Setelah melalui perjalanan yang cukup menegangkan, Isao dan Alya akhirnya tiba di rumah Nenek Asami dengan selamat.
Usai memarkirkan sepedanya di garasi, Isao segera berlari menuju rumah sang Nenek, sementara Alya berjalan dengan santai menuju villa sembari menenteng koper Isao yang sejak tadi dipegangnya.
Setibanya di kamar utama villa, Alya bertemu dengan Bibi Akiko, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Nenek Asami.Wanita paruh baya itu terlihat sibuk merapikan kamar utama yang akan ditempati Isao selama berada di Biei.
"Apa Bibi Akiko butuh bantuan?" Tanya Alya setelah meletakkan koper Isao di depan lemari.
"Tidak perlu. Pekerjaan Bibi sudah hampir selesai." Tolak Bibi Akiko dengan lembut.
"Daripada membantu pekerjaan Bibi, lebih baik Alya chan segera pulang ke rumah.Jam makan siang Nenek Asami sudah lewat beberapa menit yang lalu." Lanjut Bibi Akiko, mengingatkan.
Mendengar hal tersebut, Alya tersentak kaget.Dia bergegas melirik jam tangannya untuk memastikan ucapan Bibi Akiko.Dan benar saja, jam telah menunjukkan pukul satu siang lewat lima belas menit.
"Astaga!Waktu makan siang Nenek Asami sudah lewat!" Alya mengangkat tangan dan menepuk jidatnya dengan keras.Dia membelalak, menatap Bibi Akiko.
Bibi Akiko lantas terkekeh melihat ekspresi panik Alya.
"Pulanglah ke rumah dan siapkan makan siang untuk Nenek Asami."
Tanpa sempat membalas ucapan Bibi Akiko, Alya segera berlari ke rumah Nenek Asami.
...****************...
Siang berlalu dengan cepat dan tak terasa malam telah tiba. Di ruang makan, seluruh anggota rumah sedang bersantap malam.Tak ada obrolan, mereka hanya fokus pada makanan masing-masing.
"Terima kasih atas makan malamnya," ucap Nenek Asami, mengakhiri perjamuan makan malam mereka yang baru saja selesai.
Alya, Bibi Akiko dan Isao kompak membalas ucapan Nenek Asami dan dengan gerakan cepat, mereka mengerjakan tugas masing-masing.
Selagi Alya dan Bibi Akiko sibuk membereskan peralatan makan mereka, Isao berjalan menghampiri sang Nenek dan menuntun beliau ke kamar untuk beristirahat.
Sejak kedatangannya siang tadi, Isao tak sekalipun beranjak dari sisi Nenek Asami.Dia dengan setia mendampingi sang Nenek dan membantunya melakukan aktivitas sehari-hari sesuai arahan yang Alya berikan.
Karena itu, pekerjaan Alya jadi lebih ringan dari biasanya.Dia hanya perlu memantau keduanya dari kejauhan, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Nenek Asami membutuhkannya.
Sayangnya, seharian ini Nenek Asami tak sekali pun mencari Alya dan hanya sibuk menertawakan lelucon Isao yang tidak dia pahami.
Sempat terbersit rasa cemburu di hati Alya, karena Nenek Asami hanya berfokus pada Isao sejak kedatangannya.Dia merasa ada yang hilang dari dirinya, karena tak harus melakukan pekerjaan sehari-harinya.
Namun Alya sadar, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu, mengingat Isao adalah cucu satu-satunya yang Nenek Asami miliki dan sudah beberapa tahun ini tak beliau jumpai
...****************...
Malam semakin larut, keadaan di sekitar rumah Nenek Asami pun perlahan mulai hening.Alya sedang asyik duduk di kursi sembari memainkan ponselnya, saat Isao keluar dari kamar Nenek Asami.Dia segera menoleh kearah Isao yang terlihat sedang memberi isyarat kepadanya dengan jari telunjuknya, meminta agar dirinya tidak mengeluarkan suara keras yang dapat membangunkan sang Nenek.
"Nenek sudah tidur.Kau bisa istirahat sekarang." Perintah Isao sambil berbisik.
"Kalau begitu saya ke kamar dulu.Terima kasih atas bantuannya," ucap Alya yang juga ikut berbisik sambil membungkukkan badannya.
Setelahnya, tak ada lagi obrolan diantara mereka.Keduanya berpisah dan kembali ke kamar masing-masing.
...****************...
Alya baru saja selesai membaca novel yang telah ia baca berulang kali, sejak kedatangannya di Jepang.Setiap malam, dia selalu menyempatkan diri membaca beberapa bab dari salah satu novel yang dia bawa dari Indonesia untuk membantunya tidur.
