ke kamar Nenek Asami.Ia bermaksud membangunkan beliau dan mengajaknya berkeliling ladang.
Namun belum sempat membangunkan sang majikan, Alya tiba-tiba dikejutkan oleh kehadiran Isao yang saat itu sedang duduk sambil menyilangkan kakinya di sofa yang berada di dalam kamar Nenek Asami.
Saking terkejutnya, Alya sampai berteriak histeris, hingga terperanjat dari tempatnya berdiri.
"Aaaaa!!!!"
Nenek Asami yang sudah duduk di tepi ranjang pun ikut terkejut melihat reaksi Alya yang seolah baru saja melihat hantu.
Sementara Isao hanya terdiam dengan posisi kedua tangannya yang terlipat di dada.Ia mengalihkan pandangannya ke arah Alya sambil menatapnya dengan tatapan sinis.
"Ada apa Alya chan?", tanya Nenek Asami cemas.
"Tidak nek!Alya hanya kaget melihat watanabe san duduk disitu", ucap Alya terbata-bata sambil mengusap kedua tangannya bergantian dengan cemas.
"Memangnya kenapa jika aku ada disini?Apa aku perlu izin darimu sebelum menemui Nenek?Lagipula kau ini siapa, sampai sibuk mengaturku harus berada dimana?", tanya Isao dengan nada kasar.
"Isao chan, kenapa kau berbicara seperti itu pada Alya chan?Kasihan dia!Wajahnya sampai pucat karena kaget!Harusnya kau membantu Nenek menenangkan dia, bukan malah berbicara kasar seperti itu!", tegur Nenek Asami
"Untuk apa aku berbicara lembut pada orang yang lancang seperti dia, Nek?Dia itu orang yang bekerja pada kita!Seharusnya dia tahu menempatkan posisinya sebagai seorang karyawan!", jawab Isao, masih dengan nada yang kasar.
Nenek Asami hanya terdiam mendengar perkataan Isao yang lagi-lagi terdengar kasar.Beliau tak ingin memperkeruh suasana dan bertengkar dengan cucunya.
Disisi lain, Alya hanya bisa menunduk pasrah.Ia merasa sangat menyesal atas perbuatannya semalam yang telah menyinggung perasaan Isao.
Terlebih lagi Alya lah yang lebih dulu menyakiti Isao dengan memasuki kamarnya tanpa izin, bahkan menginjak kakinya dengan keras.Padahal ia sendiri tidak dapat memastikan, apakah Isao memang bermaksud ingin menamparnya atau tidak.
"Sudahlah!Tidak usah diperpanjang!Nenek mau jalan-jalan pagi.Siapa diantara kalian yang mau menemani Nenek?", tanya Nenek Asami berusaha mencairkan suasana.
Mendengar pertanyaan Nenek Asami, Alya segera berjalan ke arah beliau, bermaksud untuk membantunya berdiri.
Namun tiba-tiba Isao bangkit dan berjalan dengan cepat ke arah Alya.Ia berusaha menghalangi jalan Alya dan dengan sengaja menyenggolnya, hingga Alya terlempar ke sudut kamar.
Untungnya Alya berhasil menahan keseimbangan tubuhnya hingga ia tidak terjatuh ke lantai.
"Aku yang akan mengantar nenek", ucap Isao seraya tersenyum ke arah nenek Asami dan menggenggam tangan beliau.
Alya yang segera menepi ke sudut kamar, hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar Isao padanya.Ia sudah menebak, Isao akan memperlakukannya seperti ini, mengingat yang ia lakukan semalam memang cukup keterlaluan.
...****************...
Setelah Nenek Asami beristirahat siang, Alya bergegas keluar dari kamar beliau.Ia berencana ke dapur untuk mencuci piring bekas makan siang mereka.
Namun baru saja Alya selesai menutup pintu kamar sang majikan, tiba-tiba saja seseorang menarik lengannya dengan kasar dan menyeretnya ke ruang laundry yang berada di ujung koridor.
Alya begitu terkejut saat melihat Isao menariknya ke ruangan tersebut dan menyandarkannya dengan kasar ke dinding.Ia membekap mulut Alya dengan telapak tangannya yang besar, agar gadis itu tidak membuat keributan.
"Jangan harap setelah kejadian semalam, aku akan bersikap baik padamu lagi!Aku benci wanita yang suka ikut campur urusan orang lain!Jika bukan karena Nenek Asami, aku tidak akan berbaik hati padamu!Jadi jaga sikapmu!Jangan urusi urusanku jika tidak ingin ku pulangkan ke kampung halamanmu, mengerti!", ancam Isao sedikit berbisik, namun mengintimidasi.
Sontak sekujur tubuh Alya merinding ketakutan.Tenggorokannya terasa tercekat, melihat ekspresi wajah Isao yang sangat berbeda dari yang biasa ia tunjukkan.Matanya memelototi Alya dan menampakkan iris mata birunya yang bergetar menahan emosi.Sorot matanya yang biasanya lembut, kini terlihat menakutkan.
Sejak saat itu, Iris mata biru Isao yang terlihat indah tak lagi membuat Alya terpesona.Ia justru gemetar ketakutan, seakan melihat vampir yang siap menghisap darahnya hingga habis.
Keringat dingin bahkan mengucur deras di wajah Alya, ketika menatap garis wajah Isao yang dengan jelas memperlihatkan kemarahannya.Dengan perasaan takut, Alya pun mencoba mengangguk, mengiyakan perintah Isao.
Melihat Alya yang hanya bisa mengangguk setuju, Isao pun segera melepaskan tangannya.Ia mengacungkan telunjuknya ke depan wajah Alya, lalu memperingatkannya sekali lagi
"Kerjakan tugasmu dan bersikaplah seperti biasa tanpa mencoba mencari perhatianku!Jangan karena Nenek selalu bersikap baik padamu, lantas kau berbuat seenaknya padaku!Aku bukanlah Nenek yang bisa mentoleransi setiap perbuatan lancangmu padaku.Sekali lagi kau melakukan hal seperti semalam, maka aku tidak akan segan-segan menyiksamu!"
Alya bergidik ketakutan mendengar peringatan Isao.Ia memeluk tubuhnya sendiri dan terdiam cukup lama di tempatnya berdiri.Sementara Isao sudah pergi lebih dulu meninggalkannya seorang diri di ruang laundry.
Tepat setelah kepergian Isao, kaki Alya mendadak lemas dan membuatnya tersungkur ke lantai.Ia masih tak menyangka jika di balik wajah tampan dan sikap ramah Isao, terdapat sisi gelap dan menyeramkan di dalam dirinya.
Memikirkan hal itu membuat bola mata Alya berkaca-kaca.Untung saja air matanya tidak sampai menetes.Ia berusaha menguatkan hatinya untuk tidak memikirkan kejadian barusan.
Setelah berhasil menenangkan dirinya, Alya segera bangkit dan melanjutkan aktivitasnya.Ia berusaha bersikap seperti biasanya dan tidak mengingat kejadian barusan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!