Sejak meninggalkan Indonesia, tidur Alya tak begitu nyenyak, lantaran selalu teringat dengan kedua orang tuanya di Solo.Terlebih keadaan Ayahnya yang tak stabil usai divonis mengidap kanker paru-paru stadium satu beberapa tahun yang lalu.
Meski telah menjalani serangkaian operasi dan kemoterapi, namun Ayahnya tak dapat kembali aktif bekerja seperti dulu lagi.Dia harus pensiun dini sebagai tenaga pendidik, akibat penyakit yang dideritanya, sementara Ibunya yang hanya sebagai Ibu rumah tangga biasa, harus merawat Ayahnya seorang diri.
Alya hanya memiliki satu orang kakak laki-laki yang bernama Arya.Namun sama seperti dirinya, sang kakak pun tak dapat membantu Ibunya merawat sang Ayah, lantaran pekerjaannya yang sebagai seorang dosen di salah satu Universitas negeri di kota Makassar, mengharuskannya untuk tinggal jauh dari kedua orang tuanya.
Sejujurnya Alya sangat berat meninggalkan kedua orang tuanya dalam kondisi seperti itu.Namun demi membantu sang kakak meringankan biaya hidup orang tua dan membantu biaya pengobatan sang Ayah, Alya pun terpaksa merantau jauh ke luar negeri.
Meski begitu, Alya tetap bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri.Dia jadi memiliki pengalaman bekerja di tempat asing, dengan kebudayaan dan iklim yang sangat jauh berbeda dengan tempat tinggalnya.
Terlebih dirinya mendapat majikan yang sangat baik dan lingkungan tempat tinggal yang sangat nyaman.Karena itulah Alya dapat bertahan, meski harus tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya.
...****************...
Alya tengah bersiap-siap mematikan lampu tidur, saat dirinya tak sengaja mendengar suara aneh dari luar kamarnya.Samar-samar, Alya mendengar suara seorang pria sedang menangis dari arah jendela kamarnya, yang kebetulan berhadapan langsung dengan balkon kamar utama di Vila sebelah.
Karena penasaran dengan suara itu, Alya pun memberanikan diri berjalan ke arah jendela kamarnya.Ia menyingkap sedikit tirai gorden kamarnya, mencoba mengintip keluar.
Namun tak lama kemudian, raut wajah Alya mendadak pucat saat dirinya tak sengaja melihat kejadian tak terduga dari seberang kamarnya.Dia pun berusaha menenangkan dirinya sambil mengusap matanya.Setelah itu, dia memicingkan kedua matanya untuk memastikan jika yang dilihatnya barusan bukanlah halusinasi.
"Apa aku tidak salah lihat?"
Pandangan mata Alya tengah tertuju ke arah balkon villa yang terhubung langsung ke kamar utama yang kini ditempati Isao.Karena dinding dan pintu kamar nya terbuat dari kaca, Alya pun dapat melihat seisi kamar dengan jelas.
Apalagi malam itu, Isao membiarkan tirai yang seharusnya menjadi penyekat dalam keadaan terbuka lebar.Bahkan pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, dibiarkan terbuka dengan lampu kamar yang masih menyala.
Karena itulah Alya dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana.Dia melihat Isao yang sedang duduk ditepi tempat tidur, sedang meremas rambutnya dengan kuat.Yang lebih membuatnya terkejut, dia melihat Isao tengah menangis tersedu-sedu seraya memandangi sesuatu yang berada di atas meja rias yang ada di hadapannya.
Sayangnya, pandangan Alya terhalang oleh lemari pakaian, hingga dia tak dapat mengetahui benda apa yang sedang dipandangi Isao saat itu.
"Apa yang terjadi?Bukannya seharian ini dia baik-baik saja?" Gumam Alya
Melihat kejadian itu, Alya pun jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada Isao.Dia bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun, hingga Isao kelelahan dan membaringkan kepalanya di tepi kasur, sebelum akhirnya tertidur.
Setelah memastikan tak ada lagi yang terjadi, Alya berbalik dan melangkah pelan menuju tempat tidurnya.Dia berbaring, memandangi langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga menyebabkan Isao begitu terluka.Saking kuatnya rasa penasaran Alya, hingga membuatnya tak sadar sudah terlelap sambil memikirkan Isao.
...****************...
Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, memaksanya untuk bangun dan memulai aktifitasnya seperti biasa.Usai menunaikan ibadah subuh, Alya berjalan ke arah jendela kamarnya, untuk menyingkap tirai gorden dan membuka bingkai jendela kamarnya lebar-lebar.
Sebelum memulai aktifitasnya, Alya terlebih dahulu menikmati udara segar yang masuk melalui jendela kamarnya.Ia mencondongkan tubuhnya ke luar jendela, lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan sambil tersenyum.
Puas menikmati udara segar dari luar kamarnya, Alya pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan Nenek Asami.
Namun setibanya di dapur, Alya justru dikejutkan oleh kehadiran Isao yang saat itu sedang berdiri di depan kitchen set sambil memasak sesuatu.
Seakan merasakan kehadiran Alya, Isao pun spontan menoleh dan tersenyum ke arahnya lalu kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan.
"Selamat pagi Alya san." Sapa Isao dengan ramah.
Alya tak langsung menjawab.Ia terdiam cukup lama.Matanya menatap lekat punggung Isao yang sedang membelakanginya.
"Selamat pagi." Jawab Alya.
"Apa yang kau lakukan, Watanabe san?" Alya penasaran dengan apa yang tengah dikerjakan Isao.Dia berjalan dengan pelan ke arahnya.
"Aku sedang memasak bubur kesukaan Nenek Asami."
Sontak Alya berhenti melangkah.Matanya membulat menatap Isao."Kenapa?!"
Menyadari nada keberatan pada pertanyaan yang Alya lontarkan, Isao pun mengecilkan api kompor dan berbalik menatapnya.
"Karena aku suka memasak sarapan untuk Nenek." Jawab Isao enteng, membuat Alya kehabisan kata-kata
"Setidaknya, selama aku ada disini, aku akan membantumu merawat Nenek.Dengan begitu, kau bisa sedikit lebih santai," sambung Isao, lalu kembali berbalik untuk melihat masakannya.
Namun bukannya senang dengan tawaran Isao, Alya justru terlihat kesal.Seolah pria itu akan merebut pekerjaannya.Dia pun menghampiri Isao dengan wajah cemberut seraya menatapnya dengan tatapan sinis.
"Jika kau mengambil alih semua pekerjaanku, lalu apa yang aku kerjakan?Aku tidak ingin dibayar tanpa bekerja!"
Isao tak langsung menanggapi protes yang dilayangkan Alya dan hanya fokus pada masakannya.Setelah memastikan masakannya matang, Isao segera mematikan kompor, lalu berbalik menatap Alya sambil tersenyum sumringah.
"Anggap saja aku membayar hutang budi karena menjemputku di bandara.Dengan begitu kau tidak akan merasa terbebani dengan apa yang akan aku lakukan.Setuju?!"
Alya terdiam, tak menanggapi usulan Isao.Dia bingung, namun bukan karena ucapan yang baru saja Isao lontarkan, melainkan dia bingung karena ekspresi yang diperlihatkan Isao saat ini, sangat berbeda dengan ekspresi yang dia lihat semalam.
'Bukannya semalam dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil?kenapa sekarang dia malah terlihat sangat ceria?'
"Alya san!!!".
Isao menepuk pundak Alya, hingga membuatnya terperanjat kaget.Dia tak sadar jika sedari tadi dirinya menatap wajah Isao lekat-lekat.Alya pun segera menundukkan kepalanya, malu begitu menyadari apa yang baru saja dia lakukan.
"Maaf!" Jawab Alya gagap.Dia segera berbalik badan dan berjalan dengan cepat ke kamar Nenek Asami.Dia meninggalkan Isao sendirian dengan wajah kebingungan melihat ekspresinya yang salah tingkah.
...****************...
Alya berjalan dengan cepat menuju kamar Nenek Asami.Wajahnya memerah, lantaran malu karena Isao memergokinya sedang memandangi wajahnya.
Untungnya saat masuk ke kamar, Nenek Asami sudah bangun dan berusaha bangkit dari tempat tidur.Dia pun segera menghampiri Nenek Asami dan membantunya duduk di tepi kasur.
"Ada apa Alya chan?Kenapa wajahmu merah begitu?" Tanya Nenek Asami khawatir, sembari memandangi kedua pipi Alya.
Refleks Alya jadi salah tingkah mendengar pertanyaan Nenek Asami, seolah dia baru saja kedapatan telah melakukan hal yang memalukan.
"Tidak apa-apa Nek!Alya hanya kedinginan!Itu sebabnya wajah Alya memerah." Jawab Alya asal sembari menepuk pelan kedua pipinya.
"Kedinginan?Apa penghangat ruangan di kamarmu rusak?" Tanya Nenek Asami sekali lagi dengan wajah khawatir.
"Bukan begitu Nek!Tadi....Alya...tidak sengaja memutar kran air dingin saat membasuh wajah." Alya memutar kedua bola matanya, berusaha mencari alasan agar Nenek Asami tidak semakin panik.
Namun bukannya mengangguk, Nenek Asami justru tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Alya yang dirasa lucu olehnya.Dia sampai memukul pelan punggung Alya, karena tak dapat menahan tawa.
"Padahal Nenek lebih tua darimu, tapi malah kau yang pikun.Dasar Alya chan!"
Belum reda tawa Nenek Asami, tiba-tiba Isao muncul tanpa mengetuk pintu.
"Kalian sedang menertawakan apa?Sepertinya sangat seru?" Tanya Isao seraya duduk di sofa yang berada di samping tempat tidur Nenek Asami.
"Nenek kira Alya chan sedang sakit.Ternyata dia lupa menyalakan kran air hangat dan langsung membasuh wajah.Karena itu wajahnya jadi memerah seperti kepiting rebus!" Cerita Nenek Asami begitu tawanya reda.
Namun bukannya ikut tertawa, Isao justru mengernyitkan alisnya.Dia menoleh ke arah Alya dengan tatapan heran, seolah sedang meragukan cerita sang Nenek.
Melihat tatapan aneh Isao, Alya pun berusaha mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau sekarang Nenek ke kamar mandi untuk membasuh wajah.Nanti Nenek jalan pagi ditemani Watanabe, jadi Alya bisa merapikan kamar Nenek lebih cepat!"
Tanpa pikir panjang, Isao segera berdiri dan berjalan menghampiri Nenek Asami. "Alya san benar, Nek!Sebaiknya kita pergi jalan-jalan agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat"
Nenek Asami mengangguk setuju dan segera ke kamar mandi dengan dibantu Isao.
...****************...
Alya tengah mengamati Nenek Asami dan Isao yang sedang berkeliling di ladang bunga di depan rumah.Nampak jika keduanya sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama.Dia pun ikut senang melihat keakraban yang terjalin diantara keduanya.
Nenek Asami juga terlihat lebih segar sejak kedatangan Isao, seakan kedatangan cucunya itu mampu menghidupkan kembali suasana rumahnya yang sepi.
Melihat keduanya yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Alya pun bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami.Sekembalinya di teras, Isao dan Nenek Asami juga sudah tiba di sana.
Setelah membantu Nenek Asami duduk di kursi goyangnya, Alya segera menyodorkan mangkok berisi bubur dan sebuah tumbler pada Isao, yang sudah lebih dulu duduk di tempat biasanya dia duduk untuk menyuapi Nenek Asami.
Dengan lembut Isao menyuapi sang Nenek seraya mengajaknya bercerita, hingga buburnya habis tak bersisa.Dari caranya berinteraksi dengan sang Nenek, tampak dengan sangat jelas jika Isao begitu menyayanginya.
Selesai sarapan, Nenek Asami melanjutkan aktifitas sehari-harinya.Dia mandi pagi, lalu berpakaian dengan di bantu Alya.Kemudian Nenek Asami kembali ke teras untuk merajut sembari memantau ladang bunga dan perkebunannya yang mulai digarap oleh para petani.
Alya pun sibuk menyiapkan benang wol yang akan digunakan Nenek Asami merajut, sementara Isao memilih pergi ke ladang untuk memantau para petani yang tengah sibuk menggemburkan tanah.
...****************...
Alya baru saja menutup buku yang dia baca dan bersiap untuk tidur, saat lagi-lagi dirinya mendengar suara tangisan seorang pria seperti malam sebelumnya.
Seakan yakin jika suara itu berasal dari kamar Isao, Alya pun kembali mengintipnya melalui jendela.Dan sesuai dugaannya, dia lagi-lagi mendapati Isao sedang menangis di waktu dan tempat yang sama.
Melihat hal tersebut, rasa penasaran pun mulai memenuhi pikiran Alya.Dia ingin tahu, masalah apa yang sebenarnya sedang Isao alami, hingga dia terluka sedalam itu dan memilih untuk menangis diam-diam di malam hari.Selain itu, dia juga penasaran dengan benda misterius yang selalu pemuda itu pandangi saat sedang meratapi kesedihannya.
Dan karena rasa penasaran itulah, Alya terpikirkan sebuah ide untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.Dengan begitu, dia dapat tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan tentang Isao lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Reva
anak majikan yg pengen dijadikan orang numpang 😆😆
2023-06-07
1